Hasil Uji Klinis Vaksin Covid-19 Buatan Sinovac Dijadwalkan Sesuai Target
Proses uji klinis vaksin Covid-19 yang dikembangkan Sinovac Biotech, China, di Indonesia terus berjalan. Hasil sementara uji klinis menunjukkan vaksin tersebut aman atau tidak menimbulkan gejala klinis yang serius.
Oleh
PRADIPTA PANDU/SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hasil laporan akhir uji klinis vaksin Covid-19 dari Sinovac yang dilakukan di Universitas Padjadjaran, Bandung, dijadwalkan selesai sesuai target, yakni pada Oktober 2021. Sementara pada Januari 2021 baru selesai tahap uji imunogenisitas yang dilakukan pada 540 subyek penelitian.
Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Universitas Padjadjaran (Unpad) Kusnandi Rusmil dalam diskusi daring, Selasa (15/12/2020), mengatakan rangkaian uji klinis vaksin sesuai target yang ditetapkan. Awal penelitian dilakukan pada awal Agustus 2020 sekaligus melakukan perekrutan 540 subyek untuk uji imunogenisitas dan 1.620 subyek untuk uji efikasi.
Uji klinis vaksin Covid-19 dari Sinovac dosis pertama telah dilakukan kepada 1.620 sukarelawan atau subyek penelitian. Sementara dosis kedua telah disuntikkan kepada 1.601 sukarelawan. Adapun 19 sukarelawan lainnya tidak disuntik dosis kedua karena mengundurkan diri dan faktor lemahnya kondisi kesehatan.
Berdasarkan timeline uji klinis itu, tahap uji imunogenisitas yang dilakukan pada 540 subyek penelitian baru selesai pada Januari 2021. Setelah itu, pada Februari-Juli dilakukan visit terakhir subyek.
Pemeriksaan serologi dan analisis data dilakukan pada Agustus-September 2021 dan laporan akhir direncanakan selesai pada Oktober 2021. Namun, Kusnandi menyebut hasil akhir diperkirakan sudah bisa didapat pada April 2021.
”Interim report akan dilakukan pada bulan Januari 2021 untuk 540 subyek pertama. Jika diperlukan untuk emergency use of authorization (otoritas penggunaan darurat), itu kita bisa pakai,” ujarnya.
Dari uji imunogenisitas vaksin Sinovac yang dilakukan di Unpad, Kusnandi mengatakan hasil sementara tingkat keamanan vaksin ini tidak menunjukkan adanya gejala klinis serius. Akan tetapi, tingkat efikasi dan imunogenisitas vaksin belum didapatkan karena masih menunggu serangkaian tahap.
Vaksinolog dan dokter spesialis penyakit dalam, Dirga Sakti Rambe, menyampaikan, vaksinasi masih membutuhkan proses panjang. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) saat ini juga masih melakukan kajian. Vaksinasi tidak akan dilakukan sebelum keluar izin dari BPOM. Hal ini merupakan upaya untuk memastikan vaksin yang digunakan benar-benar aman dan efektif.
Menurut Dirga, setiap negara mempunyai kebijakan berbeda dalam memprioritaskan penerima vaksin. Indonesia memprioritaskan tenaga kesehatan sebagai penerima vaksin karena mereka merupakan garda terdepan dalam merawat pasien Covid-19.
”Khusus di Indonesia, vaksin juga diberikan kepada penduduk berusia 18-59 tahun atau pada orang sehat sebagai upaya pencegahan. Dalam konteks pandemi Covid-19, pasien Covid-19 yang sudah sembuh tidak menjadi sasaran prioritas karena dianggap sudah memiliki kekebalan,” ujarnya.
Meski vaksin menjadi salah satu instrumen penting mengendalikan pandemi, Dirga menegaskan protokol kesehatan tetap harus diterapkan secara konsisten. Selain itu, masyarakat diimbau agar berhati-hati mencari informasi terkait vaksin Covid-19.
Khusus di Indonesia, vaksin juga diberikan kepada penduduk berusia 18-59 tahun atau pada orang sehat sebagai upaya pencegahan.
”Masyarakat harus yakin, apabila sudah ada izin dari BPOM, vaksin itu nantinya sudah dipastikan keamanan dan efektivitasnya sehingga masyarakat tidak perlu ragu,” tuturnya.
Evaluasi rencana vaksinasi
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menegaskan pemerintah terus mengevaluasi rencana program vaksinasi Covid-19. Dari rapat dengan Presiden dan Wakil Presiden, keputusan alokasi program vaksin, baik bantuan pemerintah yang disediakan gratis maupun vaksin mandiri atau berbayar, masih dibahas.
”Masih terus dievaluasi tentang alokasi, berapa yang nanti harus ditanggung pemerintah dan berapa yang mandiri. Belum final, termasuk jumlahnya,” ujar Muhadjir saat bertemu media di Kementerian Sosial, Senin (14/12/2020) petang.
Namun, dari pembahasan terakhir, jumlah penerima vaksin sudah naik dan diperkirakan akan ada 182 juta penerima vaksin dari semula 107 juta orang. Soal komposisi program vaksin gratis dan berbayar juga diperkirakan berubah. ”Kemungkinan nanti, tetapi ini juga masih tentatif. Jadi kemungkinan 50-50 (persen),” kata Muhadjir.
Untuk program vaksin, Presiden Joko Widodo meminta agar program vaksinasi tersebut dilaksanakan rinci, terutama terkait bantuan pemerintah, mengingat waktu pelaksanaan vaksinasi massal sudah dekat. Kendati demikian, siapa yang akan menerima program gratis masih dipetakan.
”Itu sedang dipetakan. Mana yang nanti diberikan bantuan pemerintah dan mana yang mandiri. Mandiri bukan berarti dia bayar sendiri. Memang ada yang mandiri bayar sendiri, tetapi ada mandiri yang jadi tanggung jawab perusahaan atau pemilik di mana dia bekerja. Itu mesti dinegosiasi,” ujar Muhadjir.
Program vaksin diharapkan membantu pemulihan ekonomi. Karena itu, selain tenaga medis dan nonmedis yang terlibat dalam penanganan Covid-19, juga akan dipertimbangkan pihak yang mendapat vaksin gratis adalah masyarakat yang berada di ujung tombak pemulihan ekonomi.
”Itu yang sedang dipertimbangkan, misalnya pemberian vaksin kepada pedagang pasar, pelayan toko, karyawan, baik di perusahaan industri maupun usaha kecil menengah,” tambah Muhadjir.