JAKARTA, KOMPAS — Masa uji coba rujukan daring Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat atau JKN-KIS segera memasuki fase ketiga. Pada fase ini, fasilitas kesehatan tingkat pertama bisa mengetahui kapasitas fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut sebelum merujuk pasien. Fitur ini akan menghindari terjadinya penumpukan pasien di rumah sakit tertentu.
Uji coba sistem rujukan daring JKN-KIS berlangsung sejak 15 Agustus 2018 hingga 30 September 2018. Masa uji coba dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase pengenalan pada 15-31 Agustus, fase penguncian 1-15 September, dan fase pengaturan 16-30 September.
Deputi Direksi Bidang Pelayanan Peserta Kesehatan BPJS Arief Syaefuddin menjelaskan, pada fase pengaturan, ada beberapa perubahan. Pertama, keberadaan fitur informasi kapasitas rumah sakit rujukan (fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut/FKRTL).
Rumah sakit mengisi data kapasitas dan ketersediaan dokter spesialis di sistem informasi fasilitas kesehatan (HFIS) yang terhubung dengan aplikasi P-Care di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) secara langsung. Dengan demikian, FKTP bisa merekomendasikan rumah sakit terdekat yang sesuai kebutuhan dan kapasitasnya masih tersedia.
”Informasi ini akan mengurangi antrean panjang di rumah sakit sehingga pasien mendapatkan pelayanan optimal,” kata Arief di Jakarta, Jumat (14/9/2018).
Agar fitur ini bisa berjalan baik, Arief berharap rumah sakit secara kontinu memperbarui data kapasitasnya di HFIS. Hingga saat ini, rumah sakit yang sudah mengisi data ketersediaan dokter spesialis/subspesialis dan sarana/prasarana di HFIS mencapai 98 persen. Sementara itu, pengisian data kapasitas oleh rumah sakit mencapai 90 persen.
Perubahan selanjutnya pada fase ini adalah pilihan rumah sakit rujukan. Pilihan rujukan ke rumah sakit kelas B baru akan muncul jika kapasitas rumah sakit kelas C dan D sudah penuh (80 persen, di luar pasien umum dan kontrol ulang). Hal ini dilakukan untuk memastikan distribusi pasien merata. Namun, kebijakan ini tidak berlaku bagi pasien dengan kasus khusus, seperti kanker, hemodialisa, hemofilia, dan tuberkulosis yang bisa langsung dirujuk ke rumah sakit kelas A dan B.
”Kebijakan ini tentu ada konsekuensinya. Ada potensi ketidaknyamanan sementara bagi pasien karena dirujuk ke rumah sakit yang berbeda dari sebelumnya. Namun, ini untuk pelayanan yang lebih baik. Rumah sakit rujukan disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kapasitas yang tersedia agar tidak terjadi penumpukan pasien,” tuturnya.
Menurut Arief, selama fase kedua, ada sejumlah kemajuan yang dialami, yaitu bertambahnya pilihan FKTP dalam merujuk ke FKRTL penerima rujukan sesuai kompetensi, jarak, sarana/prasarana, dan kebutuhan medis.
Selain itu, data HFIS di FKRTL semakin lengkap, mulai dari ketersediaan dokter spesialis/subspesialis, sarana/prasarana, hingga jadwal praktik. Peserta juga semakin mudah dalam mengakses pelayanan kesehatan sesuai kondisi medis.
Arief menambahkan, memasuki fase ketiga, akan dilakukan penyempurnaan, khususnya pada aplikasi P-Care di FKTP dan V-Claim di FKRTL. Pada aplikasi P-Care, akan dioptimalkan mekanisme pencarian FKRTL menggunakan kapasitas sesuai kompetensi, rujukan kondisi khusus menampilkan riwayat pelayanan di FKRTL sebelumnya, dan penambahan informasi masa berlaku surat rujukan. Untuk aplikasi V-Claim, juga akan ada penambahan informasi berlaku surat rujukan.
”Dengan adanya uji coba ini, diharapkan sistem rujukan daring semakin baik sehingga bisa diterapkan pada 1 Oktober 2018,” ujarnya.
Direktur Rumah Sakit Hermina Kemayoran Lies Nugrohowati mengatakan, pihaknya berkomitmen memperbarui data di HFIS secara kontinu. Adanya kebijakan ini tidak hanya memudahkan pasien, tetapi juga memudahkan rumah sakit dalam mengatur kapasitas.
Terkait rujukan daring yang mengedepankan rujukan ke rumah sakit terdekat, Lies mengharapkan, ada kebijakan khusus bagi pengidap penyakit seperti talasemia dalam memilih rumah sakit. Pengidap talasemia umumnya punya komunitas untuk saling menguatkan dan mereka berobat ke rumah sakit pusat tertentu. ”Mereka bisa berobat ke rumah sakit lintas regional. Mungkin itu bisa dibantu,” ujarnya.
Sistem rujukan daring merupakan upaya dari BPJS dalam memberikan kemudahan dan kepastian kepada peserta saat dirujuk. Pada sistem ini, data di FKTP dan FKRTL saling terintegrasi.
Pasien dimudahkan karena pelayanan rujukan menjadi lebih cepat. Proses administrasi saat rujukan lebih efisien karena data pasien tidak perlu di-input ulang saat pendaftaran, termasuk data diagnosis penyakit yang diidap. Pasien juga mendapatkan kepastian layanan karena dirujuk ke rumah sakit yang sesuai kebutuhan dan tidak ada penumpukan pasien.
Hingga saat ini, dari 22.518 FKTP yang bermitra dengan BPJS, sebanyak 19.985 FKTP atau 88,8 persen sudah menerapkan rujukan daring. Sementara itu, FKRTL yang sudah bermitra dengan BPJS mencapai 2.434. (YOLA SASTRA)