Investasi Solusi Pengungsi
Buat apa merantau kalau di kampung halaman bisa kerja bergaji baik dan hidup tenang.
Hampir setiap orang mau hidup tenang di kampung halaman. Sayangnya, untuk sebagian orang, keinginan itu mustahil didapatkan. Akibatnya, mereka terpaksa mengungsi.
Wael Miqdad di Khan Younis dan Zahr Saqr di Rafah termasuk dari setidaknya 108 juta pengungsi di beberapa negara saat ini. ”Kami terus menanti bantuan,” kata Miqdad kepada Al Jazeera, Minggu (17/3/2024).
Baca juga: Sempat Macet, Perundingan Gencatan Senjata di Gaza Digelar Lagi
Hidup Miqdad dan Saqr menunjukkan keterpaksaan menjadi pengungsi. Tidak mungkin hidup tenang di Gaza karena bom dan rudal dari Israel bisa tiba-tiba meledak.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan berbagai lembaga menyebut, puluhan ribu bangunan di Gaza hancur. Nyaris tidak ada lagi tempat tinggal, belajar, bekerja, dan beristirahat tersisa di Gaza.
Perang juga memaksa jutaan orang mengungsi dari Suriah, Yaman, Sudan, hingga Myanmar. Sementara bencana dan ketiadaan lapangan kerja memaksa jutaan orang dari Asia dan Afrika nekat menjadi pendatang ilegal di sejumlah negara.
Bersama Jordania dan Iran, Turki menempati peringkat teratas sebagai penampung pengungsi. Dari 108 juta pengungsi menurut data Komisi Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR), 10 juta ada di tiga negara tersebut. Bahkan, Uganda dan Etiopia menampung hampir 2,5 juta pengungsi.
Bisnis besar
Dari berbagai lokasi penampungan sementara itu, pengungsi bergerak menuju negara-negara lain yang dianggap lebih aman. Berbagai pihak mendapat uang banyak dari pengangkutan pengungsi dan imigran gelap.
Dilaporkan The Australian Financial Reviewpada Minggu, Corporate Travel Management akan mendapat untung besar dari jasa akomodasi dan transportasi pencari suaka Inggris. Perusahaan Australia itu memenangi kontrak 2 miliar dollar AS untuk mengurus para pencari suaka di Inggris. Perusahaan itu menyediakan kapal untuk mengangkut pencari suaka ke Rwanda.
Sementara itu, para penyelundup di Tunisia dan Libya menarik hingga 10.000 dollar AS dari setiap imigran. Dengan dana itu, para imigran hanya diangkut dengan kapal kelebihan muatan menuju Italia atau Yunani. Kerap kali kapal-kapal itu karam di tengah laut.
Baca juga: Misi Terselubung di Balik Skenario Israel Evakuasi Warga Gaza dari Rafah
Indonesia juga menengarai ada sindikat penyelundup manusia dalam gelombang pengungsi Rohingya. Sindikat mengutip beberapa ribu dollar AS untuk mengangkut orang Rohingya dari Bangladesh ke Malaysia atau Indonesia.
Di berbagai kawasan dan negara lain, para penyelundup itu juga bekerja. Mereka mendapatkan uang banyak dari penderitaan orang-orang yang sengsara di kampung halaman.
Akar masalah
Sejumlah pengungsi Afrika dan Asia yang kini di Eropa menyebut, Eropa dan sekutunya berperan mendorong mereka mengungsi. Pemerintah dan perusahaan Eropa dan sekutunya memasok senjata serta dana untuk perang di berbagai kampung halaman para pengungsi. Tanpa pasokan senjata dan dana, sulit mempertahankan perang di Asia dan Afrika.
Baca juga: Staf UNRWA Disiksa dan Dipaksa Israel Buat Pengakuan Palsu Terlibat Hamas
Karena itu, Indonesia dan sejumlah negara menekankan penyelesaian masalah pengungsi harus melihat akarnya. Pada kasus Rohingya, Suriah, dan Afghanistan, akarnya adalah kekerasan di kampung halaman.
Pada kondisi tersebut, keamanan harus dihadirkan di kampung asal para pengungsi. Rasa terancam mendorong orang terpaksa mengungsi keluar dari kampung halamannya.
Pendorong lain orang meninggalkan kampung halaman adalah kondisi ekonomi. Hasrat mencari penghasilan lebih baik mendorong orang merantau.
Pada kondisi ini, pemberian suaka hanya salah satu solusi sementara. Solusi jangka panjangnya dengan menggerakkan perekonomian di negara asal pengungsi dan pencari suaka.
Baca juga: Investasi Pabrik Nikel Belum ”Menetes” pada Warga Lokal
Investasi adil secara ekologi dan sosial menjadi salah satu cara. Aspek keadilan itu penting. Sebab, sebagian investasi tidak membawa peningkatan kesejahteraan bagi warga di sekitar lokasi penanaman modal. Porsi terbesar manfaat investasi kembali ke negara asal investor atau setidaknya kota besar di negara lokasi investasi.
Warga di sekitar lokasi penanaman modal dilibatkan sekadarnya pada aktivitas ekonomi dari investasi itu. Sebagian hanya menjadi buruh berupah rendah. Sebagian lagi mendapatkan tetesan dengan membuka warung makan atau menyediakan persewaan tempat tinggal.
Jika kue manfaat investasi diberikan lebih besar untuk warga sekitar, hasrat merantau berpeluang ditekan. Buat apa merantau kalau di kampung halaman bisa kerja bergaji baik dan hidup tenang? (AFP/REUTERS)