Memprediksi Penularan Covid-19 dengan Angka Reproduktif
Pemetaan zona risiko tertular Covid-19 di Indonesia masih belum dapat menggunakan angka penyebaran penyakit atau angka reproduktif efektif. Hal ini disebabkan keterlambatan pelaporan pemeriksaan spesimen.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
Penggunaan angka reproduktif efektif atau angka penyebaran penyakit menjadi indikator penularan Covid-19. Namun, hal itu masih belum bisa digunakan di Indonesia lantaran keterlambatan pelaporan pemeriksaan spesimen dari setiap daerah. Karena itu, warga dianjurkan tetap waspada dan menjalankan protokol kesehatan meski berada di daerah yang dinyatakan sebagai zona hijau.
Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan, peta zonasi risiko penularan Covid-19 yang menggunakan estimasi angka reproduktif efektif (RT) saat ini tidak bisa dipakai di Indonesia. Keterlambatan laporan pemeriksaan spesimen Covid-19 menyebabkan data yang didapatkan menjadi tidak sempurna.
”RT baru bisa digunakan apabila hasil pemeriksaan laboratorium dapat dilaporkan idealnya 1 kali 24 jam. Sementara di Indonesia belum bisa memenuhi kriteria tersebut sehingga penggunaan RT tidak dapat diandalkan karena adanya keterlambatan laporan,” tuturnya di Jakarta, Selasa (4/8/2020).
Persoalan lain yang dihadapi saat ini adalah adanya pencatatan data yang tidak terlaporkan dan metode penghitungan kasus yang berbeda-beda di setiap daerah. Untuk itu, masyarakat yang berada di wilayah dengan zona risiko rendah atau zona hijau sekalipun tetap harus waspada akan penularan Covid-19.
Angka reproduktif efektif atau RT merupakan angka penyebaran kasus di suatu wilayah setelah sejumlah intervensi diberikan. Pada wilayah dengan RT kurang dari 1 dapat dinyatakan kasus penularan Covid-19 sudah terkontrol.
Dari data Kementerian Kesehatan, penambahan kasus yang terkonfirmasi positif Covid-19 masih tinggi di Indonesia. Dari 13.456 orang yang diperiksa dengan total 22.902 spesimen, terdapat penambahan kasus baru 1.922 orang pada 4 Agustus 2020. Dengan begitu, total kasus Covid-19 di Indonesia kini jadi 115.056 kasus dengan kasus kematian 5.388 orang dan kasus sembuh 72.050 pasien.
Penambahan kasus baru tertinggi dilaporkan terjadi di Jawa Timur (430 kasus), DKI Jakarta (410 kasus), Kalimantan Selatan (119 kasus), Sulawesi Selatan (117 kasus), dan Jawa Barat (94 kasus). Sementara secara akumulatif, kasus tertinggi tercatat di Jawa Timur (22.324 kasus), DKI Jakarta (21.767 kasus), Jawa Tengah (9.659 kasus), Sulawesi Selatan (9.552 kasus), dan Jawa Barat (6.584 kasus).
”Perubahan perilaku menjadi kunci utama menanggulangi penularan Covid-19. Jadi, jangan tanyakan kapan pandemi akan berakhir, tetapi tanyakan kepada diri kita kapan bisa disiplin pakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan,” kata Wiku.
Tim pakar sosial budaya Satuan Tugas Covid-19, Meutia Hatta, secara terpisah memaparkan, penerapan protokol kesehatan terkait pencegahan Covid-19 sebaiknya dijadikan sebagai kebiasaan baru masyarakat. Meski tidak mudah, hal ini dinilai penting karena dapat memberikan dampak baik bagi kehidupan di masa kini dan masa mendatang.
Jangan tanyakan kapan pandemi akan berakhir, tetapi tanyakan kepada diri kita kapan bisa disiplin pakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan.
”Untuk mengubah kebiasaan baru menjadi kebudayaan baru butuh waktu yang tidak sebentar. Hukuman mungkin bisa diberikan, tetapi itu tidak akan efektif karena yang penting adalah masyarakat bisa paham akan hal yang dilakukannya,” katanya.