5 Bulan Gagal Target dalam Perang Gaza, Pemerintahan Netanyahu Makin Retak
Kabinet perang Israel kian retak. PM Netanyahu ”ditelikung” Gantz yang melakukan perjalanan ke AS tanpa persetujuannya.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
TEL AVIV, SENIN — Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meradang dan menegur Benny Gantz, menteri senior di kabinetnya, yang mengadakan perjalanan ke Washington DC, Amerika Serikat, untuk bertemu dengan para pejabat AS. Perjalanan Gantz berlangsung tanpa persetujuan Netanyahu. Perkembangan terbaru ini menandakan adanya keretakan yang semakin mendalam di pemerintahan Netanyahu.
Sejak perang Hamas-Israel meletus mulai 7 Oktober 2023, di tengah dukungan tanpa batas yang dinikmatinya dari Washington, Netanyahu berbeda pandangan dengan Presiden AS Joe Biden dalam beberapa hal, antara lain terkait upaya gencatan senjata di Jalur Gaza.
Dari Washington DC dilaporkan, Senin (4/3/2024), Wakil Presiden AS Kamala Harris bahkan sudah mengecam Israel karena tidak berbuat cukup banyak untuk meringankan ”bencana kemanusiaan” di Gaza.
Dalam waktu hampir bersamaan, Gantz terbang ke Washington DC. Ia dijadwalkan bertemu dengan Harris dan Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan, Senin waktu setempat. Mereka akan melakukan pembicaraan terkait upaya memperkuat hubungan dengan Washington, meningkatkan dukungan terhadap serangan darat Israel, dan mendorong pembebasan sandera Israel yang ditahan di Gaza.
Menurut seorang pejabat dari Partai Likud Netanyahu yang tidak mau disebutkan namanya, kunjungan Gantz ke Washington tanpa seizin Netanyahu. Pejabat itu mengatakan, Netanyahu melakukan ”pembicaraan yang alot” dengan Gantz mengenai perjalanan tersebut. Kepada Gantz, Netanyahu mengatakan, Israel ”hanya memiliki satu perdana menteri.”
Sementara seorang pejabat Israel lainnya mengatakan, Gantz telah memberi tahu Netanyahu tentang niatnya terbang ke AS dan mengoordinasikan pesan dengannya.
Teguran Netanyahu kepada Gantz itu menandakan keretakan yang semakin lebar di pemerintahan Netanyahu dalam masa hampir lima bulan perang antara Israel dan Hamas. Selama rentang waktu tersebut, Netanyahu gagal mencapai target yang ditetapkannya sendiri saat memutuskan invasi ke Gaza sebagai respons atas serangan kelompok Hamas ke Israel selatan, 7 Oktober 2023.
Netanyahu menetapkan dua target utama dalam invasi ke Gaza, yakni membebaskan seluruh sandera warga Israel yang ditahan Hamas dan faksi-faksi Palestina lainnya dan menghancurkan Hamas. Hingga hampir lima bulan perang berkobar, tak satu pun dari target-target itu tercapai. Sebaliknya, Israel malah mendapat tekanan internasional yang semakin kuat.
Netanyahu juga tengah berselisih dengan Presiden AS Joe Biden mengenai cara meringankan penderitaan rakyat Palestina di Gaza dan menciptakan visi pascaperang di wilayah tersebut. AS ingin melihat kemajuan dalam proses pembentukan negara Palestina sebagai bagian dari langkah penyelesaian perang di Gaza. Visi ini ditolak oleh Netanyahu.
Selain itu, pejabat tinggi Israel dari faksi Gantz juga mempertanyakan penanganan perang dan strategi untuk membebaskan para sandera. Para pengkritik di Israel menuding pengambilan keputusan Netanyahu terkait rencana pembangunan Gaza pascaperang dinodai pertimbangan politik pribadi, yakni lebih untuk melanggengkan jabatannya sebagai perdana menteri. Netanyahu membantah tuduhan tersebut.
Popularitas merosot
Menurut sebagian besar jajak pendapat, popularitas Netanyahu semakin merosot sejak perang di Gaza pecah. Banyak warga Israel menganggap Netanyahu bertanggung jawab atas serangan Hamas, Oktober 2024. Serangan ini menewaskan sekitar 1.200 orang Israel, sebagian besar warga sipil. Selain itu, sekitar 250 orang, termasuk wanita, anak-anak, orang tua, dan orang dewasa, diculik dan disandera di Gaza.
Di sisi Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, pertempuran Hamas dan Israel menewaskan sedikitnya 30.410 warga Palestina, sekitar dua pertiganya adalah perempuan dan anak-anak. Sekitar 80 persen dari 2,3 juta penduduk telah meninggalkan rumah mereka, dan badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan ratusan ribu orang berada di ambang kelaparan.
Kunjungan Gantz ke AS, jika menemui kemajuan terkait pembebasan sandera, dapat semakin meningkatkan dukungan kepada Gantz. Warga Israel sangat trauma atas serangan Hamas.
Di Israel semakin banyak orang yang mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap Netanyahu. Sekitar 10.000 orang berunjuk rasa pada pertengahan Februari 2024, menyerukan pemilihan umum dini. Aksi unjuk rasa-unjuk rasa semacam ini telah meningkat dalam beberapa minggu terakhir.
Reuven Hazan, seorang profesor ilmu politik pada Universitas Ibrani di Jerusalem, mengatakan, jika perpecahan politik kian membesar dan Gantz mundur dari pemerintahan, aliran protes yang lebih luas dari masyarakat yang sudah tidak senang dengan pemerintahan Netanyahu bisa saja terjadi.
”Saat Anda merasakan kemarahan, dan koalisi terputus dari masyarakat, akan ada ledakan besar,” kata Hazan.
Pertemuan yang dijadwalkan antara Gantz dengan Harris dan Sullivan, Senin ini, terjadi saat para mediator internasional juga tengah menggelar perundingan di Mesir tentang gencatan senjata di Jalur Gaza. Namun, seorang pejabat pemerintah Israel mengatakan bahwa Israel tidak mengirimkan delegasi ke Mesir.
Alasannya, Netanyahu belum menerima jawaban dari Hamas atas dua pertanyaan Israel. Menurut media Israel, pertanyaan itu adalah tentang daftar sandera yang masih hidup dan jumlah tahanan Palestina yang dicari Hamas sebagai imbalan untuk setiap sandera.
Seorang pejabat senior AS yang tidak bisa disebutkan namanya mengatakan, Israel pada dasarnya mendukung kerangka usulan gencatan senjata di Gaza dan kesepakatan pembebasan sandera. Sekarang terserah pada Hamas untuk menyetujuinya. Para mediator internasional berharap kesepakatan gencatan senjata bisa tercapai sebelum bulan suci Ramadhan yang dimulai sekitar 10 Maret.
Kecaman Harris
Wakil Presiden AS Kamala Harris di Alabama mengecam Israel. Ia menyatakan, Israel tidak berbuat banyak untuk meringankan ”bencana kemanusiaan” di Gaza. Ia menyerukan gencatan senjata segera di Gaza.
Harris juga mendesak Hamas menerima kesepakatan pembebasan sandera dengan imbalan enam minggu penghentian perang.
”Rakyat di Gaza kelaparan. Kondisinya tidak manusiawi dan rasa kemanusiaan kita memaksa kita untuk bertindak,” kata Harris dalam acara peringatan 59 tahun ”Bloody Sunday” di Alabama.
Harris menegaskan, ”Pemerintah Israel harus berbuat lebih banyak untuk meningkatkan aliran bantuan secara signifikan. Tidak ada alasan.”
Untuk meningkatkan jumlah bantuan, Harris mengatakan, Israel harus membuka pintu penyeberangan perbatasan baru, tidak menetapkan ”pembatasan yang tidak perlu” pada pengiriman bantuan, melindungi personel kemanusiaan dan konvoi agar tidak menjadi sasaran. Israel juga harus berupaya memulihkan pelayanan dasar dan meningkatkan ketertiban sehingga lebih banyak makanan, air, dan bahan bakar menjangkau mereka yang membutuhkan. (AP/REUTERS)