Tolak Plastik Sekali Pakai, 49 Kolaborator Arak “Monster Plastik”
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Guna mendorong pelarangan penggunan plastik sekali pakai, 49 kolaborator mengarak replika “Monster Plastik”. Aksi tersebut sebagai bentuk dorongan kepada masyarakat, pemerintah dan korporasi untuk menghentikan penggunaan plastik sekali pakai tersebut.
Replika monster sampah buatan 49 kolaborator dari pegiat lingkungan dan pemerintah tersebut diperkenalkan di Pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta, Sabtu (20/7/2019) pagi. Bentuknya menyerupai ikan dengan dimensi sekitar 3 x 5 x 2 meter. Bahan dasar monster tersebut berasal dari plastik industri maupun rumah tangga yang sebagian besar diambil dari laut.
“Pada dasarnya, perilaku sehari-hari kita diibaratkan telah menciptakan monster sebesar ini,” kata Ketua Harian Pandu Laut Nusantara, Prita Laura.
Monster sampah plastik tersebut rencananya akan diarak pada Car Free Day (CFD) Minggu (21/7/2019) pagi. Arak-arakan akan dimulai dari kawasan Bundaran Hotel Indonesia (HI) hingga kawasan Monumen Nasional (Monas). Acara tersebut akan diramaikan oleh Kaka Slank, Ridho Slank dan Naficula. Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti juga dijadwalkan hadir.
Pendiri Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik Tiza Mafira mengatakan, setidaknya sudah ada sekitar 1.000 partisipan yang mendaftar dalam arak-arakan itu. Aksi tersebut akan memberikan gambaran seberapa banyak penolakan terhadap penggunaan plastik sekali pakai oleh masyarakat. Komitmen individu dari peserta aksi akan ditampilkan.
“Ini bentuk selebrasi dan dorongan kepada pemerintah untuk melarang plastik sekali pakai,” katanya.
Menurutnya, satu monster plastik yang mereka buat setidaknya sepadan dengan 500 kilogram sampah plastik. Jika dibandingkan dengan total sampah plastik yang dihasilkan di DKI Jakarta, artinya ada sekitar 2.250 monster plastik setiap harinya.
Bagi para korporasi, Tiza mendorong agar rancangan penggunaan plastik sekali pakai ditinjau ulang. Menurutnya, sangat tidak bijak menggunakan plastik sekali pakai yang daya tahannya sampai ratusan tahun untuk kemasan produk.
“Plastik mesti dikembalikan kepada fungsinya, harus digunakan untuk sesuatu yang bisa dipakai terus menerus,” katanya.
Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi mengatakan, perlu kesadaran bersama untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Tidak hanya masyarakat dan pemerintah tapi korporasi juga harus bertanggung jawab. Sebab, permintaan produk mereka cenderung terus tumbuh.
“Salah satu strategi yang paling mungkin mereka lakukan dengan meningkatkan produksi daur ulangnya,” katanya.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi menjelaskan, sebenarnya sudah ada banyak regulasi yang bisa menyelamatkan Indonesia dari darurat sampah plastik, sayangnya hal itu tidak dioptimalkan.
Misalnya tentang kewajiban produsen dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga.
“Produsen harus bertanggung jawab terhadap produknya yang tidak mudah terurai. Hal itu belum bisa diterapkan karena belum ada aturan teknisnya,” ujarnya.