Dampak AI terhadap Lapangan Usaha di Indonesia
Perkembangan AI akan membawa dampak di semua sektor lapangan usaha. Hal ini menjadi tantangan baru bagi dunia ketenagakerjaan di Indonesia, sebab setiap sektor memiliki profil tenaga kerja yang sangat bervariasi.
JAKARTA, KOMPAS - Kecerdasan artifisial atau artificial intelligence (AI) akan berdampak ke 17 sektor lapangan usaha di Indonesia. Diperkirakan ada 26,7 juta pekerja Indonesia akan terbantu oleh AI.
Perkembangan kecerdasan artifisial atau artificial intelligence (AI) menjadi tantangan baru bagi dunia ketenagakerjaan di Indonesia dengan profil penghasilan dan jam kerja yang bervariasi. AI akan berdampak ke 17 sektor lapangan usaha di Indonesia. Diperkirakan pekerjaan dari 26,7 juta orang dapat dibantu atau dibuat lebih efisien dengan teknologi AI. Angka ini setara dengan 22,1 persen total tenaga kerja di Indonesia tahun 2021.
Pekerjaan di setiap sektor lapangan usaha memiliki tingkat efisiensi AI bervariasi. Paling besar akan terasa di sektor komunikasi (58,1 persen). Sementara sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami paparan terkecil (1,3 persen).
Baca juga : Potensi Masa Depan yang Terbuka oleh AI
Jika AI diterapkan dalam pekerjaan sehari-hari, waktu kerja akan menjadi lebih singkat. Dari olahan data mikro Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS tahun 2021, rata-rata waktu bekerja para pekerja di Indonesia selama 8 jam per hari. Namun dengan AI, waktu kerja tersebut dapat dipersingkat menjadi 6 jam per hari. Sisanya, 2 jam dapat dikerjakan oleh AI.
Hal ini juga dapat mengubah peringkat waktu kerja di 17 sektor. Berdasarkan data Sakernas 2021 pekerjaan di sektor pertambangan memiliki rata-rata waktu kerja paling lama, 9,2 jam per hari. Paling singkat ada di sektor pendidikan 5,4 jam per hari.
Namun dengan mengadopsi AI, pekerjaan dengan jam kerja terpanjang bergeser ke sektor akomodasi dan makan minum, menjadi 7,5 jam per hari. Waktu kerja jasa pendidikan tetap paling cepat, dan berkurang menjadi 4,1 jam per hari.
Baca juga : Tutur Visual : Seberapa Besar Pekerjaan Anda Terpapar Kecerdasan Artifisial?
Berubahnya peringkat lama waktu kerja tergantung seberapa besar AI dapat membantu pekerjaan di masing-masing sektor. Efisiensi AI di sektor pertambangan 31,6 persen lebih besar dibanding sektor akomodasi dan makan minum (18,1 persen). Akibatnya efisiensi waktu dari sektor ini hanya 1,3 jam per hari. Sementara sektor pertambangan bisa mencapai 2,2 jam per hari.
Teknologi AI di sektor pertambangan dapat membantu pememantauan alat-alat berat. Mulai dari pemeliharaan, melacak kinerja, hingga mengindentifikasi kerusakan mesin. Pekerjaan yang biasanya membutuhkan banyak tenaga kerja dan waktu lama akan menjadi lebih singkat dengan AI.
Pengurangan gaji
Jika lama waktu bekerja dapat memengaruhi besaran gaji, maka ada pekerja yang akan mendapat pengurangan gaji cukup besar. Mereka adalah pekerja di sektor paling besar terdampak AI, yaitu keuangan dan asuransi, informasi dan komunikasi, dan jasa perusahaan.
Baca juga : AI Ancam Pekerja Kreatif dan Intelektual
Tanpa AI, rata-rata gaji pekerja di sektor keuangan dan asuransi sebesar Rp 4,07 juta per bulan atau setara Rp 29.167 per jam dengan waktu bekerja 8,2 jam per hari. Dengan bantuan AI, gajinya turun menjadi Rp 2,6 juta per bulan. Angka itu diperoleh setelah waktu bekerjanya juga berkurang menjadi 5,3 jam per hari.
Begitu juga pekerja di sektor informasi dan komunikasi. Semula rata-rata sebesar Rp 3,4 juta per bulan atau setara Rp 24.614 per jam dengan waktu kerja 8,8 jam per hari. Namun jika mengadopsi AI, penghasilannya turun menjadi Rp 2,1 juta per bulan dengan waktu kerja yang juga berkurang menjadi 5,6 jam per hari.
AI akan berdampak ke 17 sektor lapangan usaha di Indonesia. Diperkirakan pekerjaan dari 26,7 juta orang dapat dibantu atau dibuat lebih efisien dengan teknologi AI. Angka ini setara dengan 22,1 persen total tenaga kerja di Indonesia tahun 2021
Sementara itu, pekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan paling kecil mengalami penyusutan penghasilan sesuai besaran dampak AI di sektor ini. Dari semula Rp 987,9 ribu per bulan menjadi Rp 975,2 ribu per bulan.
Pengurangan gaji dapat memengaruhi kondisi keuangan rumah tangga, apalagi jika terjadi pada pekerja sekaligus kepala keluarga. Tahun 2021, secara nasional pekerja berstatus sebagai kepala keluarga ini hampir separuh dari total tenaga kerja di Indonesia atau sebanyak 59,7 juta orang.
Sejumlah sektor ekonomi memiliki persentase pekerja kepala keluarga cukup besar. Lima terbesar di antaranya sektor konstruksi mencapai 72,4 persen. Kemudian disusul transportasi dan pergudangan (67,5 persen), pertambangan dan penggalian (66,7 persen), pengadaan air, pengelolaan sampah, dan limbah (65,4 persen), serta real estate (64 persen).
Dua dari lima sektor tersebut diprediksi akan terpapar AI cukup tinggi. Sektor real estate terpapar 38,8 persen serta pertambangan dan galian (31,6 persen). Kombinasi antara angka persentase pekerja kepala keluarga dengan paparan AI yang besar, akan membuat dua sektor ini menjadi rapuh jika terjadi perubahan kondisi keuangan rumah tangga.
Baca juga : Kecerdasan Artifisial : Antara Alat atau Ancaman?
Wilayah terdampak
Kompas juga menelisik lebih dalam dampak AI di tingkat provinsi. Sebanyak 14 dari 38 provinsi melebihi angka rata-rata paparan AI pada 22 persen tenaga kerja di Indonesia. Paparan AI lima tertinggi, DKI Jakarta mencapai 31,7 persen, Kepulauan Riau (27,7 persen), Banten (27,6 persen), Jawa Barat (25,5 persen), dan DI Yogyakarta (25,2 persen).
Banyaknya pekerja yang terbantu dengan adanya teknologi AI ini tidak lepas dari struktur ekonomi di setiap wilayah tersebut. Hal ini terlihat dari sebaran jumlah tenaga kerja di 17 sektor yang ada.
Jika lama waktu bekerja dapat memengaruhi besaran gaji, maka ada pekerja yang akan mendapat pengurangan gaji cukup besar. Mereka adalah pekerja di sektor paling besar terdampak AI, yaitu keuangan dan asuransi, informasi dan komunikasi, dan jasa perusahaan
Mayoritas tenaga kerja di lima provinsi tersebut, lebih banyak bekerja di sektor perdagangan besar dan eceran serta sektor informasi dan komunikasi. Contohnya DKI Jakarta. Banyak pekerjanya berkecimpung di sektor perdagangan besar dan eceran (25 persen) serta sektor informasi dan komunikasi (2,5 persen). Keduanya lebih besar dibandingkan angka rata-rata nasional pekerja di masing-masing sektor yang hanya 19,3 persen dan 0,8 persen.
Adapun pekerja di Kepulauan Riau mayoritas bekerja di sektor industri pengolahan (25,6 persen) dan jasa pendidikan 7,2 persen. Angka ini juga lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional sebesar 14,4 persen dan 5,2 persen.
Infrastuktur
Kehadiran AI ini tidak selalu dipandang sebagai teknologi baru yang dapat mendatangkan dampak buruk. Justru sebaliknya menurut Eisha, AI dapat memberikan dampak positif bagi suatu daerah jika dibarengi ketersediaan infrastruktur yang baik.
“Infrastruktur digital itu pasti memengaruhi. Kalau infratrukturnya tinggi, pasti (AI) akan berdampak baik,” kata Kepala Center of Digital Economy and SMEs Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Eisha M Rachbini.
DKI Jakarta tercatat menjadi provinsi dengan cakupan infrastruktur digital paling tinggi (54,5 persen). Disusul Jawa Barat (49,48 persen) dan Kepulauan Riau (48,70 persen).
Sementara itu masih ada pekerjaan rumah khususnya bagi Yogyakarta dan Banten. Keduanya masing-masing masih memiliki cakupan infrastruktur digital sebesar 43,28 persen dan 40,89 persen. Tidak jauh berbeda dengan rata-rata nasional 40,2 persen.
Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika, ada tiga parameter lain untuk mengukur kesiapan digital suatu wilayah selain infrastruktur digital, yakni keterampilan dan pemberdayaan digital, serta komposisi pekerjaan penduduk. Kondisi infrastruktur digital di Banten ada di bawah rata-rata nasional, namun keterampilan digital di provinsi ini sangat tinggi, sebesar 60,58 persen dan berada di peringkat kedua setelah Bali (69,11 persen).
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kominfo Hary Budiarto menjelaskan sejumlah variabel tersebut dapat digunakan untuk mengukur indeks masyarakat digital. “Indeks masyarakat digital mengukur tingkat kompetensi dan keterampilan masyarakat dalam penggunaan teknologi digital di kehidupan sehari-hari,” katanya.
Indeks dapat memudahkan penentuan investasi khususnya di bidang digital, termasuk AI. Hary mencontohkan jika ada investasi di Denpasar, tidak menutup kemungkinan perputaran ekonomi Denpasar akan lebih cepat daripada wilayah lain.
Baca juga : Manfaat AI Masih Rendah di Negara Berkembang