Status ”Carry Trade” Penyebab Kurs Yen Anjlok Drastis
Tidak ada alasan kuat untuk kemerosotan kurs yen. Nyatanya, kurs yen anjlok ke level terendah dalam 34 tahun terakhir.
Oleh
SIMON SARAGIH
·5 menit baca
Kebijakan uang mudah di Jepang sejak 2007 dan suku bunga negatif Jepang sejak 2016 membuat yen memiliki status khusus di pasar valuta asing. Status tersebut dinamai currency carry trade. Ini julukan bagi tindakan investor di pasar valuta yang meminjam dalam denominasi yen dengan bunga rendah, bahkan negatif. Kemudian dana pinjaman yen tersebut diinvestasikan ke dalam denominasi mata uang yang berbunga tinggi.
Dengan status tersebut, yen sangat diminati di pasar valuta untuk ajang pencarian keuntungan. Para pelakunya bukan hanya pedagang valuta kelas kakap internasional, melainkan juga agen-agen pemerintahan. Status carry trade sekaligus membuat yen menjadi rawan sebagai ajang spekulasi.
Sejak 2022, pasar valuta internasional sangat marak dengan aksi meminjam dalam denominasi yen lalu menanamkannya dalam denominasi dollar AS. Penyebabnya, pada Maret 2022 Bank Sentral AS (Fed) menaikkan suku bunga hingga 5,5 persen per tahun. Di sisi lain, Jepang tetap mempertahankan suku bunga - 0,1 (negatif) hingga nol persen.
Maka, di pasar valuta terjadi aksi-aksi sebagai berikut. Ambil contoh pengambilan pinjaman sebesar 1.220.000 yen yang setara dengan 10.000 dollar AS. Asumsinya, kurs sebesar 122 yen per dollar AS pada Maret 2022, saat AS mulai menaikkan suku bunga. Pinjaman denominasi yen tersebut dialihkan dan ditanamkan dalam dollar AS.
Dengan menanamkan 10.000 dollar AS sejak Maret 2022 hingga Maret 2023, dan asumsi suku bunga di AS sebesar 5,5 persen, total uang menjadi setara 10.500 dollar AS. Jika pinjaman yen setara 10.000 dollar AS itu ditanamkan di Jepang, dengan bunga nol persen, misalnya, nilai uang tetap sebesar 10.000 dollar AS.
Keuntungan menggiurkan
Asumsikan pinjaman yang sudah berkembang jadi 10.500 dollar AS itu dikembalikan ke dalam denominasi yen, maka akan menjadi 1.281.000 yen dengan kurs 122 yen per dollar AS. Artinya, dalam yen, nilai uang telah bertambah dari 1.220.000 yen menjadi 1.281.000. Dalam yen ada keuntungan 61.000 yen selama setahun.
Keuntungan ekstra akan muncul dalam carry trade jika kurs yen merosot, yakni menjadi 133 yen pada Maret 2023. Dengan demikian, nilai 10.500 dollar AS dalam denominasi yen akan berkembang menjadi 1.396.500 yen. Total keuntungan dalam yen menjadi lebih besar, yakni menjadi 176.500 yen berkat bunga 5,5 persen di AS dan depresiasi kurs yen yang merosot menjadi 133 yen per dollar AS.
Pedagang valuta di bank-bank investasi besar bisa meraup keuntungan besar.
Dalam kenyataan, keuntungan besar seperti itu dialami para pedagang di pasar uang. Pada 2017, Corvin Codirla, seorang eks manager dan pedagang, bertutur bahwa ia pernah untung besar dengan bermain dalam carry trade. Keuntungan akan lebih besar lagi jika selisih antara suku bunga sangat tinggi, apalagi diiringi dengan kemerosotan yen.
Keuntungan empiris dalam carry trade juga diteliti oleh Robert Hodrick, profesor keuangan dari Columbia Business School. Akan tetapi, dalam permainan tersebut, kenyataan di lapangan tidak sesederhana contoh di atas.
Situs The Barron’s pada 19 Maret 2024 menuliskan, untuk permainan tersebut diperlukan modal besar dan teknik-teknik pasar yang sulit dilakukan para investor individu. ”Akan tetapi, pedagang valuta di bank-bank investasi besar bisa meraup keuntungan besar,” demikian dituliskan pada situs tersebut.
The Financial Times, 19 Maret 2024, melansir, sejumlah otoritas moneter negara berkembang juga melakukan carry trade dengan memanfaatkan yen, seperti Kenya dan Mesir.
Mengapa yen anjlok?
Sebelum kenaikan suku bunga terjadi di AS pada 2022, praktik carry trade yang marak adalah aksi meminjam dalam denominasi yen lalu menanamkannya dalam denominasi ”kiwi”, julukan bagi dollar Selandia Baru. Marak pula pinjaman denominasi yen yang kemudian ditanamkan dalam dollar Australia. Ini disebabkan suku bunga di Selandia Baru dan Australia berada pada kisaran 6-8 persen per tahun.
Dalam kasus lain terjadi aksi serupa untuk euro, frank Swiss versus yen. Dasarnya sama, Jepang mematok suku bunga negatif disertai kebijakan uang sangat mudah sehingga keuntungan terbesar didapatkan dengan carry trade yen karena depresiasi yen.
Persoalan terjadi setelah Gubernur Bank Sentral Jepang (BoJ) Kazuo Ueda pada 19 Maret 2023 mengumumkan kenaikan suku bunga yen dari -0,1 persen hingga nol persen, menjadi kisaran nol persen hingga 0,1 persen. Kenaikan ini pertama kali terjadi sejak 2007. Ueda menaikkan suku bunga karena menilai inflasi telah terkendali. Artinya, BoJ sekaligus mengurangi kebijakan uang mudah.
Hanya, Ueda menjanjikan bahwa ke depan tidak akan terjadi gejala kenaikan suku bunga lanjutan sporadis mengingat situasi ekonomi yang tetap melemah. Meski demikian, tidak ada alasan kuat untuk kemerosotan kurs yen.
Nyatanya kurs yen anjlok ke level terendah dalam 34 tahun terakhir, yakni menjadi 151,97 yen per dollar AS pada 27 Maret 2024. Masato Kanda, Wakil Menteri Keuangan Jepang untuk urusan internasional, menyatakan, kurs yen yang merosot 4 persen dalam dua pekan terakhir tidak menggambarkan fondasi ekonomi Jepang. Ia menuduh para spekulan berada di balik depresiasi yen.
Namun, pelaku pasar melihat alasan lain. Kepala Jasa Investasi Asia dari BNP Paribas Wealth Management Shafali Sachdev mengatakan, meski BoJ sudah menaikkan suku bunga yen, praktis masih tetap sangat rendah dibandingkan dengan suku bunga negara-negara maju.
Hal itu membuat yen kembali jadi sasaran carry trade, yang mendorong kemerosotan kurs yen. Dana denominasi yen dipinjam, lalu dijual dan dialihkan ke dalam denominasi mata uang kuat negara-negara yang mematok suku bunga tinggi. ”Jadi, suku bunga rendah Jepang dan dengan risiko fluktuasi kurs yang diperkirakan tidak besar, ada kesempatan mengulangi carry trade dengan yen,” kata Sachdev.
Hal serupa juga dinyatakan ahli strategi investasi ING, Chris Turner. ”Masalah bagi yen, volatilitas tetap relatif rendah dan tetap populer untuk sarana carry trade,” katanya.
Bukan tanpa risiko
Meski demikian, tetap diingatkan bahwa carry trade dengan Jepang bisa berisiko. Jika intervensi BoJ terjadi untuk mencegah kemerosotan kurs, seperti ancaman Masato Kanda, bisa saja carry trade dalam denominasi yen berubah menjadi merugikan.
Namun, pasar menilai, Jepang tidak memiliki kekuatan besar dalam menentukan kurs yen. ”Fed-lah yang mengatur dan mendominasi pergerakan kurs,” kata Gareth Berry, ahli valas dan strategi investasi dari Macquarie Group, sebagaimana dikutip Reuters, 20 Maret 2024.
Pernyataan Berry mengingatkan kasus Plaza Accord 1985 kala AS memaksa Jepang mengapresiasi kurs yen untuk melemahkan daya saing ekspornya sehingga tidak membanjiri pasar AS. Dengan maraknya aksi carry trade oleh bank-bank investasi asal AS dan kesediaan Jepang untuk selalu bisa didikte oleh AS, bukan tak mungkin carry trade akan tetap menjadi sarana meraup untung besar. (AFP/AP/REUTERS)