Tak Peduli Kritik, Hong Kong Berlakukan UU Keamanan Nasional yang Baru
Pemerintah Hong Kong dan China mengecam keras pemutarbalikan fakta terkait Undang-Undang Keamanan Nasional yang baru.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
HONG KONG, SABTU — Hong Kong mulai memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional yang baru, Sabtu (23/3/2024). Dunia internasional mengkritik pemberlakuan undang-undang tersebut karena berpotensi mengikis kebebasan di Hong Kong, wilayah di bawah kontrol China yang diberi otonomi khusus terkait sejarahnya sebagai bekas koloni Inggris.
Kepala Eksekutif Hong Kong John Lee, Jumat (22/3/2024) malam, menandatangani undang-undang yang baru tersebut. Selanjutnya, undang-undang itu dipublikasikan dalam situs resmi Pemerintah Hong Kong.
Seusai penandatanganan, Lee mengatakan, ”Hong Kong sudah menyelesaikan misi bersejarah, memenuhi kepercayaan yang diberikan kepada kami oleh Otoritas Pusat (China).”
Dunia internasional, mulai dari Australia, Inggris, Uni Eropa, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan Amerika Serikat (AS), mengkritisi pengesahan dan pemberlakuan undang-undang keamanan nasional tersebut. Melalui pernyataan bersama, Australia dan Inggris juga mengkritik China.
Kedua negara itu menyatakan, ”keprihatinan mendalam tentang berlanjutnya pengikisan sistemik terhadap otonomi, kebebasan, dan hak”.
Hong Kong kembali ke pangkuan China pada 1997 dengan jaminan bahwa level otonomi dan kebebasan, termasuk kebebasan berbicara dan berserikat, akan terus dilindungi di bawah formula ”satu negara, dua sistem”.
PBB dan Uni Eropa (UE) mengkritik pengesahan undang-undang yang mereka nilai sangat cepat. Seperti diketahui, undang-undang itu pertama kali diajukan sebagai rancangan undang-undang pada awal Maret 2024. Para anggota parlemen pro-China mengesahkan undang-undang itu pada Selasa (19/3/2024).
Pengesahan tersebut dilakukan melalui proses legislatif yang sangat singkat, yaitu 12 hari dan periode konsultasi publik terbatas yang hanya berlangsung selama satu bulan. Lee menyerukan agar undang-undang tersebut diproses ”dengan kecepatan penuh”.
”Sungguh mengkhawatirkan, peraturan perundang-undangan yang penting seperti itu disahkan secara terburu-buru oleh badan legislatif melalui proses yang dipercepat. Ada kekhawatiran serius terkait ketidaksesuaian antara banyak isi undang-undang dan hukum hak asasi manusia internasional,” demikian pernyataan Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam pernyataan tertulis mengatakan, undang-undang tersebut akan berimplikasi luas kepada warga negara dan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat di Hong Kong. ”Kami memiliki kekhawatiran yang sama dengan negara-negara lain bahwa Pemerintah Hong Kong menerapkan undang-undang baru tersebut secara ekstrateritorial dalam kampanye penindasan transnasional mereka yang sedang berlangsung,” ujarnya.
”Kami mengecam upaya untuk mengintimidasi, melecehkan, dan membatasi kebebasan berpendapat warga negara dan penduduk AS,” imbuh Blinken.
Pemerintah Australia dan Taiwan lantas memperbarui peringatan perjalanan ke Hong Kong bagi warga mereka yang hendak bepergian ke sana. Warga Australia dan Taiwan juga diingatkan untuk meningkatkan kewaspadaan.
”Anda bisa dianggap melanggar hukum dan ditahan tanpa dakwaan serta tidak diberi akses ke pengacara,” demikian peringatan Pemerintah Australia.
Pihak berwenang Hong Kong, melalui sebuah pernyataan, ”mengecam keras manuver politik melalui pernyataan yang tidak tepat, memutarbalikkan fakta, menimbulkan keresahan, dan menyebarkan kepanikan”.
Kritik dunia internasional akan undang-undang baru itu terkait dengan hal-hal yang diatur di dalamnya. The Guardian pada 21 Maret 2024 melaporkan, Undang-Undang Keamanan Nasional, yang juga dikenal sebagai Pasal 23, itu mengatur sejumlah hal, di antaranya terkait tindakan makar, spionase, pencurian rahasia negara, penghasutan, dan campur tangan asing.
Para pengkritik mengatakan, undang-undang yang baru ini akan mengantarkan Hong Kong menuju ”era baru otoritarianisme” yang akan semakin mengikis hak dan kebebasan penduduk. Selain itu, UU tersebut akan membuat takut bisnis dan investasi internasional.
Diplomat Beijing menepis kritik tersebut. Duta Besar China untuk AS Liu Pengyu mengatakan bahwa undang-undang baru tersebut ”sah, sah, dan tidak tercela”. Ia mengatakan, tindakan yang diatur tersebut hanya ditujukan untuk sekelompok kecil orang yang terlibat dalam pelanggaran yang sangat membahayakan keamanan nasional. ”Lembaga asing, perusahaan, dan aktivitas normal setiap individu akan dilindungi sepenuhnya,” kata Liu.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian, dalam konferensi pers rutin Kemenlu China, Rabu (20/3/2024), mengatakan, pemimpin China ”sangat menyesalkan dan dengan tegas menentang fitnah dan tuduhan yang salah dari setiap negara dan organisasi terhadap rancangan undang-undang perlindungan keamanan nasional Hong Kong”.
Lin mengatakan, undang-undang tersebut ”menjunjung prinsip dasar menghormati dan melindungi hak asasi manusia, serta melindungi hak dan kebebasan yang dinikmati penduduk Hong Kong sesuai dengan hukum”.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sejak Hong Kong kembali ke Pemerintahan China pada 1997, China dan Pemerintah Hong Kong membenarkan tindakan keras dalam bidang keamanan sebagai upaya memulihkan ketertiban. Pada tahun 2019, Hong Kong diguncang protes jalanan antipemerintah yang berlangsung berbulan-bulan.
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak politisi dan aktivis prodemokrasi dipenjara atau diasingkan. Sementara media liberal dan kelompok masyarakat sipil ditutup.
Menurut data resmi, 291 orang ditangkap karena pelanggaran keamanan nasional. Sebanyak 174 orang di antara mereka dan lima perusahaan telah dijatuhi dakwaan.
Sebelumnya, upaya untuk mengesahkan Undang-Undang Keamanan Nasional itu dibatalkan pada 2003 setelah 500.000 orang berunjuk rasa menentangnya Kali ini, kritik publik dibungkam di tengah tindakan keras keamanan. Warga Hong Kong yang berada di luar negeri pada hari Sabtu ini merencanakan protes, di antaranya di Inggris, Taiwan, Kanada, dan Jepang. (REUTERS)