Kerja Aman di Luar Negeri untuk Anak Muda, Mungkinkah?
Anak muda sedang resah cari kerja tiba-tiba dapat lowongan gaji besar di luar negeri? Tunggu dulu, jangan mudah tergiur.
Kasus ferienjob menjadi cermin fenomena anak muda yang kian rentan terhadap rayuan kerja di luar negeri. Diaspora Indonesia di Eropa dan Australia menepis mitos kerja mudah bergaji besar di luar negeri.
Gilang Desti Parahita, mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh program doktoral di King’s College London, Inggris, melihat unsur penipuan dalam program magang ferienjob yang diikuti para mahasiswa Indonesia di Jerman. Jika disebut magang, seharusnya ada unsur pemanduan dari kampus kepada mahasiswa.
”Kalau tidak ada (pemanduan) sama sekali, itu namanya bukan internship (magang). Apalagi (ferienjob) itu kerja fisik,” kata Gilang, Kamis (4/4/2024).
Baca juga: Dijadikan Kuli dan Ditelantarkan, Kisah Mahasiswa Indonesia Ikut ”Ferienjob” di Jerman
Sebelumnya diberitakan, Polri menetapkan lima orang sebagai tersangka tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terkait program magang bermasalah. Mereka menawari mahasiswa untuk ikut ferienjob yang disebut menjadi bagian dari Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dan dapat dikonversi menjadi 20 SKS.
Terungkapnya kasus itu berawal dari informasi Kedutaan Besar RI di Berlin, Jerman, soal kejanggalan proses magang empat mahasiswa Indonesia. Para mahasiswa itu merasa dieksploitasi dan terjerat utang.
Setelah diselidiki Polri, ternyata program magang bermasalah itu dijalankan oleh 33 universitas di Indonesia. Ada 1.047 mahasiswa yang telah diberangkatkan ke Jerman oleh PT CVGEN dan PT SHB.
Kalau tidak ada (pemanduan) sama sekali, itu namanya bukan internship (magang). Apalagi ( ferienjob) itu kerja fisik.
Presiden Ikatan Alumni Hongaria Putra Hutama menilai, kampus dan perusahaan penyedia lowongan magang perlu membuat kesepakatan semacam nota kesepahaman (MoU). Dengan MoU, kampus bakal mendapat kejelasan mengenai nasib mahasiswa selama berada di negara tujuan.
Menurut dia, kerja magang yang sesuai dengan keilmuan biasanya berdurasi enam bulan sampai dua tahun. Tidak seperti ferienjob yang disebut bagian dari MBKM, tetapi durasinya hanya 90 hari.
Wakil Duta Besar Jerman untuk Indonesia Thomas Graf mengatakan, program kerja paruh waktu ferienjob memang tidak ada hubungannya dengan perkuliahan. Ferienjob biasanya meliputi kerja-kerja kasar di restoran, hotel, dan sektor logistik (Kompas, 6/4/2024).
Adapun untuk calon pekerja yang akan berangkat ke Jerman, Graf mengatakan, sebelum berangkat mereka harus mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai perusahaan yang akan mempekerjakan mereka. Informasi ini bisa didapatkan dari Badan Ketenagakerjaan Federal (Bundesagentur für Arbeit).
Baca juga: Wakil Dubes Jerman: ”Ferienjob” Tak Ada Hubungannya dengan Perkuliahan
”Mereka dengan senang hati akan memberikan informasi yang dibutuhkan. Informasi dari mereka bisa dipercaya karena tugas badan itu salah satunya adalah menjadi matchmaker antara pencari kerja dan penyedia lowongan,” kata Graf.
Menurut Graf, Jerman sangat berminat mengundang tenaga kerja terampil dari Indonesia, terutama untuk bekerja di sektor medis. Kebutuhan perawat masih tinggi dan itu bisa menjadi salah satu peluang. Selain itu, ada banyak warga negara Indonesia yang sudah bekerja di sektor perhotelan Jerman.
Peluang kerja
Gilang menuturkan, di sela-sela perkuliahan di Inggris antara Januari-Mei dan September-Desember, mahasiswa di sana bisa bekerja paruh waktu dengan memanfaatkan lowongan kerja yang disediakan kampus. Mereka bisa menjadi fotografer kampus atau asisten peneliti dengan waktu kerja maksimal 20 jam per minggu.
Selain itu, ada pula peluang kerja musim panas pada Juni-Agustus yang biasanya meliputi kerja-kerja fisik, misalnya cuci piring, angkat barang, atau bersih-bersih. Namun, pekerjaan jenis ini biasanya tidak diambil mahasiswa yang kuliah di Inggris.
Adapun di Australia ada peluang kerja lewat program kerja sama dengan Pemerintah Indonesia yang disebut work and holiday visa (WHV). Program ini untuk anak muda yang ingin berlibur sambil bekerja di Australia.
Syarat utama untuk dapat mengikuti program WHV adalah berusia 18-30 tahun, sudah mengikuti pendidikan perguruan tinggi atau setara setidaknya dua tahun, mempunyai biaya memadai untuk tiket pergi-pulang Indonesia-Australia sekitar 5.000 dollar Australia (Rp 52 juta), dan berbahasa Inggris baik dengan syarat IELTS 4,5. Biaya pengajuan visa WHV ini 635 dollar Australia (Rp 6,6 juta).
Mantan jurnalis senior di Australia, Sastra Wijaya, mengatakan, saat ini bidang pekerjaan yang cukup banyak tersedia untuk anak muda Indonesia di antaranya pembuatan roti, koki profesional, kerja perhotelan, dan jasa hospitality lain.
”Syarat memiliki kemampuan bahasa Inggris yang baik biasanya menjadi kendala utama untuk anak Indonesia,” ucap Sastra.
Adapun kerja pemetik buah yang tak butuh keterampilan khusus, lanjut Sastra, sangat tinggi persaingannya. Orang Indonesia biasanya kalah bersaing dengan para backpacker dari Kanada, Eropa, atau Inggris karena jelas kemampuan bahasa mereka lebih baik.
Rentan penipuan
Menurut Sastra, tingginya minat orang Indonesia bekerja di Australia membuat bidang ini rentan penipuan. Biasanya pelakunya orang Indonesia yang menjanjikan bisa menjadi sponsor untuk bekerja di Australia dengan imbalan uang sekitar Rp 70 juta. Para penipu biasanya mengiklankan diri dengan iming-iming memberi gaji besar, Rp 1 juta-Rp 2 juta sehari.
Sastra kerap ditanyai orang-orang seputar bekerja di Australia di kanal-kanal media sosialnya. Salah satunya bercerita sudah membayar sponsor hingga Rp 35 juta dari total biaya sponsor Rp 70 juta. Dia dijanjikan pekerjaan di Australia, yaitu petugas kebersihan atau pemetik buah.
Untuk menghindari penipuan, Sastra menyarankan agar para peminat mencari tahu prosesnya sendiri dan berani mendaftar sendiri. Ia tak menyarankan menggunakan perantara atau calo maupun orang-orang yang mengaku sebagai agen atau sponsor. Perusahaan yang mencari tenaga kerja Indonesia biasanya akan menghubungi secara langsung tanpa pihak ketiga.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan, sebelumnya kasus perdagangan orang korbannya kebanyakan adalah kelompok ekonomi menengah ke bawah yang berpendidikan rendah. Namun, kasus ferienjob membuka mata bahwa kaum berpendidikan tinggi pun sekarang rentan menjadi korban perdagangan orang.
”Anak muda sekarang resah, banyak yang bilang kalau enggak ada orang dalam, susah dapat pekerjaan. Ini harus segera diatasi jika pemerintah tidak ingin bonus demografi Indonesia tumbuh menjadi generasi cemas,” ujarnya, Selasa (2/4/2024).
Adapun Direktur Eksekutif Emancipate Indonesia Amalia Suri menyebutkan, kultur kampus dan dunia kerja yang menuntut lulusan baru atau fresh graduate memiliki pengalaman kerja turut menjebloskan mahasiswa dalam program magang bermasalah. Kasus ferienjob seharusnya menjadi tamparan keras bagi pemerintah.
”Untuk menangani persoalan magang bermasalah ini perlu koordinasi yang lebih baik antara Kemendikbudristek dan Kementerian Ketenagakerjaan. Pemerintah juga perlu segera mengevaluasi program MBKM yang masih punya banyak celah,” tuturnya.