Bulan Puasa, Bukan Saat untuk Menambah Asupan Gula
Konsumsi gula saat berbuka puasa memang dibutuhkan untuk mengembalikan energi yang hilang setelah berpuasa, namun jika berlebihan dapat berdampak buruk kesehatan.
"Berbukalah dengan yang manis". Iklan sebuah minuman teh dalam kemasan belasan tahun silam seolah-olah menuntun kita untuk mengonsumsi minuman dan makanan manis saat berbuka puasa.
Konsumsi gula saat berbuka puasa memang dibutuhkan untuk mengembalikan energi yang hilang setelah berpuasa, namun jika berlebihan dapat berdampak buruk kesehatan.
Kudapan manis seperti kolak, es buah, sirup, teh manis, atau pun jajanan manis menjadi pilihan untuk membatalkan puasa. Gorengan biasanya menjadi ‘teman’ saat mengudap takjil tersebut. Baru setelah itu dilanjutkan untuk mengonsumsi hidangan utama, seperti nasi, sayur, dan lauk pauk.
Hasil jajak pendapat Kompas Mei 2019 lalu merekam penganan favorit warga untuk berbuka puasa. Minuman manis seperti teh manis, sup buah/jus, kopi, es sirup, dan kopi menjadi kegemaran sekitar 84 persen warga. Hanya 13,5 persen warga yang minum air putih sebagai minuman untuk membatalkan puasa.
Kegemaran warga untuk mengonsumsi penganan manis saat bulan puasa tersebut juga tergambar dari data penyaluran gula selama periode Desember 2015-Juli 2016 yang dikutip dari Buku “Ekonomi Politik Industri Gula Rafinasi”.
Kudapan manis seperti kolak, es buah, sirup, teh manis, atau pun jajanan manis menjadi pilihan untuk membatalkan puasa. Gorengan biasanya menjadi ‘teman’ saat mengudap takjil tersebut
Penyaluran gula pada Juni 2016 yang saat itu memasuki Ramadan, meningkat hampir 20 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Angka penyaluran gula bulan tersebut mencapai 265,85 ribu ton, tertinggi selama periode tujuh bulanan tersebut.
Mengatur asupan
Asupan makanan saat berpuasa maupun sahur, sebaiknya diatur porsinya. Staf Divisi Metabolik Endokrin FKUI/RSCM Dr dr EM Yunir SpPD-KEMD mengatakan konsumsi makanan saat sahur sebaiknya lebih banyak dibandingkan saat berbuka.
"Kalau bicara fisiologis, makanan masuk dalam badan kita, diserap dan disimpan di hati sebagai glikogen. Jika kita tidak makan selama empat jam saja, itu akan dipecah untuk mengisi asupan gula dalam tubuh," jelas Yunir.
Yunir mengingatkan, jika konsumsi makanan lebih banyak saat buka puasa, harus diatur waktu makannya. "Jangan sekaligus banyak dan dalam waktu singkat karena akan membuat insulin bekerja berat. Makan sedikit dan bertahap selama sore hingga malam," kata Yunir.
Sementara laman platform telemedicine Halodoc merekomendasikan untuk mengonsumsi gula lebih banyak saat berbuka puasa, dibandingkan saat sahur.
Kementerian Kesehatan merekomendasikan asupan gula setiap hari idealnya adalah 50 gram atau setara dengan empat sendok makan. Dari takaran tersebut disarankan saat sahur, hanya menambahkan satu sendok makan gula, dan saat berbuka puasa, mengonsumsi lebih banyak, yakni 3 sendok makan gula.
Meski demikian, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan untuk tidak mengonsumsi gula berlebihan saat buka puasa. Selain akan menyebabkan berat badan naik, gula berlebihan saat buka puasa, juga tidak baik bagi lambung.
Kalau bicara fisiologis, makanan masuk dalam badan kita, diserap dan disimpan di hati sebagai glikogen. Jika kita tidak makan selama empat jam saja, itu akan dipecah untuk mengisi asupan gula dalam tubuh
Melalui sebuah artikel berjudul Need of Watching Sugar Intake during Ramadhan, WHO memberikan sejumlah tips mengenai asupan gula selama bulan puasa.
Konsumsi minuman bersoda dan minuman manis, termasuk jus buah, sebaiknya dihindari dan menyarankan untuk minum air putih, air tanpa pemanis atau susu biasa. Mengonsumsi camilan manis seperti kue kering, kue, roti manis, dan permen, sebaiknya dikurangi dan menggantinya dengan buah-buahan.
Selain penganan yang mengandung gula, WHO juga menyarankan untuk mengurangi makanan berlemak, gorengan, olahan pedas ataupun asin.
Padahal gorengan bagi masyarakat Indonesia menjadi salah satu makanan favorit untuk membatalkan puasa. Hasil survei jajak pendapat Kompas Mei 2019 lalu menyatakan, mayoritas responden (44 persen) menyiapkan gorengan setiap hari selama bulan puasa. Gorengan yang menjadi favorit adalah tahu isi (32,5 persen), disusul tempe mendoan (17 persen), bakwan (17,5 persen), dan sisanya seperti pastel, pisang goreng/pisang coklat.
Baca juga : Indonesia dalam Ancaman Obesitas dan Diabetes
WHO merekomendasikan pola makan sehat saat berpuasa, yakni mengonsumsi lebih banyak buah, sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Selain itu, mengurangi gula, garam, dan lemak. Khusus lemak, dianjurkan untuk memilih lemak tak jenuh seperti kacang-kacangan, biji-bijian, atau pun ikan.
Batasi porsi
Bagi penyandang diabetes, pengaturan porsi makanan menjadi kian penting saat bulan puasa. Guru besar bidang endokrinologi dan metabolik Universitas Udayana Prof dr Ketut Suastika SpPD-KEMD mengatakan, bagi penderita diabetes yang ingin berpuasa, langkah pertama adalah konsultasi ke dokter terkait kondisi masing-masing.
Menurut Ketut, pada umumnya, penyandang diabetes diperbolehkan berpuasa. Hal yang perlu diperhatikan saat menjalankan ibadah puasa terkait gula darah adalah adanya kemungkinan gula darah terlalu rendah saat akhir waktu puasa dan terlalu tinggi saat setelah buka puasa, terutama bagi mereka dengan kadar gula darah yang masih tinggi.
“Mereka ini yang berisiko kenaikan gula darahnya tajam. Di sini peran konsultasi dengan dokter menjadi penting. Seberapa banyak asupan gula yang diizinkan agar tidak terjadi lonjakan gula darah terlalu tinggi,” kata Ketut Suastika.
Di sisi lain, konsumsi obat juga menjadi hal yang perlu diperhatikan oleh penyandang diabetes saat bulan puasa. Konsultasi dengan dokter menjadi langkah penting. Hal ini karena ada obat-obatan untuk penderita diabetes yang harus ditata ulang dosis dan waktu pemberiannya.
“Ini untuk menjaga gula darah tetap baik, tidak terjadi gula darah terlalu rendah, dan juga tidak terjadi gula darah yang terlalu tinggi,” kata Ketut Suastika.
Jangan sekaligus banyak dan dalam waktu singkat karena akan membuat insulin bekerja berat. Makan sedikit dan bertahap selama sore hingga malam
Membatasi porsi makanan saat sahur atau pun berbuka juga diingatkan Lembaga nirlaba diabetes Inggris, The British Diabetic Asociation dalam salah satu artikelnya yang berjudul Diabetes dan Ramadan. Porsi piring sebaiknya lebih banyak sayur, dibandingkan karbohidrat, seperti nasi. Tips lainnya adalah menggunakan piring atau mangkuk kecil untuk membantu mengatur porsi makan.
Kurma juga disarankan untuk dikonsumsi karena berserat tinggi dan kaya sumber karbohidrat. Dari laman factsecret diketahui tiga buah kurma dengan berat yang 40 gram, mengandung 110 kilokalori (kkal). Ini setara dengan setengah porsi nasi goreng spesial.
Mengonsumsi makanan dan minuman saat sahur juga menjadi salah satu hal yang harus dilakukan dan jangan sampai dilewatkan. Makanan bertepung serat tinggi seperti sereal, gandum atau nasi merah disarankan untuk dikonsumsi saat sahur karena memiliki indeks glikemik rendah sehingga tidak menyebabkan kadar gula naik drastis. Meski demikian, juga tetap diingatkan untuk tetap memperhatikan ukuran porsi makanan yang mengandung karbohidrat.
Baca juga : Gula Menjadi Candu Bagi Orang Indonesia
Sama seperti saat berbuka, saat sahur juga disarankan untuk minum minuman tanpa gula dan tanpa kafein untuk menghindari dehidrasi saat siang hari.
Saat puasa Ramadan, bisa dimanfaatkan untuk mengurangi asupan kalori yang masuk dibandingkan sebelumnya. Jangan sampai setelah Ramadan dan Idul Fitri, kadar gula, garam, dan lemak meningkat dan menimbulkan berbagai penyakit.