Pembantaian Al-Nabusi Tidak Akan Ubah Sikap AS ke Israel
Sampai pemilu selesai, sulit mengharapkan ada keputusan penting AS untuk meringankan penderitaan Palestina.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
WASHINGTON DC, JUMAT — Kematian 104 orang di Al-Nabusi, Gaza, tidak akan mengubah posisi Pemerintah Amerika Serikat soal Israel. Kepentingan menjelang pemilu menjadi alasan utama. Di sisi lain, insiden Al-Nabusi semakin meningkatkan tekanan pada Israel dan sekutunya.
Pandangan soal posisi AS disampaikan Adam Shapiro selepas 104 orang tewas dan 760 lain cedera di Al-Nabusi pada Kamis (29/2/2024). Saksi mata dan sejumlah perwira Israel menyebut, tentara Israel menembaki kerumunan orang yang menanti bantuan kemanusiaan.
”Saya yakin ada keprihatinan di laporan Gedung Putih. Sama sekali tidak ada alasan bagi tentara Israel menembaki orang yang berusaha mendapat makanan dan bantuan kemanusiaan lain,” kata Saphiro yang menjadi Direktur Advokasi Israel-Palestina pada Democracy for the Arab World Now (DAWN) itu, Kamis malam di Washington DC atau Jumat diri hari WIB.
Ia tidak yakin insiden itu akan mengubah posisi pemerintahan Joe Biden soal Palestina. ”Pemerintahan ini tidak tertarik mendorong gencatan senjata langgeng dan melakukan hal bermakna bagi kehidupan orang di Gaza,” ujarnya.
Pemerintahan Biden harus fokus pada pemilu. Sampai pemilu selesai, sulit mengharapkan ada keputusan penting AS untuk meringankan penderitaan Palestina.
Dalam berbagai jajak pendapat, hingga 70 persen responden AS mendukung Israel. Adapun warga AS pendukung Palestina, meski terus naik, paling banyak 20 persen saja. Selain itu, para penyumbang besar dana kampanye juga kebanyakan pendukung Israel.
Anggota Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat AS, Patrick Gaspard, juga mengecam Presiden AS Joe Biden. Kejadian Al-Nabusi menunjukkan dukungan Biden kepada pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak berguna.
Lebih ironis lagi, AS menjajaki kemungkinan mengirimkan bantuan ke Gaza lewat udara. Padahal, seharusnya AS bisa mendesak Israel membuka perbatasan untuk pengiriman bantuan kemanusiaan.
Langsung terbukti
Analisis Saphiro dibuktikan pada Kamis itu juga oleh pemerintahan Joe Biden. Deputi Wakil Tetap AS di Perserikatan Bangsa-Bangsa Robert Wood merintangi upaya Dewan Keamanan PBB mengecam insiden Al-Nabusi. Menurut Wood, masih banyak fakta harus diperiksa di lapangan. Dari 15 anggota DK PBB, hanya AS menolak kecaman pada insiden Al-Nabusi.
Sementara Biden mendesak Kongres AS segera mengesahkan undang-undang untuk mengirimkan persenjataan ke Israel. Menurut Biden, Israel sedang terancam dan harus dibantu membela diri. ”Kami sedang memeriksa. Ada dua versi berbeda soal apa yang terjadi. Saya belum bisa menjawab,” kata Biden saat ditanya soal Al-Nabusi.
Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan, AS mendesak Israel memberi tambahan informasi soal Al-Nabusi. ”Kami sudah berhubungan dengan Pemerintah Israel sejak pagi dan memahami penyelidikan sedang berlangsung. Kami akan memantau penyelidikan dan mendesak jawaban,” ujarnya.
Sementara Wakil Juru Bicara Gedung Putih Olivia Dalton mengatakan, pemerintahan Biden terus mengupayakan solusi. Melalui USAID, AS sedang berusaha meningkatkan arus bantuan kemanusiaan di Gaza. Para pejabat AS juga terus mengupayakan jeda pertempuran Israel-Hamas serta mencegah perluasan perang di Lebanon.
Israel menyampaikan keterangan berbeda soal Al-Nabusi. Juru bicara pemerintah Israel, Avy Hyman, menyebut, orang-orang tewas terlindas truk. Sebab, awak truk kehilangan kendali saat truk dikerumuni banyak orang.
Adapun militer Israel akhirnya mengakui prajuritnya di lokasi menembaki kerumunan. IDF berkilah, prajurit merasa terancam oleh kerumuman orang yang berebut makanan dan aneka bantuan lain itu.
Dosen Princeton University, Kenneth Roth, mengatakan, Israel menjadi penyebab orang berkerumun dan berebut makanan di Al-Nabusi. Blokade selama berbulan-bulan membuat warga Gaza kelaparan.
”Membuat mereka kelaparan, lalu membunuh mereka yang mencari makanan? Saksi mata dan petugas kesehatan menyatakan, pasukan Israel menembaki ribuan orang Palestina,” kata mantan Direktur Eksekutif Human Right Watch itu.
Desakan internasional
Sementara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengakui, tekanan internasional pada pemerintahannya semakin meningkat. Meski demikian, ia akan terus menyerbu Gaza. Apalagi, mayoritas warga AS masih terus mendukung Israel.
Presiden Perancis Emmanuel Macron mengecam penembakkan di Al-Nabusi. Ia dan berbagai pemimpin global mendesak penyelidikan independen atas insiden itu. Kementerian Luar Negeri Perancis menyebut, tidak ada alasan pembenar pada kejadian itu. Insiden itu terjadi kala semakin banyak warga Palestina menderita dan kelaparan.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell juga mengecam insiden tersebut. Ia menyebutnya sebagai pembantaian. Adapun Menlu Kanada Melanie Joly menyebut insiden itu mimpi buruk.
Sementara Presiden Kolombia Gustavo Petro mengumumkan, Kolombia menghentikan impor persenjataan dari Israel. Menurut dia, insiden Al-Nabusi wujud genosida. ”Meminta makanan, lebih dari 100 orang Palestina dibunuh Netanyahu,” ujarnya.
Pakar geopolitik AS, Ian Bremmer, menyebut, posisi geopolitik Israel amat kuat sampai awal Oktober 2023. Serangan ke Gaza menggerus modal diplomatik Israel dan sekutunya. Kini, Israel dan sekutu dekatnya semakin terisolasi di panggung global. (AFP/REUTERS/AP)