Pemerintah Tegaskan Kenaikan Iuran JKN Tetap Berlaku
Pemerintah memutuskan tetap memberlakukan kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat, termasuk untuk peserta pekerja bukan penerima upah.
Oleh
Caecilia Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah kementerian terkait satu suara untuk tetap memberlakukan kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat, termasuk untuk peserta pekerja penerima bukan upah atau peserta mandiri. Jika ada persoalan implementasi Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan, pemerintah berjanji menyelesaikannya secara bertahap.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyampaikan hal tersebut seusai menggelar rapat koordinasi lintas kementerian terkait Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), Senin (17/2/2020) malam, di Jakarta.
Rapat koordinasi yang berlangsung sejak sekitar pukul 17.00 itu dihadiri antara lain Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, dan Menteri Sosial Juliari P Batubara. Namun, tiga menteri tersebut enggan diwawancara wartawan seusai rapat sekitar pukul 19.30.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pernyataan hasil rapat akan satu pintu disampaikan Muhadjir Effendy. ”Rapat koordinasi petang ini untuk menyatukan suara pemerintah. Besok, Selasa (18/2/2020), akan ada rapat dengar pendapat dengan DPR mengenai jaminan kesehatan,” kata Muhadjir.
Salah satu substansi yang ditentang sejumlah pihak dan DPR adalah Pasal 34 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019. Hal itu disebabkan kenaikan iuran tersebut dinilai memberatkan pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan dikhawatirkan menurunkan kemampuan membayar.
Rapat koordinasi petang ini untuk menyatukan suara pemerintah. Besok Selasa (18/2/2020) akan ada rapat dengar pendapat dengan DPR mengenai jaminan kesehatan.
Peraturan itu menyangkut kenaikan iuran peserta PBPU atau peserta mandiri. Sebagai gambaran, nilai iuran peserta kelas tiga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per orang per bulan. Sementara iuran peserta kelas dua naik menjadi Rp 110.000, dan iuran peserta kelas satu naik menjadi Rp 160.000.
Penerima bantuan iuran
Muhadjir menegaskan, pemerintah tak akan mengubah sikap meski masyarakat dan DPR memprotes kenaikan iuran PBPU, utamanya peserta kelas tiga. Dalam rapat koordinasi lintas kementerian, pihak Kementerian Sosial mengklaim pembersihan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) telah selesai. Apabila ada peserta kelas tiga masuk ke DTKS, pemerintah akan menarik mereka menjadi peserta penerima bantuan iuran (PBI).
”Kuota PBI sesuai APBN tetap 96 juta orang. Kami pastikan datanya tidak berubah,” katanya. Semua keberatan terhadap Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 akan ditampung. Namun, pemerintah tidak akan mengikuti kemauan semua pihak yang keberatan karena dikhawatirkan terjadi dampak berantai.
Muhadjir menambahkan, pemerintah telah mengkaji manfaat dan mudarat implementasi Perpres No 75/2019. Kebijakan yang dibuat, di luar Perpres No 75/2019, tidak akan bisa menyenangkan semua pihak.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi B Sukamdani mengatakan, sejumlah pengusaha sebagai pemberi kerja mengeluhkan beban tambahan atas kenaikan iuran yang ditetapkan pemerintah. Beban itu dirasakan pengusaha yang memiliki pekerja dengan upah lebih dari Rp 8 juta (Kompas, 19/12/2019).
Pada rapat kerja 20 Januari 2020, Komisi IX DPR tetap menyatakan menolak kenaikan iuran peserta mandiri kelas III. Sementara Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, layanan JKN-KIS masih diwarnai sejumlah persoalan, misalnya ketiadaan kemudahan akses mendapatkan ruang perawatan dan peserta disuruh membeli obat sendiri.