Pemberian insentif dan santuan bagi tenaga kesehatan yang merawat Covid-19 tak merata. Banyak tenaga kesehatan belum mendapat insentif. Sebagian keluarga tenaga medis yang jadi korban belum memperoleh santunan.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Realisasi anggaran penyaluran insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid-19 diharapkan lebih transparan. Masih banyak tenaga kesehatan belum mendapat insentif sesuai pagu dan keluarga tenaga kesehatan yang menjadi korban belum mendapatkan santunan.
”Selama menangani Covid-19 sekitar 9 bulan terakhir, saya baru dapat transfer sekali di bulan Desember 2020 sebesar Rp 15 juta. Saya tidak tahu apakah ini rapelan atau hanya untuk satu bulan. Tetapi, hanya sekali itu saja. Kami tidak pernah tahu hitungannya karena kami tidak pernah mendapatkan rinciannya,” kata Yusdeni, dokter spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Umum Koesnadi, Bondowoso, Jawa Timur, Kamis (4/2/2021).
Selama menangani Covid-19 sekitar 9 bulan terakhir, saya baru dapat transfer sekali di bulan Desember 2020 sebesar Rp 15 juta.
Yusdeni mengatakan, selama ini banyak nakes tidak bersuara karena beban psikis amat berat, apalagi banyak tudingan nakes mencari untung dari Covid-19. Padahal, kenyataannya pendapatan nakes rata-rata berkurang lebih dari 50 persen.
”Pasien selain Covid-19 sangat jarang yang ke rumah sakit sehingga pendapatan dari jasa pelayanan berkurang drastis,” katanya, yang sehari-hari turut menangani pasien Covid-19.
Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/278/2020, besaran insentif per bulan untuk dokter spesialis mencapai Rp 15 juta, dokter umum dan gigi Rp 10 juta, bidan dan perawat Rp 7,5 juta, dan tenaga medis lain Rp 5 juta. Insentif itu sesuai besaran yang diterima dibagi dengan jumlah hari penugasan tiap bulannya.
Disebutkan insentif itu diberikan kepada tenaga kesehatan (nakes) di tujuh tempat, yaitu rumah sakit yang khusus menangani Covid-19, rumah sakit milik pemerintah termasuk rumah sakit milik TNI/POLRI, serta rumah sakit milik swasta yang ditetapkan sebagai rujukan Covid-19.
Selain itu, insentif diberikan kepada nakes di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKL-PP), dan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKL-PP), dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, puskesmas, dan laboratorium yang ditetapkan oleh Kemenkes.
Sebelumnya, beredar surat Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 1 Februari 2021 mengirim surat untuk menindaklanjuti surat Menteri Kesehatan Nomor KU.01.01/Menkes/62/2021 tanggal 21 Januari 2021 tentang Permohonan Perpanjangan bagi Tenaga Kesehatan dan Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang Menangani Covid-19.
Dalam surat tersebut, insentif bagi dokter spesialis diberikan menjadi Rp 7,5 juta, peserta PPDS Rp 6,25 juta, dokter umum dan gigi Rp 5 juta, bidan dan perawat Rp 3,75 juta, serta tenaga kesehatan lain sebesar Rp 2,5 juta. Adapun santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang meninggal karena tertular Covid-19 sebesar Rp 300 juta.
Belakangan, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani dalam keterangan pers pada Kamis mengatakan, ”Besaran insentif nakes yang diberikan nilainya tetap sama. Pada 2021 ini yang baru berjalan dua bulan, insentif tenaga kesehatan yang diberikan tetap sama dengan tahun 2020,” sebut Askolani.
Transparansi
Wana Alamsyah dari Indonesia Corruotion Watch (ICW) mengatakan, perlu adanya perbaikan tata kelola, khususnya transparansi besaran dan penyaluran insentif untuk nakes.
”Per 11 Desember 2020, pemerintah baru menggelontorkan insentif tenaga kesehatan kepada 485.557 orang dengan total anggaran Rp 3,09 triliun. Sementara santunan kematian baru diberikan kepada 153 keluarga atau 20 persen dari 647 tenaga kesehatan yang meninggal dengan anggaran sebesar Rp 46,2 miliar,” ungkapnya.
Wana mengatakan, banyak nakes yang belum mendapatkan insentif dan santunan kematian, salah satu penyebabnya karena buruknya tata kelola data. Berdasarkan survei yang dilakukan LaporCovid-19 hingga tanggal 26 Januari 2020, ada 75,6 persen atau sekitar 120 orang dari 160 tenaga kesehatan yang disurvei mengaku belum mendapat insentif, dan 24 persen lainnya menerima insentif, tetapi jumlahnya jauh dari pagu Kepmenkes 2539/2020.
Dokter Dewi, bukan nama sebenarnya, yang bertugas di salah satu puskesmas di Jakarta Selatan mengatakan, rata-rata mendapatkan insentif Rp 5,5 juta per bulan. ”Insentifnya yang menentukan kepala puskesmas, katanya disesuaikan beban pekerjaannya. Sopir ambulan di tempat saya bisa mendapat lebih tinggi, bisa Rp 6 juta per bulan. Kami tidak tahu bagaimana penghitungannya,” ujarnya.
Laporan yang diterima LaporCovid19 menunjukkan, jumlah santunan yang diterima nakes sangat bervariasi. Misalnya, perawat dan bidan di daerah sebulan hanya mendapatkan Rp 200.000 dan Rp 300.000.
Sejumlah nakes mengharapkan ada peninjauan kembali terhadap kriteria nakes yang mendapat insentif, yang dibatasi pada rumah sakit rujukan. Sebab, nakes yang bekerja di rumah sakit nonrujukan juga banyak yang tertular dari pasien.
Data dari Pusara Digital-LaporCovid19 menunjukkan, hingga Kamis jumlah nakes yang meninggal karena Covid-19 mencapai 703 orang, terdiri dari 303 dokter, 215 perawat, 101 bidan, 20 dokter gigi, 15 ahli tenaga laboratorium medik, dan sejumlah tenaga kesehatan lain. Berdasarkan data Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dari 303 dokter yang meninggal, sebanyak 169 adalah dokter umum, 129 dokter spesialis, dan 5 dokter residen.