Gangguan kepribadian ambang atau Borderline Personality Disorder penting dikenali ciri-cirinya dan segera ditangani. Jika dibiarkan atau tak ditangani tepat, maka ada potensi muncul perilaku berbahaya.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Gangguan kepribadian ambang atau borderline personality disorder penting dikenali ciri-cirinya dan segera ditangani. Jika dibiarkan atau ditangani dengan cara tak tepat, ada potensi munculnya perilaku berbahaya, mulai dari melukai diri sendiri hingga percobaan bunuh diri.
Hal itu disampaikan psikolog sekaligus dosen Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, Christine Wibhowo, pada diskusi ”Kepribadian Ambang” di Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (25/10/2019). Dalam diskusi itu, ditekankan pentingnya lingkungan, termasuk orangtua, untuk mencegah gangguan sejak dini.
Christine menjelaskan, kepribadian ambang secara umum merupakan kondisi di antara sehat dan tidak sehat secara psikis. ”Selama ini kurang populer karena sebelumnya, psikolog menggolongkan orang berkepribadian ambang pada dua kondisi saja, waras atau gila. Padahal, ini di tengah-tengah dan penanganannya khusus,” ujarnya.
Menurut standar internasional, termasuk dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM), ada sembilan kriteria kepribadian ambang. Pertama, takut dalam kesendirian. Kemudian, hubungan interpersonal yang tak stabil, impulsif, tingkat kepercayaan diri yang tak stabil, melukai diri sendiri, suasana hati yang mudah berubah, pikiran kosong, emosional, dan paranoid.
Christine menuturkan, seseorang berusia 18 tahun ke atas dan memiliki lima dari sembilan kriteria tersebut dapat dikatakan berkepribadian ambang. ”Minimal lima kriteria itu terpenuhi. Kalau di bawah lima, berarti tidak. Adapun penyebabnya bisa faktor biologi, kehidupan masa kecil, dan kehidupan masa dewasa,” katanya.
Salah satu hal yang harus dilakukan orang berkepribadian ambang adalah mencari bantuan kepada pihak yang dianggap mampu. Permasalahan pun agar tidak dipendam sendiri. Apabila kondisi itu dibiarkan, bisa bergeser ke depresi serta memunculkan perilaku melukai diri sendiri dan percobaan bunuh diri.
Secara sederhana, gejala kepribadian ambang dapat dilihat misalnya dari senang dan benci pada seseorang dalam waktu bersamaan. ”Contoh lainnya adalah seseorang yang sering kawin-cerai serta terjerat narkoba secara berulang. Meski sudah dihukum dan direhabilitasi, tetapi tetap kembali memakai narkoba,” ujar Christine.
Gejala kepribadian ambang dapat dilihat misalnya dari senang dan benci pada seseorang dalam waktu bersamaan.
Beda dengan bipolar
Ia menambahkan, kepribadian ambang berbeda dengan bipolar disorder atau gangguan bipolar. Perilaku kepribadian ambang bisa terjadi sangat cepat dan waktu yang tak dapat diprediksi. Sementara bipolar lebih pada mengikuti suasana hati, dengan masa tertentu, yang setiap masanya cenderung lebih lama ketimbang kepribadian ambang.
Christine, yang meraih gelar doktor dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2019 dengan disertasi tentang kepribadian ambang, mengatakan, saat ini pihaknya mencoba mengukur prevalensi gangguan itu melalui tes melalui daring. ”Masih saya teliti, tetapi memang ada peningkatan, dilihat dari perilaku-perilaku, seperti kawin-cerai,” katanya.
Dekan Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata M Sih Setija Utami mengatakan, kepribadian ambang termasuk dalam psikologi klinis yang membahas berbagai macam permasalahan individu. Kepribadian ambang sebenarnya ada di tengah-tengah masyarakat, tetapi tidak terlalu banyak mendapat perhatian.
Hal itu antara lain karena perilaku yang ditunjukkan orang berkepribadian ambang tak terlalu ekstrem. ”Tak seperti gangguan klinis skizofrenia dan psikosis, di mana orang dengan gangguan klinis itu tidak bisa diajak bicara realita. Namun, sebenarnya kepribadian ambang juga mengganggu dan mesti ditangani,” ujar Sih.
Wakil Rektor I Bidang Akademik Unika Soegijapranata Cecilia Titiek Murniati menuturkan, diskusi tentang berbagai masalah yang selama ini pemecahannya belum terungkap secara eksplisit, seperti kepribadian ambang, merupakan hal penting. Selain perihal kepedulian akan lingkungan sekitar, juga untuk mengasah daya berpikir kritis mahasiswa.