AS Usulkan Gencatan Senjata di Gaza, DK PBB Gelar Voting
Amerika Serikat mendorong gencatan senjata selama enam minggu di Jalur Gaza. Ada kemungkinan veto dari Rusia.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
NEW YORK, JUMAT — Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa menggelar pemungutan suara pada Jumat (22/3/2024) terkait resolusi yang diajukan Amerika Serikat soal gencatan senjata di Jalur Gaza. Resolusi itu bisa menjadi langkah awal untuk mengakhiri penderitaan warga Gaza akibat perang Israel-Hamas.
Sebelumnya, AS selalu memveto usulan terkait gencatan senjata. Namun, sejak Februari, AS berubah sikap dan mulai menggodok rancangan resolusi untuk mendorong Israel memberlakukan jeda tempur selama enam minggu di Gaza, serta mendesak Hamas agar membebaskan semua sandera.
Versi terbaru dari teks itu, yang didapat oleh AFP, menyatakan gencatan senjata amat mendesak dilakukan demi melindungi warga tak bersalah di kedua belah pihak. Bantuan kemanusiaan juga perlu segera diizinkan masuk ke Gaza untuk meringankan penderitaan warga.
Resolusi itu menyatakan penolakan terhadap upaya untuk mengubah demografi dan teritori Gaza. Selain itu, teks tersebut juga mengecam serangan roket Hamas ke wilayah Israel pada 7 Oktober 2023.
Saat ini, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken tengah berada di Israel untuk membicarakan usulan terkait gencatan senjata di Gaza. Ia berkunjung ke Israel seusai bertandang ke Arab Saudi dan Mesir.
Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield menyatakan optimistis resolusi itu akan diterima. Jika prediksi Thomas-Greenfield benar, itu pertama kalinya Dewan Keamanan PBB mengecam serangan Hamas.
Kami tidak puas dengan usulan-usulan yang tidak menyerukan desakan untuk gencatan senjata.
Inggris dan Australia, yang keduanya sekutu Israel dan AS, mengeluarkan pernyataan resmi bahwa gencatan senjata dibutuhkan agar bantuan kemanusiaan bisa mengalir ke Gaza dan warga Israel yang disandera Hamas bisa segera dibebaskan. Pernyataan itu diumumkan ke publik setelah menteri luar negeri dan menteri pertahanan kedua negara bertemu.
China menyatakan dukungan langkah Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan pertempuran di Gaza. Namun, tidak disebutkan apakah Beijing, anggota tetap DK PBB, akan mendukung draf resolusi yang diajukan AS tersebut.
Adapun Rusia, yang juga anggota tetap DK PBB, menilai rancangan resolusi AS terlalu lemah. Dalam resolusi itu tidak ada pernyataan yang secara eksplisit mendesak gencatan senjata, hanya menyatakan gencatan senjata adalah keharusan.
"Kami tidak puas dengan usulan-usulan yang tidak menyerukan desakan untuk gencatan senjata," kata Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Dmitry Polyanskiy pada 21 Maret.
Pengamat di International Crisis Group, Richard Gowan, menilai, AS memang belum mendesak gencatan senjata tanpa syarat. Namun, pergeseran sikap AS saat ini akan membuat Israel khawatir karena Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tidak ingin ada campur tangan PBB terkait perang yang tengah dilakoninya.
Menurut sumber dari kalangan diplomat, saat ini AS telah mengantongi sembilan dari 15 suara anggota Dewan Keamanan PBB. Itu sudah cukup untuk membuat resolusi disetujui. Namun, masih ada kemungkinan veto dari Rusia.
Perang masih berkobar
Meskipun desakan untuk gencatan senjata semakin menguat, Israel masih terus membombardir Gaza. Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan, jumlah korban tewas hampir 32.000 jiwa, mayoritas perempuan dan anak-anak.
Serbuan Israel ke Gaza dilakukan setelah serangan roket Hamas menewaskan 1.160 warga pada 7 Oktober 2023. Israel mengklaim telah melumpuhkan 18 dari 24 batalyon Hamas di Gaza.
Pada 21 Maret, Netanyahu menyatakan Israel tengah menyiapkan serbuan darat ke Rafah. Meskipun mendapat tentangan dari komunitas internasional, termasuk AS, Israel tetap berkeras melakukan serangan demi mendapat kemenangan mutlak atas Hamas.
Di Rafah terdapat 1,4 juta pengungsi dari kota-kota lain di Gaza yang terdesak serangan Israel sebelumya. Diprediksi 250.000 jiwa bakal tewas jika serangan ke Rafah tetap dilakukan.
Menurut PBB, perang Israel-Hamas telah mengakibatkan anak-anak di Gaza mati kelaparan. Akibat Israel menutup akses bantuan kemanusiaan ke Gaza, warga kesulitan mencari makan dan bahkan harus bertahan hidup dengan memakan pakan ternak dan tanaman liar. (AFP/AP)