Muncul Gagasan Merekrut Dokter Seperti TNI-Polri Agar Bisa Ditempatkan di Pedalaman
Gagasan ini dimunculkan untuk memudahkan pemerintah menugaskan dokter di daerah pedalaman.
Oleh
Tim Kompas
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah sampai saat ini belum memiliki perangkat aturan yang bisa menugaskan dokter untuk tetap bekerja di daerah terpencil. Adapun program penempatan dokter di remote area masih belum mampu menjawab krisis dokter di wilayah tersebut.
Krisis ini tercermin dalam liputan Investigasi Harian Kompas yang terbit 13-14 Juli 2023. Liputan itu antara lain menyoroti minimnya layanan dokter di wilayah terpencil yang tersebar di Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Maluku.
Salah satu contohnya Puskesmas Taneotob, Timor Tengah Selatan, NTT. Puskesmas yang berlokasi di daerah terpencil ini belum punya dokter dan dokter gigi. Secara nasional, jumlah puskesmas tanpa dokter mencapai 381. Lebih separuh dari puskesmas itu berada di daerah terpencil dan sangat terpencil (Kompas, 14/7/2023).
Merespons ini, Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Satryo Soemantri Brodjonegoro mengusulkan agar pemerintah merekrut dokter lewat skema penerimaan Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau seleksi anggota Kepolisian Republik Indonesia saja (Polri). Lewat skema itu, pemerintah punya keleluasaan untuk menugaskan dokter di manapun.
“Kita jadi punya dokter-dokter yang dididik dan dibiayai pemerintah. Kemudian ditugaskan langsung oleh pemerintah, seperti yang berlaku pada anggota TNI dan Polri. Dengan begitu, tidak ada pilihan untuk menolak saat ditugaskan di tempat tertinggal,” jelas Satryo, Jumat (14/7/2023).
Skema ini, kata Anggota Konsil Kedokteran Indonesia ( 2014-2019) ini, memberikan kepastian kepada semua pihak yang terlibat. Bagi dokter, ada jaminan bahwa hidupnya ditanggung negara sampai akhir hayat dan kesejahteraannya tercukupi. Sementara bagi daerah tempat dokter itu ditugaskan, masyrakatnya tak perlu cemas kalau sewaktu-waktu dokter pindah tugas ke kota.
“Supaya adil, penugasan dokter di wilayah terpencil bisa diputar per berapa tahun sekali dan diganti dengan dokter lain. Ini bisa dilakukan selama negara menjamin bahwa dia akan hidup layak dengan remunerasi yang sepadan dengan profesinya,” kata Satryo yang pernah menjabat Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (1999-2007).
Skema seperti ini dianggapnya juga efektif untuk mengatasi layanan dokter di kota besar yang semakin transaksional. Sebab, para dokter yang direkrut lewat model TNI-Polri tidak boleh lagi memungut uang jasa dari pasien karena gajinya sudah ditanggung negara.
Di sisi lain, model rekrutan semacam ini juga mengikis perbedaan status dan gengsi antara dokter umum dan dokter spesialis. Semua dianggap sama sebagai aparat negara yang bertugas menyehatkan masyarakat. “Tinggal pemerintah memilih yang terbaik, disekolahkan, dan dijamin dia akan mendapat pendapatan seumur hidup,” tambahnya.
Tinggal pemerintah memilih yang terbaik, disekolahkan, dan dijamin dia akan mendapat pendapatan seumur hidup
Merespons usulan Satryo, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menyatakan gagasan tersebut tidak bisa dieksekusi hanya oleh satu kementerian saja. Harus ada lembaga lain yang ikut terlibat karena menyangkut pendidikan kedokteran.
“Yang bisa kami lakukan sekarang adalah mengoptimalkan pengaturan terkait dokter di bawah kewenangan kemenkes,” kata Siti Nadia.
Menurut Nadia, pendidikan kedokteran saat ini tersedia di 92 institusi pendidikan. Di sisi lain, Indonesia memiliki lebih dari 900 rumah sakit. Fasilitas kesehatan ini, menurutnya, juga dapat menjadi wahana pendidikan.
“Poinnya di sini bukan masalah distribusi, tetapi masalah produksi dan ketersediaaan dokter,” kata Nadia. Dengan sistem pendidikan saat ini, dokter yang didistribusikan memang kurang jumlahnya. Dengan kata lain, belum mencukupi kebutuhan yang sebenarnya.
Nanti setelah dokter Dinand pergi, sampai sekarang belum ada lagi proyeksi dokter mana yang akan menggantikannya
Kemenkes sudah memiliki program untuk mengatasi minimnya tenaga kesehatan di daerah terpencil. Contohnya Program Nusantara Sehat.
Namun program ini ada jangka waktunya. Contohnya dokter Fretsdinand Lengah yang bertugas di Puskesmas Limboro, Seram Bagian Barat, Maluku. Dia ditempatkan di sana sejak Agustus 2022 dan berakhir Agustus 2024.
"Nanti setelah dokter Dinand pergi, sampai sekarang belum ada lagi proyeksi dokter mana yang akan menggantikannya,” ujar Kepala Puskesmas Limboro Muhammad Sidiq Nurlette, saat ditemui akhir Juni 2023.