Membatasi Pelaku Perjalanan, Menekan Penularan Korona
Pemerintah akan membatasi pelaku perjalanan untuk membatasi mobilitasi masyarakat, terutama antarkota, selama libur panjang akhir tahun. Hal ini bertujuan mencegah terjadi lonjakan jumlah kasus penularan Covid-19.
Oleh
DEONISI ARLINTA
·4 menit baca
Libur panjang akan tiba. Namun, libur yang seharusnya menyenangkan justru memicu kekhawatiran bakal terjadi lonjakan kasus Covid-19 akibat tingginya pergerakan masyarakat antarkota. Pemerintah pun bersiap menerapkan pembatasan bagi pelaku perjalanan selama libur akhir tahun.
Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan, berdasarkan pengalaman ketika masa liburan panjang di masa pandemi ini, mobilitas atau pergerakan masyarakat cenderung meningkat. Kondisi ini juga sekaligus mengakibatkan terjadi lonjakan penularan Covid-19 pada dua sampai empat pekan setelahnya.
”Semakin tinggi mobilitas, semakin tinggi risiko kita tertular atau lebih parah lagi menulari orang-orang yang kita sayangi. Karena itu, masyarakat harus mampu mengendali risiko dari mobilitas serta kegiatan yang dilakukan. Ini terutama terkait dengan mitigasi risiko penularan saat pandemi,” katanya di Jakarta, Selasa (15/12/2020).
Ia menambahkan, pemerintah pun saat ini sedang melakukan finalisasi kebijakan terkait dengan pembatasan pada pelaku perjalanan, terutama perjalanan antarkota. Kebijakan tersebut, antara lain, meliputi persyaratan perjalanan dan mekanisme perjalanan dari dan ke tempat asal.
Pengambilan kebijakan ini dilakukan karena selama ini selalu ada tren kenaikan kasus penularan setelah libur panjang berlangsung. Masyarakat pun diimbau agar tidak melakukan perjalanan apabila tidak mendesak. Orang yang berasal dari daerah dengan risiko transmisi infeksi yang tinggi berpotensi membawa penyakit ke daerah yang dituju.
Semakin tinggi mobilitas, semakin tinggi risiko kita tertular atau lebih parah lagi menulari orang-orang yang kita sayangi.
”Dari penelitian yang dilakukan di China pada 2020 mengenai dampak mobilitas saat libur panjang Imlek, ditemukan pembatasan mobilitas antarkota dapat menekan peluang risiko penularan sebesar 70 persen dan pembatasan mobilitas dalam kota sebesar 40 persen. Ini juga perlu diikuti dengan monitoring dan evaluasi,” tutur Wiku.
Provinsi Bali menjadi salah satu daerah yang menerapkan pembatasan bagi pelaku perjalanan yang akan menuju ke Bali. Aturan itu tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 2021 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kegiatan Masyarakat selama Libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun Baru 2021 dalam Tatanan Kehidupan Era Baru di Provinsi Bali.
Dalam aturan itu disebutkan, pelaku perjalanan dalam negeri yang akan memasuki wilayah Bali yang menggunakan transportasi udara diwajibkan menunjukkan surat keterangan hasil uji swab berbasis PCR paling lama 2 x 24 jam sebelum keberangkatan.
Sementara itu, bagi pelaku perjalanan dengan kendaraan pribadi melalui transportasi darat dan laut wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif Covid-19 dengan pengujian rapid test antigen paling lama 2 x 24 jam sebelum keberangkatan.
Kepala Bidang Kesehatan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Alexander K Ginting menambahkan, pemerintah juga telah membuat aturan terkait dengan pelaksanaan protokol kesehatan selama libur akhir tahun. Masyarakat tidak dilarang untuk melakukan liburan, tetapi harus dipastikan tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan.
Selain Provinsi Bali, ia menyampaikan, empat provinsi lain dengan penambahan kasus konfirmasi positif dan kasus meninggal juga perlu menjadi perhatian dalam pembatasan perjalanan selama libur panjang. Provinsi ini adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.
”Setidaknya sudah ada aturan untuk Jakarta dan Bali. Semua pergerakan keluar masuk Jakarta dan Bali harus dipastikan memenuhi kriteria tidak bergejala dan menunjukkan rapid test antigen atau hasil swab PCR,” ujar Alexander.
Skema vaksinasi Covid-19
Dihubungi terpisah, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah saat ini masih membahas terkait dengan skema penerima program vaksinasi Covid-19 dari pemerintah. ”Masih terus dikaji dan dicermati dari berbagai aspek,” katanya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menetapkan jumlah target sasaran penerima vaksin Covid-19 sebanyak 107.206.544 orang atau 67 persen dari sekitar 160 juta penduduk usia 18-59 tahun. Dalam pelaksanaannya, sebanyak 32.158.276 orang akan mendapat vaksin melalui skema vaksin program yang dibiayai pemerintah dan 75.048.268 orang menjadi sasaran vaksin mandiri yang dibiayai secara pribadi.
Akan tetapi, Muhadjir seusai acara konferensi pers di Kementerian Sosial di Jakarta, Senin (15/12), mengatakan, target sasaran vaksinasi masih bisa berubah. Pemerintah masih mengevaluasi hal itu, termasuk dengan alokasi yang dibutuhkan untuk menanggung penerima vaksin program.
”(Aturan) belum final. Ini termasuk jumlahnya, jadi diperkirakan akan ada 182 juta yang jadi target sasaran dari sebelumnya 107 juta. Kemungkinan juga, tetapi masih tentatif, akan dibagi 50 (vaksin program), 50 (vaksin mandiri). Vaksin mandiri pun bisa dibayar sendiri atau juga jadi tanggung jawab pemberi kerja,” ujarnya.