JAKARTA, KOMPAS – Selama ini pemerintah mengharapkan rumah sakit swasta memiliki kontribusi sama dengan rumah sakit pemerintah dalam menyukseskan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat. Namun, dukungan pemerintah terhadap rumah sakit swasta dinilai tidak maksimal.
Hal itu ditegaskan oleh Ketua Kompartemen JKN Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Fajaruddin Sihombing pada salah satu sesi diskusi dalam Indonesia Development Forum yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu (11/7/2018).
Fajaruddin mengatakan, regulasi yang mengatur rumah sakit di Indonesia secara nasional, baik rumah sakit swasta maupun pemerintah, sama. Namun, dukungan pemerintah terhadap keduanya berbeda. Jika pemerintah ingin swasta lebih berperan dalam program JKN-KIS, maka sepatutnya pemerintah juga memberikan dukungan yang setara kepada rumah sakit swasta.
Ia mencontohkan, dalam pengadaan obat. Selain bisa mengakses katalog elektronik (e-catalogue), RS pemerintah bisa ikut membeli secara elektronik (e-purchasing) obat-obat dalam daftar Formularium Nasional (Fornas). Sementara RS swasta hanya bisa melihat katalog elektronik. Baru tahun ini rumah sakit swasta diberi kesempatan untuk bisa melakukan pembelian elektronik.
Contoh lain adalah ketersediaan tenaga kesehatan di daerah. Kadang investor yang membangun RS baru kesulitan mencari tenaga kesehatan seperti dokter spesialis, dokter, perawat, dan lain-lain. “Gedung bisa dibangun. Alat kesehatan bisa dibeli. Tapi kalau tidak ada tenaga kesehatannya percuma,” kata Fajaruddin.
Gedung bisa dibangun. Alat kesehatan bisa dibeli. Tapi kalau tidak ada tenaga kesehatannya percuma.
Di daerah, ada kasus seorang dokter yang sudah dikontrak untuk RS swasta terpaksa harus bekerja tiga hari dalam seminggu di RS pemerintah sebagai syarat diterbitkannya Surat Izin Praktik (SIP) oleh pemerintah daerah setempat. Setelah bekerja di RS pemerintah, ternyata insentifnya malah telat dibayarkan.
Oleh karena itu, Fajaruddin berharap rumah sakit juga dijadikan wahana dalam program wajib kerja dokter sehingga rumah sakit swasta tidak terlalu sulit untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatannya.
Fajaruddin juga menambahkan, ada tiga hal yang penting bagi rumah sakit swasta yang bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, yakni kecukupan pembayaran, kecepatan pembayaran, dan keberlangsungan layanan. Jika tiga hal ini terganggu maka yang dipertaruhkan adalah mutu layanan yang akan diterim pasien.
Selama ini, kecukupan dan kecepatan pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan masih belum optimal. Pembayaran klaim rumah sakit masih ada yang tersendat. Ini menjadi hambatan bagi investasi.
Terus tumbuh
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Bambang Wibowo, menyatakan, sejak program JKN-KIS diimplementasikan 1 Januari 2014 fasilitas kesehatan terus tumbuh. Ada sekitar 90 rumah sakit baru per tahun yang sebagian besar adalah rumah sakit swasta.
Pada tahun 2014, Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan ada 18.437. Jumlah itu meningkat 18 persen menjadi 21.763 tahun 2017. Begitu juga dengan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) yang tahun 2014 sebanyak 1.681 bertambah menjadi 2.292 atau naik 36 persen.
Salah satu upaya dukungan pemerintah terhadap rumah sakit swasta adalah pengklasifikasian kelompok diagnosis dalam sistem tarif rumah sakit Indonesia Case Base Groups (INA-CBGs).
Kepala Subbidang Belanja Bantuan Sosial Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Irma Marlina menambahkan, dukungan pemerintah terhadap swasta dalam JKN-KIS bisa dilakukan dengan menyesuaikan tarif INA-CBGs agar sesuai dengan keekonomian. Dengan demikian, selain keberlanjutan JKN-KIS terjamin, kualitas layanan kesehatan yang diberikan pun bisa meningkat.
Selain itu, kerja sama antara pemerintah dengan swasta bisa dilakukan dalam membangun RS dan klinik di daerah terpencil. Kerja sama juga bisa dirintis dengan perusahaan asuransi swasta. Mereka juga bisa berperan dalam menyukseskan JKN-KIS.
Asisten Deputi Direksi Bidang Utilisasi dan anti Fraud BPJS Kesehatan, Elsa Novelia, menyampaikan, dengan jumlah peserta JKN-KIS hampir 200 juta masih dibutuhkan 1.180 FKTP dan 121 FKRTL. Itu merupakan peluang bagi swasta. Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Banten, dan DKI Jakarta merupakan provinsi dengan target penambahan rumah sakit terbanyak.