Posisi dollar AS sebagai “raja” juga tidak meluputkan China dari pelemahan kurs. Inilah situasi pelik yang sedang melanda Asia. Solusi untuk keluar dari kemelut ini amat sulit dengan keberadaan para spukulan global.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·5 menit baca
Sepanjang tahun 2023 kurs rupiah dan mata uang asing lainnya bergerak dengan pola aneh, yaitu pada umumnya sama-sama menurun. Aneh karena Asia adalah sentra pertumbuhan global dengan ekspor yang meningkat, khususnya di antara sesama Asia. Ekonomi Asia juga tidak parah seperti AS terkait tingkat utang yang membahayakan. Akan tetapi, kurs Asia serentak melemah.
Para spekulan di pasar valuta asing turut bermain di balik pelemahan kurs tersebut. Para spekulan inilah yang diduga menyebabkan pelemahan kurs yang aneh. Posisi dollar AS sebagai rajanya mata uang dunia memungkinkan spekulan bermain.
Kurs renminbi, yen Jepang, hingga rupiah bergerak dengan pola serupa, berbentuk huruf U sejak akhir tahun 2022 hingga Oktober 2023 (lihat tabel 1). Mata uang utama Asia lemah pada akhir 2022, lalu menguat pada awal 2023, dan kemudian melemah kembali hingga Otober 2023. Pelemahan juga terjadi di tengah isu dedolarisasi yang mencuat pada 2023.
Negara-negara yang tercatat sebagai pemilik cadangan devisa besar dunia itu justru mengalami kemerosotan kurs (lihat tabel 2).
Ada beberapa faktor penyebab kelemahan kurs berbagai mata uang tersebut. Salah satunya adalah isu pelemahan pertumbuhan ekonomi China.
Masih terkait China, Bank Sentral China malah menurunkan suku bunga inti di tengah tren kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral AS (The Fed). Situasi ini turut menyeret mata uang kawasan dengan pola pelemahan serupa.
Faktor lain adalah tugas Fed yang dianggap belum berhasil menurunkan inflasi ke tingkat 2 persen walau inflasi sudah menurun. Dengan demikian, tekanan bagi Fed untuk menaikkan lagi suku bunga masih kuat. Hal ini membuat pasar menilai akan ada potensi lanjutan untuk penurunan kurs mata uang Asia sebagai efek pelarian modal keluar dari Asia.
Mengutip Khoon Goh (Kepala Divisi Riset Asia ANZ) dan Alvin Tan (Kepala Strategi Valuta Asing di RBC Capital Markets), kantor berita Reuters, 13 Juli 2023, menuliskan bahwa situasi itu membuat pasar bertaruh akan pelemahan mata uang Asia. Posisi memegang dollar AS ada pada skala 3, artinya pasar sedang bertaruh akan kejatuhan mata uang Asia. Persepsi serupa di pasar tetap berlanjut hingga Agustus 2023.
Posisi memegang dollar AS ada pada skala 3, artinya pasar sedang bertaruh akan kejatuhan mata uang Asia.
Tentu ada alasan lain yang kuat bagi Fed untuk menaikkan suku bunga. Sejauh ini langkah penurunan inflasi oleh Fed masih sebatas kenaikan suku bunga. Fed tidak melengkapi langkah itu dengan mengurangi kepemilikan aset swasta yang dibelinya.
Artinya, Fed belum serius atau belum berani menurunkan jumlah uang beredar, yang turut mendorong kenaikan inflasi. Maka dari itu, tekanan akan kenaikan suku bunga masih kuat sepanjang Fed tidak berani melepas aset swasta, khususnya kategori surat-surat utang hipotek di AS.
Faktor geopolitik
Faktor lain lagi adalah isu geopolitik. Ekonom Joseph Stiglitz menyebutkan, tersendatnya pasokan membuat pasokan barang berkurang, sementara uang beredar bertambah. Hal ini mendorong inflasi.
Pertarungan geopolitik, seperti invasi Rusia ke Ukraina, ditambah rentetan sanksi ekonomi oleh AS pada China, dan perang ekonomi lainnya turut menyebabkan tersendatnya pasokan pangan, migas, dan barang-barang global. Ini mendorong inflasi yang membuat AS terpaksa menaikkan suku bunga untuk menekan inflasi.
Hal terbaru adalah naiknya harga migas internasional. Negara-negara importir neto migas tertimpa beban karena harus mengimpor migas dengan biaya lebih besar.
Di balik itu ada efek pertarungan antara OPEC+ dan AS. Pihak AS menginginkan harga migas diturunkan, tetapi OPEC+ merespons sebaliknya dengan menurunkan produksi. Hal ini menekan negara-negara importir neto migas dan selanjutnya akan melemahkan kurs mata uang.
”Kurs baht tampaknya menuju pelemahan karena tertekan kenaikan harga minyak,” kata Alvin Tan (Reuters, 20 September 2023).
Khusus tentang kenaikan harga migas, seharusnya Indonesia sebagai produsen migas tidak ketiban pelemahan kurs dengan derajat serupa, seperti berbagai mata uang di Asia lainnya. Indonesia, misalnya, jelas sangat berbeda dengan Filipina, Thailand, dan Singapura yang tidak memiliki migas.
Indonesia seharusnya diuntungkan dengan kenaikan migas. Akan tetapi, faktanya adalah rupiah turut merosot. Ini merupakan pertanyaan khusus yang harus dijawab Indonesia.
Faktor terbaru adalah konflik Hamas versus Israel. Muncul aspek geopolitik baru dari konflik ini. Konflik tidak saja membuat harga minyak internasional terdorong naik, tetapi juga kekhawatiran akan adanya efek pada ekonomi.
Muncul kembali faktor lama tentang pelarian aset-aset yang dianggap aman, yakni dollar AS (flight do safe heaven). Michael Wan, analis valuta asing dari MUFG Bank, mengatakan bahwa dalam situasi saat ini dollar AS menjadi tujuan pelarian aset (Reuters, 9 Oktober 2023).
Pendorong spekulasi
Fakta lain menunjukkan, pelarian modal juga terjadi di Asia sepanjang 2023.Alan Richardson, ahli investasi portofolio dari Samsung Asset Management HK Ltd, mengatakan bahwa semua situasi itu tidak saja menyebabkan kurs Asia melemah. Sepanjang 2023 terjadi pelarian modal dan meninggalkan aset-aset Asia, termasuk keluar dari Asia (Bloomberg, 11 September 2023).
Dari sisi fundamental ekonomi, tidak selayaknya mata uang Asia Asia mengalami pelemahan kurs. Ahli strategi ekonomi makro dari Deutsche Bank, Mallika Sachdeva, pada 16 Mei 2023, menyatakan keyakinannya pada perekonomian Asia. Fondasi ekonomi kuat membuat Asia kuat terhadap gejolak kurs. Pandangannya didukung laporan terbaru Dana Moneter Internasional (IMF) yang tetap menunjukkan posisi Asia sebagai sentra pertumbuhan ekonomi global.
Akan tetapi, ada satu inti di balik mudahnya spekulan untuk memainkan kurs mata uang Asia. Intinya, dollar AS adalah raja mata uang dunia. Anshu Siripurapu dan Noah Berman dari Council on Foreign Relations, 19 Juli 2023, menuliskan dollar AS masih jadi pegangan utama negara-negara di dunia. Posisi dollar AS belum tergantikan secara signifikan. Hal ini menjadikan dollar AS sebagai pilihan di balik semua prahara ekonomi dan geopolitik.
Posisi dollar AS sebagai ”raja” menepis kenyataan bahwa perekonomian AS sedang terseok-seok dan utangnya menggunung serta sudah mengkhawatirkan. Posisi dollar AS sebagai ”raja” juga tidak meluputkan China dari pelemahan kurs.
Inilah situasi pelik yang sedang melanda Asia. Solusi untuk keluar dari kemelut ini amat sulit dengan keberadaan para spekulan global. (AP/AFP/REUTERS)