Rekening Hasil Jual Beli Menopang Judi ”Online”
(Tulisan 12 dari 19). Judi daring merebak di Indonesia berkat praktik jual-beli rekening bank warga. Tahun 2023, ada 12.079 rekening warga yang dijadikan penampung uang deposit judi senilai puluhan triliun rupiah.
Sejak akhir Oktober lalu, tim Kompas menyelisik lika-liku perjudian daring di Indonesia. Salah satu temuan penting, praktik jual-beli rekening sudah menjadi bisnis tersendiri.
Banyak rekening bank beridentitas asli dibeli oleh sindikat judi daring dari masyarakat untuk dijadikan rekening samaran penampung uang deposit pemain judi. Rekening-rekening dari berbagai bank di Indonesia itu menjadi kanal transaksi yang terdepan ditampilkan di situs-situs judi. Rekening-rekening bank itulah yang menjadi tulang punggung beroperasinya judi online sehingga bisa meraup pasar pejudi di Indonesia. Berikut ini penelusuran tim Kompas.
Malam itu, Senin (30/10/2023), di tempat yang disepakati, Agus muncul dengan mengenakan kaus oblong, topi, dan celana pendek selutut. Gerak-geriknya sedikit canggung. Kami janji bertemu sekitar pukul 20.00 di depan sebuah minimarket di kawasan Pademangan, Jakarta Utara.
Baca juga: WNI Kendalikan Judi ”Online” dari Kamboja
Setelah berkenalan singkat, ia lalu duduk di sebuah bangku panjang. Tak sampai lima menit, dari kantong celananya, Agus merogoh sebuah buku tabungan BCA dan kartu ATM, lalu segera menyorongkannya.
”Ini ditutupin aja ya, biar.... Satu doang butuhnya?” tanyanya.
Ini ’ditutupin aja’ ya, biar.... Satu doang butuhnya.
Agus menjual rekening itu seharga Rp 500.000, sudah termasuk buku tabungan dan kartu ATM berikut PIN. Saat dicek di ATM, rekening masih aktif. Agus juga sempat menawarkan beberapa rekening bank di Indonesia lainnya yang masih tersedia. Nama-nama bank besar di Indonesia ia sebutkan.
Baca juga: Perjalanan Mendebarkan ke Pusat Judi ”Online”
Agus mengaku, dia menyediakan rekening bank untuk berbagai keperluan, khususnya judi daring. Banyak situs judi menggunakan rekening yang dibeli dari masyarakat tersebut untuk menampung uang deposit yang disetor pemain judi. Rekening-rekening itulah yang dicantumkan di situs judi daring.
Uang deposit (depo) adalah setoran saldo sejumlah uang yang ditransfer ke rekening (deposit) yang tercantum di situs judi sebelum seseorang mulai bermain judi. Besarnya uang depo bervariasi, mulai dari Rp 5.000 hingga jutaan rupiah.
Setelah pemain mentransfer sejumlah uang ke rekening deposit tersebut, jumlah nominalnya lalu tercatat di akun para pemain di situs judi. Contoh, saat pemain mentransfer Rp 100.000 ke rekening deposit, di akunnya akan terisi dan tercantum saldo Rp 100.000 juga.
Rekening deposit yang menjadi penampung awal uang deposit tersebut diistilahkan sebagai rekening level ”bandar angkringan”. Dari situ uang yang terkumpul kemudian disetorkan ke bandar-bandar di level berikutnya.
Ribuan rekening
Rekening-rekening penampung uang deposit di level ”bandar angkringan” tersebut juga terpantau Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Berdasarkan laporan dari pihak perbankan sepanjang tahun 2023, PPATK mendeteksi ada 12.079 rekening penampungan deposit judi daring. Ribuan rekening itu yang disinyalir dihimpun dari masyarakat melalui praktik jual-beli.
Danang Tri Hartono, Pelaksana Tugas Deputi Analisis dan Pemeriksaan Direktur Analisis dan Pemeriksaan II PPATK, menyebutkan, sejauh ini arus penyetoran uang judi dari level bandar terbawah (”angkringan”) terdeteksi berlangsung hingga ke bandar di lapis ketujuh.
Selain itu, PPATK juga mendapat laporan dari penyelenggara dompet digital yang melaporkan sebanyak 7.577 dompet digital yang juga digunakan sebagai sarana serupa, yakni penampung deposit judi daring.
Baca juga: Menemukan “Indonesia Kecil” di Sihanoukville, Kamboja
Berdasarkan laporan analisis PPATK, pada kurun waktu tahun 2022-2023 saja, total uang deposit yang diraup oleh situs-situs judi dari masyarakat Indonesia yang bermain judi mencapai Rp 34.512.310.353.834 (Rp 34,5 triliun). Jumlah itu berasal dari 3.295.310 (3,3 juta) orang Indonesia yang berpartisipasi dalam permainan judi daring dalam kurun waktu yang sama.
Pada Oktober lalu, PPATK menyebutkan, 2,19 juta pejudi di Indonesia bertaruh di bawah Rp 100.000. Berdasarkan identifikasi PPATK, mereka berkategori masyarakat berpenghasilan rendah, seperti pelajar, buruh, petani, ibu rumah tangga, dan pegawai swasta.
Saat ini PPATK telah menghentikan sementara transaksi atas 1.322 pihak yang terdiri atas 3.236 rekening, dengan total nilai saldo yang dihentikan transaksinya tersebut mencapai Rp 138 miliar. Penghentian sementara transaksi dilakukan ke semua rekening yang menerima aliran dana dari hasil perjudian daring, baik langsung maupun tidak langsung.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan, sejauh ini pihak yang menyampaikan surat keberatan atas pemblokiran tersebut kepada PPATK tidak lebih dari 1 persen. Pada umumnya pihak yang menyampaikan keberatan tersebut mengaku rekeningnya telah dipindahtangankan kepada orang lain.
Hal tersebut mengindikasikan, pemblokiran oleh PPATK sudah tepat sasaran, yakni rekening yang memang terkait aktivitas ilegal judi daring.
Baca juga: Situs Judi Populer Masih Aktif
Berdasarkan hasil analisis PPATK, total nominal transaksi keuangan yang terkait dengan judi daring antara tahun 2017-2023 lebih dari Rp 500 triliun. Perputaran dana tersebut meliputi uang taruhan, pembayaran kemenangan, biaya penyelenggaraan perjudian, transfer antarjaringan bandar, serta transaksi yang disinyalir sebagai pencucian uang oleh jaringan bandar.
Siasat menghindar
Penggunaan rekening bank milik warga merupakan siasat dari perusahaan judi daring untuk menghindar dari jeratan hukum. Hal itu diakui Hafid (30), bukan nama sebenarnya, mantan pekerja di sebuah situs judi. Hafid yang pernah bermarkas di kawasan Kalideres, Jakarta Barat, mengetahui betul bagaimana judi daring berlangsung. Mulai dari soal muslihat judi daring yang pasti selalu memenangkan bandar hingga urusan setoran-setoran ke aparat agar bisnis mereka aman. Hafid di situs judi berperan sebagai customer service (CS).
Menurut dia, praktik judi daring sejak awal sangat bergantung pada keberadaan rekening bank. Oleh karena itu, dalam sebuah perusahaan judi daring, ada yang bertugas untuk mengelola urusan rekening. Di perusahaan tempatnya bekerja, mereka juga menyetok banyak rekening bank, baik bank swasta maupun BUMN. Mereka membelinya secara borongan dari nasabah dari sejumlah bank di Indonesia.
Hal itu dilakukan karena tidak mungkin perusahaan judi menggunakan rekening dengan nama dari pihak perusahaan judi itu sendiri. Tujuannya, agar mereka bisa terhindar dari masalah hukum.
”Ya, misalnya aku deposit di situsnya Abang. Kalau aparat mau nangkap Abang, enggak bakalan bisa. Karena rekeningnya bukan nama Abang. Itu (rekening) beli dari orang-orang di daerah,” katanya.
Dengan demikian, demi mengaburkan jejak transaksi sejak di level bandar terbawah (”angkringan”), sindikat judi daring dalam hal penyediaan rekening deposit melakukan semacam outsourcing yang melibatkan masyarakat melalui praktik jual-beli rekening asli. Dan praktik itu kerap menyeret kalangan menengah ke bawah yang membutuhkan dana segar dan cepat tanpa peduli identitasnya disalahgunakan.
Ahli hukum perbankan yang juga mantan Kepala PPATK, Yunus Husein, membenarkan, saat ini praktik jual-beli rekening bank tidak dapat dikenai delik pidana.
Namun, ketika rekening yang diperjualbelikan itu digunakan sebagai sarana praktik ilegal atau kriminal, seperti judi daring, tentu pemilik rekening dapat saja terseret perkara hukum jika terbukti turut terlibat.
Tanggapan perbankan
Tim Kompas menelusuri sedikitnya 15 situs judi daring aktif yang dapat diakses, baik secara bebas maupun dengan VPN. Setelah membuat akun di situs-situs judi sebagai pemain, Kompas mendata seratus rekening deposit yang tercantum di situs-situs judi tersebut. Rekening yang terdata itu menampilkan sejumlah bank di Indonesia. Tiga di antaranya yang kerap ditemui di situs-situs judi adalah BCA, BNI, dan Bank Mandiri.
Terkait penelusuran rekening di situs-situs judi itu, Kompas meminta pihak perbankan memberikan tanggapan. Pihak BCA, BNI, dan Bank Mandiri memberikan respons tertulis yang intinya mendukung segala upaya pemberantasan judi daring dengan secara berkala melaporkan temuan-temuan mencurigakan kepada PPATK.
Hera F Haryn, EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA, menanggapi soal jual-beli rekening bank secara tertulis. ”BCA senantiasa memperbarui dan memutakhirkan sistem kapasitas internal didukung teknologi terkini untuk mengidentifikasi adanya modus penyalahgunaan rekening. Kami juga telah memiliki sarana/alat yang kredibel untuk menentukan profil dan transaksi yang mencurigakan, serta secara berkala melakukan pengawasan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku”.
Hera menambahkan, selain menerapkan prinsip know your customer (KYC), BCA juga senantiasa mengawasi adanya transaksi mencurigakan, termasuk terkait judi daring. BCA akan melaporkannya kepada aparat penegak hukum dan bekerja sama dengan lembaga-lembaga terkait, termasuk PPATK.
Hera memastikan, BCA tidak pernah memfasilitasi aktivitas judi online dalam bentuk apa pun dan akan melakukan pemblokiran rekening nasabah yang digunakan dalam aktivitas judi online dengan memperhatikan aturan hukum.
”BCA sebagai perbankan nasional pada prinsipnya akan memperhatikan kebijakan dan saran dari pemerintah, regulator, dan otoritas perbankan dalam mendukung praktik perbankan yang pruden. Sementara dalam penerapan pengawasan transaksi, kami juga senantiasa mengedepankan keamanan dan kenyamanan nasabah kami,” ucap Hera.
Terjadi lama
Praktik jual-beli rekening dari sejumlah bank di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung lama. Danang Tri Hartono dari PPATK menyebutkan, setidaknya sejak sekitar 10 tahun lalu praktik tersebut sudah terdeteksi. Hal itu seiring dengan pemberlakuan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) di Indonesia.
Melalui KTP-el, identifikasi (calon) nasabah terintegrasi dengan sistem kependudukan dan pencatatan sipil di Kementerian Dalam Negeri. Dengan demikian, sejak saat itu, calon nasabah bank nyaris tidak bisa lagi membuat rekening dengan KTP beridentitas palsu.
Begitu pula dengan operator judi daring. Mereka tidak dapat membuka rekening bank untuk menampung uang deposit pemain judi dengan berbekal KTP (beridentitas) palsu. Akibatnya, modus membeli rekening dari masyarakat menjadi celah pilihan yang dijalani operator judi daring hingga saat ini.
Baca juga: Kamboja, Surga Judi yang Sedang Naik Daun