PSBB Serentak Bisa Cegah Potensi Covid-19 Gelombang Kedua
Beberapa negara sedang menghadapi ancaman infeksi Covid-19 gelombang kedua, seperti China dan Korea Selatan. Pembatasan sosial berskala besar secara serentak dinilai bisa menghambat ancaman pandemi gelombang kedua.
Oleh
sekar gandhawangi
·4 menit baca
Pembatasan sosial berskala besar atau PSBB yang dilakukan serentak di seluruh Indonesia dinilai bisa menekan infeksi virus SARS-CoV-2. Selain sebagai upaya melandaikan kurva kasus infeksi per hari, PSBB dapat mencegah potensi penyebaran Covid-19 gelombang kedua di Indonesia.
Beberapa negara yang sedang menghadapi ancaman infeksi Covid-19 gelombang kedua adalah China dan Korea Selatan. Sebelumnya, kurva kasus baru di kedua negara melandai. Artinya, jumlah kasus baru Covid-19 menurun dan masa puncak pandemi telah lewat.
Kendati demikian, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada akhir Maret 2020 mengingatkan bahwa pandemi di Asia belum selesai. “Tantangannya sekarang adalah mencegah munculnya kasus-kasus baru. Ini akan jadi pertarungan yang panjang (melawan pandemi),” kata perwakilan WHO Tarik Jasarevic, seperti dikutip dari The Guardian.
Komisi Kesehatan Nasional China melaporkan 35 kasus baru pada 1 April 2020. Semuanya merupakan kasus impor (Kompas.id, 2/4/2020).
China juga melaporkan adanya 55 kasus positif baru tanpa gejala. Secara total, ada 1.075 kasus saat itu dan semuanya diawasi tenaga medis. Dari jumlah tersebut, sebanyak 226 kasus merupakan kasus impor.
Sebelumnya, pada 18 Maret 2020, China melaporkan 34 kasus baru yang berasal dari orang-orang yang kembali ke China. Menyikapi hal tersebut, Pemerintah China mengurangi penerbangan internasional secara drastis. Hanya ada 134 penerbangan internasional yang diizinkan beroperasi dalam seminggu. Ini agar penduduk dan pelajar China di luar negeri dapat pulang ke negaranya.
Pendatang di China kemudian akan diawasi dengan ketat. Mereka diminta melaporkan suhu tubuh setiap hari dan dilacak keberadaannya melalui fitur di ponsel pintar. Dengan upaya itu, ancaman kasus baru Covid-19 masih ada. pada 17 April 2020, ada 357 kasus baru di China.
Tantangannya sekarang adalah mencegah munculnya kasus-kasus baru. Ini akan jadi pertarungan yang panjang.
Sementara itu, menurut perhitungan Johns Hopkins University per 19 April 2020, tren kasus baru di sejumlah negara masih akan meningkat. Dari 10 negara dengan kasus Covid-19 tertinggi di dunia, sembilan di antaranya masih akan mengalami peningkatan kasus baru. Sembilan negara yang dimaksud adalah Amerika Serikat, Italia, Spanyol, Perancis, Inggris, Belgia, China, Jerman, dan Belanda. Hanya Iran yang menunjukkan tren penurunan kasus baru.
Adapun Singapura semula dapat mengendalikan pandemi kini menghadapi tantangan baru. Pada 20 April 2020, Singapura mencatat ada 1.426 kasus Covid-19 baru sehingga total kasus nasional adalah 8.014 kasus. Kenaikan kasus ini dipengaruhi oleh pekerja asing yang terinfeksi di asrama pekerja.
PSBB
Munculnya kasus baru Covid-19 di negara yang kurva kasusnya melandai dinilai wajar. Ahli epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif, mengatakan, hal ini perlu diantisipasi dengan pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang ketat.
”PSBB pada prinsipnya mengurangi pergerakan orang dan interaksi sosial. Jika ini dilakukan dengan ketat, akan meminimalkan munculnya kasus baru,” kata Syahrizal saat dihubungi dari Jakarta, Senin (20/4/2020).
Pergerakan orang di dalam dan luar negeri yang sedang menghadapi pandemi juga perlu diawasi. Pengawasan perlu dilakukan di perbatasan wilayah darat, udara, dan laut. Pendatang yang masuk ke wilayah pun perlu dipantau suhu tubuhnya selama 14 hari dan melakukan karantina mandiri.
Menurut Syahrizal, berdasarkan ilmu epidemiologi, kasus Covid-19 perlu diperlakukan sebagai kejadian luar biasa (KLB), terlebih di wilayah yang sebelumnya belum pernah melaporkan kasus positif. Ini karena Covid-19 merupakan penyakit baru. Prinsip dasar pencegahan KLB harus dilakukan di semua provinsi di Indonesia.
PSBB dinilai sebagai cara menekan penyebaran Covid-19 secara masif. Namun, PSBB tidak dapat dilakukan secara parsial di ”zona merah” saja. Persetujuan Kementerian Kesehatan untuk memberlakukan PSBB di daerah dinilai tidak perlu.
”Saya kurang sepakat dengan penolakan terhadap daerah yang mengajukan PSBB. Kabupaten/kota yang ingin melakukan PSBB merupakan inisiatif yang baik. Ini merupakan upaya pencegahan lebih awal sehingga pengajuan PSBB jangan ditolak (oleh Kemenkes). Kita mesti belajar dari kasus baru yang muncul di dunia. Kasus-kasus yang ada hanya berasal dari 1-2 orang saja, misalnya di Italia, begitu pula di Korea Selatan,” tutur Syahrizal.
PSBB yang hanya dilakukan di episentrum Covid-19 dinilai akan membawa masalah baru. Pengendalian pandemi di 34 provinsi tidak akan merata. Hal ini dapat menghambat upaya melandaikan kurva kasus baru.
Tren penurunan kasus
Berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta, jumlah kasus Covid-19 turun selama beberapa hari terakhir. Pada Kamis (16/4/2020), tercatat ada 196 kasus positif baru. Angka ini menurun jadi 154 kasus pada Jumat (17/4), 109 kasus pada Sabtu (18/4), 108 kasus pada Minggu (19/4), dan 79 kasus pada Senin (20/4).
Membaca tren penurunan ini perlu dilakukan secara hati-hati. Syahrizal mengatakan, suatu wabah dikatakan menurun apabila angka kasusnya turun selama tujuh hari berturut-turut. Jika tren ini bisa dipertahankan hingga 14 hari, wabah disebut terkendali. Sementara itu, jika tren bertahan lebih dari 14 hari, wabah bisa dikatakan hampir selesai.
”Masih terlalu dini untuk menyatakan wabah turun di Jakarta. Kita lihat lagi trennya tiga hari ke depan,” kata Syahrizal.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan, pandemi hanya dapat dicegah dengan sikap disiplin, yakni disiplin mengenakan masker, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan. Hal ini perlu dilakukan bersama-sama dan secara terus-menerus.
”Sikap gotong royong sangat dibutuhkan dalam kondisi seperti saat ini. Apabila ada warga bergejala Covid-19 yang mengisolasi diri, kita harus saling bantu dan tidak mengucilkannya. Kita juga dapat membantu tetangga dengan membeli produk yang dijual. Keberhasilan ini tergantung peran serta masyarakat, kerja sama RT/RW, dan desa,” papar Achmad menjelaskan.