Panas Dingin Hubungan Washington-Tel Aviv
Tanpa dukungan AS, Israel akan sangat kesulitan. Di sisi lain, sulit bagi Biden mengurangi dukungan untuk Israel.
Meski belum sepenuhnya, sikap Amerika Serikat pada Israel berubah. Usulan gencatan senjata di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa salah satu indikasi perubahan itu.
Sejak Israel menyerbu Gaza, Oktober lalu, AS berulang kali menolak resolusi yang meminta gencatan senjata segera. Pada Jumat (23/3/2024), giliran resolusi AS ditolak Rusia dan China.
Baca juga: Draf Resolusi Gencatan Senjata di Gaza Kembali Diajukan, Akankah Diveto AS Lagi?
Sebab, AS tidak meminta gencatan senjata segera. AS hanya menyebut gencatan senjata diperlukan di Gaza. Selain itu, AS berkeras PBB harus mengecam Hamas. Untuk sebagian pihak, Hamas merupakan gerakan perlawanan pada pasukan pendudukan asing.
Dalam resolusi itu, AS menolak upaya mengubah demografi ataupun wilayah Gaza. Washington juga mendorong perlindungan warga sipil dan pasokan bantuan kemanusiaan di Gaza.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyayangkan kegagalan DK PBB menyetujui resolusi tersebut. Di sisi lain, ia mengingatkan Israel soal konsekuensi melancarkan serangan darat ke Rafah.
Saya berharap Presiden memahami semakin banyak anggota Kongres, dan rakyat Amerika pada umumnya, muak serta lelah melihat kehancuran rakyat Gaza dan terciptanya kelaparan massal.
Serangan itu bisa membuat Israel terkucil di panggung internasional. ”Ini berisiko membunuh lebih banyak warga sipil, berisiko menimbulkan kekacauan yang lebih besar, berisiko semakin mengisolasi Israel di seluruh dunia, serta membahayakan keamanan dan kedudukan jangka panjang mereka,” kata Blinken.
Pergeseran dukungan
Blinken sudah bolak-balik ke Israel sepanjang perang Gaza. Presiden AS Joe Biden juga pernah ke Israel dan bolak-balik menelepon Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Sampai beberapa pekan lalu, AS menegaskan dukungan teguhnya pada Israel. AS menyebut Israel membela diri. Belakangan, seiring peningkatan jumlah anak dan perempuan yang tewas di Gaza, sikap pemerintahan Biden berubah. Biden menyebut Israel mengebom tanpa pandang bulu. Ia juga disebut jengkel kepada Netanyahu.
Warga AS juga semakin banyak yang tidak senang dengan ulah Israel. Mengutip The New York Times, sejumlah jajak pendapat memperlihatkan ketidaksetujuan yang semakin meluas pada serangan Israel ke Gaza.
Baca juga: AS Usulkan Gencatan Senjata di Gaza, DK PBB Gelar Voting
Semakin banyak pula orang tidak setuju pada kebijakan Biden soal Israel-Palestina. Generasi muda AS jauh lebih bersimpati kepada warga Palestina dibandingkan dengan generasi tua.
Kemarahan juga tecermin di Kongres AS. Sejumlah politisi Demokrat terus mendesak gencatan senjata di Gaza. Mereka juga meminta AS berhenti mengirim bantuan uang dan persenjataan ke Israel.
Kemarahan mereka dipicu ulah aparat dan warga Israel di perbatasan Gaza. Aparat dan warga Israel merintangi pengiriman bantuan dari AS dan berbagai pihak lain ke Gaza.
Senator independen yang dekat dengan Demokrat, Bernie Sanders, jengah dengan kondisi itu. ”Mereka mencegah bantuan kemanusiaan AS sampai ke tangan yang membutuhkan di Gaza. Mereka (Israel) melanggar hukum humaniter internasional. Karena itu, bantuan keuangan bagi mereka juga harus dihentikan,” katanya.
Baca juga: Siprus Jadi Titik Krusial dalam Percepatan Bantuan via Laut ke Gaza
Ia dan sejumlah senator telah menyurati Biden soal penghentian itu. Biden disebut berpotensi melanggar aturan AS jika terus mengirim senjata ke Isrel. Aturan AS melarang pengiriman senjata ke negara yang merintangi pengiriman bantuan kemanusiaan AS.
”Kami mendesak Anda menjelaskan kepada pemerintahan Netanyahu bahwa kegagalan untuk segera dan secara dramatis memperluas akses kemanusiaan dan memfasilitasi pengiriman bantuan yang aman ke seluruh Gaza akan menimbulkan konsekuensi serius, sebagaimana ditentukan dalam undang-undang AS,” tulis para senator di dalam surat tersebut.
Selain Sanders, surat itu ditandatangani Chris Van Hollen dari Maryland dan Jeff Merkley dari Oregon. Beberapa anggota Partai Demokrat yang paling progresif, yakni Senator Elizabeth Warren dari Massachusetts, Mazie K Hirono dari Hawaii, Peter Welch dari Vermont, Tina Smith dari Minnesota, dan Ben Ray Luján dari New Mexico, juga ikut meneken surat itu.
”Saya berharap presiden memahami semakin banyak anggota Kongres, dan rakyat Amerika pada umumnya, muak serrta lelah melihat kehancuran rakyat Gaza dan terciptanya kelaparan massal,” kata Sanders.
Kesulitan
Biden sejak lama merasa jadi teman dekat Israel. Perasaan itu dipertahankan sejak menjadi anggota Komite Hubungan Luar Negeri di Senat sampai menjadi Wakil Presiden AS. Sebagai wapres, ia bisa melobi Netanyahu yang marah dengan kesepakatan nuklir Iran.
Biden mempertahankan itu saat menjadi Presiden AS. Perkembangan di Israel menyulitkannya menjaga sikap tersebut. Kabinet Netanyahu yang diisi kelompok sayap kanan dipandang semakin antidemokrasi. Israel dan AS semakin sering berseberangan.
Sejumlah pihak menganggap pemerintahan Netanyahu tidak hanya berbahaya bagi Israel. Pemerintahan itu juga bisa buruk bagi masa depan Partai Demokrat AS.
Baca juga: Israel Merespons Negatif Usulan Gencatan Senjata, Ngotot Serang Rafah
Netanyahu membuat AS terlihat lemah. Mantan penasihat senior Kepresidenan AS David Axelrod menyoroti penolakan berulang Netanyahu pada saran Biden soal Gaza. Bagie Axelrod, Netanyahu berulang kali mengolok Biden.
Dalam jajak pendapat oleh The New York Times dan Siena Poll pada Desember 2023 terungkap, Biden dan Demokrat mungkin akan kesulitan di Pemilu AS 2024. Hampir 75 persen pemilih generasi Z tidak suka dengan cara Biden mengurusi isu Gaza.
Padahal, dalam berbagai pemilu, pemilih di kelompok itu lebih cenderung mendukung Demokrat. ”Saya tidak ingin memilih seseorang yang tidak sejalan dengan nilai-nilai pribadi saya karena Biden telah menunjukkan bahwa dia tidak sejalan dengan Gaza,” kata Colin Lohner (27), seorang insinyur perangkat lunak di San Francisco.
Ia memang mengaku dalam posisi dilematis. Jika tidak mendukung Biden, ada peluang Donald Trump kembali menang. ”Saya sangat tidak menginginkan itu,” katanya.
Baca juga: Klan-Faksi Palestina Amankan Konvoi Bantuan, Pengaruh Hamas di Gaza Belum Pudar
Kesulitan Biden dan Demokrat juga tecermin pada kelompok umur lebih luas. Tingkat kepuasan pada kinerja Biden terus merosot di bawah 40 persen. Sementara jika dibandingkan Trump, peluang keterpilihan Biden juga terus terpangkas.
Dalam sejumlah pemilihan internal, lebih dari 100.000 menolak mendukung Biden. Kebijakan Biden soal Gaza jadi pemicu penolakan itu.
Demokrat berusaha membalikkan keadaan. Salah satu caranya dengan menggerus pengaruh kelompok lobi Israel, American Israel Public Affairs Committee (AIPAC). Ada laporan yang menyebut AIPAC menyiapkan 100 juta dollar AS.
Dana itu untuk United Democracy Project (UDP) yang fokus menambah anggota parlemen AS pendukung Israel. UDP mulai menyebarkan kampanye negatif pada politisi yang dianggap tidak mendukung Israel.
Baca juga: Hasil Pemilu Paksa Biden Tetapkan Syarat Dukungan ke Israel
Dalam laporan pada Januari 2024, The Guardian menyebut senator pendukung Israel dalam sumbangan kampanye lebih banyak daripada senator pendukung Palestina. Kini, 82 persen anggota Kongres AS mendukung Israel. Para pendukung Israel rata-rata menerima 125.000 dollar AS di pemilu sebelum ini. Sementara penolak Palestina rata-rata hanya menerima 18.000 dollar AS.
Media investigasi AS, The Lever, juga menyebut AIPAC mengalokasikan ratusan juta dollar AS lain untuk melobi Gedung Putih. Tujuan lobi itu memastikan AS mendukung Israel tanpa syarat.
AIPAC, antara lain, berusaha mencegah perwujudan gagasan Sanders soal dukungan bersyarat untuk Israel. Presiden AIPAC Michael Tuchin menyebut, Sanders berusaha mengganggu keamanan Israel.
Tanpa dukungan AS, Israel akan sangat kesulitan. Di sisi lain, sulit bagi Biden mengurangi dukungan untuk Israel. Ia tidak mau dianggap menjadi Presiden AS pertama yang menghukum Israel.
Namun, Biden juga harus mempertimbangkan suara pendukung Palestina yang terus membesar. Bukan hanya dari komunitas keturunan Arab, pendukung Palestina di AS juga meluas di kalangan warga kulit putih. (AFP/REUTERS)