Staf UNRWA Disiksa dan Dipaksa Israel Buat Pengakuan Palsu Terlibat Hamas
Staf UNRWA disiksa dan diancam aparat militer Israel di dalam tahanan. Mereka dipaksa mengakui terlibat dengan Hamas.
GAZA, SABTU — Badan Bantuan Sosial dan Pekerja PBB (UNRWA), yang menangani pengungsi Palestina, menyatakan, sejumlah staf mereka disiksa militer Israel untuk membuat pengakuan palsu ikut membantu kelompok Hamas dalam serangan ke Israel, 7 Oktober 2023. Para staf UNRWA, yang ditangkap bersama warga Palestina lainnya, babak belur dipukuli, disiram dengan air, lalu diinjak atau dipukuli, dan diteror dengan ancaman bahwa anggota keluarga mereka akan disakiti.
Hal tersebut diungkapkan UNRWA dalam laporan setebal 11 halaman. Direktur Komunikasi UNRWA Juliette Touma mengatakan, lembaganya akan membagikan laporan tentang dugaan penyiksaan yang dilakukan Israel untuk memaksa pengakuan keterkaitan dengan Hamas kepada lembaga PBB dan organisasi pelindung HAM.
Pada Januari 2024, UNRWA memecat 12 staf karena diduga terkait dengan serangan Hamas tahun lalu. UNRWA memiliki 13.000 anggota.
”Saat perang berakhir, harus dilakukan penyelidikan menyeluruh terhadap pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia,” kata Touma.
Laporan tersebut menyatakan, anggota UNRWA disiksa dan diancam aparat Israel yang menahan mereka di dalam penjara. Mereka dituduh terlibat dalam organisasi Hamas dan ikut pada serangan tanggal 7 Oktober 2023.
UNRWA menolak permintaan kantor berita Reuters untuk melihat transkrip wawancara para staf yang disiksa dan dipaksa mengaku terkait dengan Hamas.
Baca juga: UNRWA, Napas Hidup Palestina, dan Langkah Tega Negara-negara Barat
Laporan tersebut menambahkan, selain para staf UNRWA yang disiksa, tahanan Palestina lainnya secara umum disiksa dengan dipukuli, dipermalukan, diancam, diserang dengan anjing, kekerasan seksual, dan dibiarkan mati tanpa mendapat perawatan saat berada dalam tahanan.
Belum ada tanggapan atau keterangan resmi Pemerintah Israel atas tuduhan UNRWA.
UNRWA adalah organisasi bantuan terbesar untuk Palestina. Tudingan Israel tentang keterlibatan anggota UNRWA dalam serangan Hamas tanggal 7 Oktober 2023 mengakibatkan 16 negara donor menghentikan bantuan senilai 450 juta dollar AS.
Pemerintah Norwegia dan Kanada, yang sempat menghentikan bantuan ke UNRWA, kini sudah kembali melanjutkan pendanaan mereka.
Baca juga: Ketika Badan-badan Kemanusiaan dan Media Dibunuh Pelan-pelan di Gaza
Penghentian bantuan tersebut memperburuk nasib warga Palestina yang diserang Israel di Jalur Gaza. Sebagian besar dari mereka adalah keturunan pengungsi yang diusir Israel dari rumah mereka di tahun 1948 dalam peristiwa Nakba (bencana).
Dalam peristiwa Nakba, 90 persen warga Palestina dipaksa meninggalkan rumah mereka yang kini dijadikan sebagai wilayah negara Israel.
Kini 90 persen dari 2,3 juta penduduk Jalur Gaza kembali menjadi pengungsi dan terancam kelaparan dan wabah penyakit. Pasokan makanan, air bersih, dan obat-obatan nyaris terhenti akibat serangan Israel di Jalur Gaza, menewaskan lebih dari 30.800 orang yang didominasi perempuan dan anak-anak.
Meninggal karena kelaparan
Di Jalur Gaza utara, sudah 20 pasien meninggal karena kelaparan dan dehidrasi di RS Kamal Adwan dan RS Shifa. Sebagian besar korban adalah anak-anak, sementara korban tertua adalah pasien lansia berusia 72 tahun.
Di RS Emirati di kota Rafah, sudah 16 bayi prematur meninggal karena kekurangan makanan bergizi dalam lima pekan terakhir. ”Kita khawatir, kematian anak karena kelaparan dan gizi buruk sedang terjadi,” kata Direktur Lembaga PBB untuk Anak-anak (UNICEF) Divisi Timur Tengah Adele Khodr.
Kekurangan makanan bergizi, diikuti buruknya pasokan air dan minimnya obat-obatan, mengakibatkan kematian silih berganti menimpa anak-anak di Gaza. PBB mengatakan, pengiriman konvoi bantuan ke Jalur Gaza sering ditolak militer Israel.
Israel berkilah, masalah kelaparan di Jalur Gaza disebabkan kegagalan lembaga-lembaga PBB dalam menyalurkan bantuan yang tertumpuk di perbatasan Gaza.
Di Jalur Gaza utara yang kini diduduki militer Israel, warga Palestina sudah tidak bisa mendapatkan daging, sayur mayur, dan buah-buahan. Barang yang tersedia di pasar darurat dengan harga mahal hanyalah kacang-kacangan, bumbu rempah, dan kudapan.
Fatima Shaheen (70), warga Gaza, mengatakan, dirinya bersama keluarga mengolah sejenis rumput yang disebut khubaiza untuk makanan. Dalam kondisi normal, tumbuhan tersebut digunakan untuk memberi makan kelinci peliharaan. ”Kami setengah mati mencari roti,” kata Shaheen.
Bayi makan rebusan rumput
Warga lainnya, Qamar Ahmed, menuturkan, bayinya yang berusia 18 bulan hanya makan rebusan rumput liar.
Baca juga: Potret Pengungsi Rafah setelah Pengeboman Bertubi-tubi Israel
Lain lagi kesaksian Mahmoud Shalaby yang tinggal di kamp pengungsi Jabaliya. Ia melihat seorang pria memberikan sekantong kecil kentang kepada dua anaknya dan berpesan itu adalah bekal untuk sarapan dan makan siang.
”Semua orang kehilangan berat badan karena kekurangan makan,” kata Shalaby, Manajer Program Medical Aid di Jalur Gaza utara.
Dokter Husam Abu Safiya, pejabat direktur RS Kamal Adwan, mengatakan bahwa mereka menangani 300-400 anak tiap hari. ”Ada 75 persen pasien anak yang kelaparan dan mengalami gizi buruk,” kata Abu Safiya.
Pengiriman bantuan dari udara yang dilakukan negara-negara tetangga dan Amerika Serikat tidak memadai bagi kebutuhan warga Palestina di Jalur Gaza. UNRWA mengatakan, Israel melarang pengiriman bantuan dari darat sejak 23 Januari 2024.
Saat militer Israel mengoordinasikan pengiriman makanan ke kota Gaza pekan lalu, para prajurit Israel justru membuka tembakan kepada kerumunan warga yang dianggap mengancam. Ketika itu ribuan warga yang kelaparan mendatangi konvoi truk. Akibatnya, 120 orang tewas akibat tertembak dan terinjak-injak dalam situasi kacau.
Kelaparan juga terjadi di Jalur Gaza selatan. Yasan al-Kafarna (10) meninggal di kota Rafah di perbatasan Mesir. Foto-foto Yazan al-Kafarna beredar menggambarkan sosok kurus tulang berbalut kulit. Menurut dokter Jabr al-Shair dari RS Abu Youssef Najjar, Kafarna yang lahir dengan gangguan otak dan meninggal karena kekurangan makanan.
Beberapa hari terakhir ini, ada 80 anak kekurangan makanan dan mengalami gizi buruk yang dibawa ke RS Abu Youssef Najjar.
Sementara itu, di RS Emirati, dokter Ahmed al-Shair, kepala perawatan anak, mengungkapkan, pihaknya menampung 44 bayi dengan usia di bawah 10 hari yang memiliki bobot hanya dua kilogram. Sebagian dari bayi-bayi tersebut dipasangi alat bantu dan berada dalam inkubator. Karena keterbatasan, satu inkubator diisi tiga bayi sehingga rentan terkena infeksi. (AP/REUTERS)