75 Persen Tenaga Kesehatan Belum Mendapatkan Insentif
Penyaluran insentif bagi tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 menemui permasalahan. Mulai dari belum menerima, menerima tidak sesuai besaran, dan penyaluran tidak teratur.
JAKARTA, KOMPAS - Sebanyak 75 persen tenaga kesehatan belum mendapatkan insentif sama sekali, sedangkan yang sudah mendapatkan kerap terlambat, tidak teratur dan besarannya tidak sesuai. Sebagian besar keluarga tenaga kesehatan yang meninggal karena Covid-19 juga belum mendapatkan santunan.
"Temuan kami menunjukkan, sebanyak 2.754 (75 persen) dari 3.689 tenaga kesehatan yang mengisi survei kami belum atau tidak mendapatkan insentif sama sekali," kata Firdaus Ferdiansyah dari LaporCovid-19, di Jakarta, Jumat (19/2/2021).
Data ini diperoleh dengan survei LaporCovid-19 dan Indonesia Corruption Watch yang didukung sejumlah organisasi profesi kesehatan, yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia (Patelki).
Baca juga: Pemberian Insentif dan Santunan Belum Merata
Menurut survei yang dilakukan pada 8 Januari-5 Februari 2021 ini, tenaga kesehatan (nakes) yang sudah mendapatkan insentif juga masih mengalami masalah. Sekitar 6 persen diantaranya mengeluhkan penyalurannya tidak teratur atau terlambat, perhitungan insentif tidak sesuai dengan Petunjuk Teknis Kementerian Kesehatan, bahkan adanya pemotongan dana.
Insentif ini besar jumlahnya, belasan triliun. Kepentingan kita juga agar diberikan dengan benar. (Budi Gunadi Sadikin)
Padahal, dari 2.754 nakes yang belum mendapatkan insentif, 854 diantaranya pernah atau sedang terinfeksi Covid-19. Dari 854 tenaga kesehatan yang terinfeksi itu, 624 di antaranya merupakan nakes yang secara langsung menangani pasien Covid-19 dan 230 tenaga kesehatan lainnya tidak menangani pasien Covid-19 secara langsung.
LaporCovid-19 juga menerima pengaduan dari 29 data keluarga atau ahli waris nakes yang menjadi korban Covid-19, tetapi belum mendapatkan santunan kematian dari pemerintah. Data Pusara Digital LaporCovid-19 hingga Jumat, sudah ada 793 nakes di Indonesia yang meninggal dunia karena Covid-19.
Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) RI No.HK. 01.07/ Menkes/2539/2020, segenap tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan pada pasien Covid-19 berhak mendapatkan dana insentif dan jika meninggal berhak mendapatkan santunan kematian.
Koordinasi dan pendataan
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, saat menerima audiensi LaporCovid19 dan perwakilan organisasi profesi pekan lalu, menjanjikan untuk segera menyelesaikan persoalan ini. Namun demikian, menurut Budi, sebagian dana insentif disalurkan langsung dari Kementerian Keuangan ke Pemerintah Daerah.
"Insentif ini besar jumlahnya, belasan triliun. Kepentingan kita juga agar diberikan dengan benar. Insentif ini ada yang dikirim lewat pusat dan daerah. Untuk rumah sakit vertikal dari Kemenkes dan ini seharusnya lebih lancar, namun RSUD uangnya ditranfer langsung Kemenkeu ke Pemda. Sekitar Rp 7 triliun dari kita, Rp 9 triliun langsung ke daerah. Kita tidak ada akses untuk yang daerah," kata dia.
Sedangkan untuk santunan, menurut Budi, menurut catatan Kemenkes sudah ada 264 ahli waris yang mendapat santunan. Namun, jumlah ini hanya sepertiga dari jumlah nakes yang meninggal dunia menurut data Pusara Digital LaporCovid19.
Baca juga: Besaran Insentif Tenaga Kesehatan Tidak Berubah
"Saya tidak ada masalah untuk koordinasi. Data meninggal ini perlu direkonsiliasi dengan perusahaan dan organisasi profesi, serta dan Kemkes. Kalau memang ketiganya cocok, langsung diberikan. Harusnya bisa cepat beres," kata dia.
Ketua PPNI Jawa Timur Nursalam, yang tutut dalam audiensi mengharapkan agar pemberian insentif dan santunan disegerakan. "Di Indonesia ada 1 juta perawat, yang meninggal karena Covid-19 sebanyak 229 orang dan dari Jawa Timur saja 101 orang. Namun, ahli waris yang mendapatkan santunan baru 19 orang," kata dia.
Nursalam juga mengungkapkan, banyak perawat yang berstatus relawan atau honorer, sama sekali belum mendapatkan insentif. Padahal, mereka juga sama berisiko dengan nakes lainnya. Sebanyak 82 tenaga honorer dan relawan telah meninggal karena Covid-19.
Sedangkan Sekretaris Jenderal IBI Ade Zubaidah mengatakan, dari 106 bidan yang meninggal karena Covid-19, yang mendapatkan santunan baru 4 orang. Demikian halnya, Ketua Patelki Widodo NS mengungkapkan, dari 17 orang anggotanya yang meninggal karena Covid-19, baru 4 orang yang mendapatkan santunan.
Revisi KMK
Ketua Tim Mitigasi IDI Adib Khumaedi mengatakan, penyaluran insentif di lapangan memang banyak bermasalah, di antaranya karena tidak semua nakes mendapatkan santunan. "Kondisi di lapangan perlu penegasan dalam petunjuk teknis. Ada sebagian nakes yang tidak disebut di dalam KMK 2539 tentang kriteria nakes dan faskes, akhirnya kepala fasilitas kesehatan membagi insentif dengan alasan keadilan. Ini yang menyebabkan, banyak yang tidak menerima sesuai jumlah," kata dia.
Baca juga: Pangkas Birokrasi Penyaluran Insentif Tenaga Kesehatan Dipercepat
Menurut Widodo, pemeriksaan di laboratorium pengerjaannya secara tim, namun pemberian insentif ditentukan berapa banyak sampel yang dianalisis. Ini menyulitkan pembagian.
"Akhinya dana itu dibagi ke semua nakes. Kenyataannya rata-rata staf laboran hanya mendapat di bawah Rp 400 ribu per bulan, bahkan banyak yang belum dapat. Padahal di PMK Rp 4 juta. Saya usul, insentifnya flat saja," kata dia.
Wana Alamsyah dari ICW mengatakan, pemerintah juga wajib memberikan dana insentif bagi nakes, yang tidak bekerja di bagian khusus Covid-19 serta tenaga relawan dan honorer kesehatan di layanan Covid-19, tetapi terpapar Covid-19. "Temuan kami menunjukkan bahwa 230 (26.93 persen) dari 854 nakes yang tidak bekerja di layanan Covid-19 terpapar Covid-19. Artinya, mereka memiliki potensi risiko yang sama untuk terinfeksi dari tempat kerjanya," kata dia.
Selain itu, menurut Wana, pemerintah juga perlu menanggung segala pembiayaan pengobatan dan pemulihan bagi nakes terpapar. "Temuan kami menunjukkan terdapat nakes yang harus membayar biaya tes, perawatan, dan pengobatan karena terinfeksi Covid-19," kata dia.
Wana menambahkan, pemerintah segera merevisi KMK 2539/2020 dengan memberikan ketentuan batas waktu pencairan dan besaran dana yang adil untuk tenaga kesehatan. Termasuk mekanisme pendataan dan pengusulan insentif yang terbuka, baik di fasilitas layanan kesehatan dan dinas kesehatan.
Sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas alur penyaluran dana, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian dalam Negeri, dan instansi terkait harus membuka informasi tentang besaran alokasi dan proses realisasi dana insentif secara real time. Sehingga publik mudah mengakses dan mendapatkan informasinya secara jelas.