Siasati Larangan Impor China, Jepang Perluas Pasar Hasil Laut
Larangan impor produk laut Jepang oleh China membuat hubungan dagang kedua negara dalam ketidakpastian.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
TOKYO, MINGGU — Industri hasil laut Jepang berupaya memperluas pasar produk mereka dan mengurangi ketergantungan pada China. Hingga saat ini China belum mencabut larangan impor hasil laut asal Jepang akibat pembuangan air olahan limbah nuklir dari PLTN Fukushima Daiichi ke laut.
Kantor berita Jepang, Kyodo, Minggu (25/2/2024), melaporkan, para pelaku usaha produk laut di Jepang mencari pasar baru selain China. Mereka mencari pelanggan baru dari seluruh dunia, antara lain kota-kota di Amerika Serikat, seperti Hawaii, Los Angeles, dan Houston. Pasar Asia, seperti Singapura dan Malaysia, pun menjadi incaran mereka.
”Penjualan kami berkurang setengah. Larangan impor membuat kami tak punya pilihan selain mencari cakrawala baru,” kata Yasuhiro Yamazaki, Ketua Pedagang Grosir Yamaharu Co, di Pasar Ikan Toyosu, Tokyo.
Di setiap tempat baru yang ia datangi, Yamazaki memamerkan produk laut premium yang sebelumnya dijual ke pasar China. Ia membawa, antara lain, ikan alfonsino, kakap putih, dan bagian-bagian tuna sirip biru. Sambutan di tempat-tempat baru itu cukup baik. Menurut dia, banyak negara siap menerima produk laut Jepang. Penjualan bakal pulih, bahkan melonjak.
Pada Jumat (23/2/2024), Kyodo merilis survei yang menunjukkan kelompok usaha perikanan paling banyak terkena dampak pembuangan air olahan limbah nuklir PLTN Fukushima Daiichi. Dampak itu paling terasa saat China memberlakukan larangan impor produk laut Jepang pada Agustus 2023.
Pembuangan limbah nuklir memukul perdagangan produk laut, khususnya kerang, yang menyumbang seperempat ekspor hasil laut Jepang ke China pada 2022. Jepang tengah menjajaki jalur pengolahan dan ekspor kerang, di antaranya ke Meksiko.
Larangan impor oleh China membuat hubungan dagang kedua negara dalam ketidakpastian. ”Bahkan, jika China mencabut larangannya, pertanyaannya apakah kita dapat kembali ke hubungan seperti sebelumnya,” kata Yamazaki.
Ia juga merasa ragu industri Jepang bisa kembali mengandalkan pasar China. ”Upaya kami murni didorong keinginan untuk berbagi makanan lezat dengan masyarakat China. Sedih rasanya melihat negara yang begitu dekat dengan kita semakin jauh,” ujarnya.
Bahkan, jika China mencabut larangannya, pertanyaannya apakah kita dapat kembali ke hubungan seperti sebelumnya.
Dalam pengarahan pers rutin, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, mengatakan, langkah pencegahan oleh China dan sejumlah negara merupakan respons untuk menjaga keamanan pangan dan kesehatan masyarakat. ”Langkah-langkah itu sah, masuk akal, dan perlu,” ujarnya dikutip media Global Times, Minggu.
Menurut Global Times, media-media Jepang ramai membahas soal kemungkinan pembicaraan bilateral Jepang-China untuk mencabut larangan impor hasil laut. Namun, para ahli di China menyebut, dalam jangka pendek China tampaknya belum bersedia mencabut larangan itu.
Chang Yen-chiang, Direktur Lembaga Penelitian Laut Kuning dan Laut Bohai pada Universitas Dalian Maritim, mengungkapkan alasan utama China adalah tidak ada langkah Jepang menghentikan pembuangan air olahan limbah nuklir ke laut. Menurut dia, dengan pengaruh arus lautan, dampak dari pembuangan itu baru dimulai. Dampak lebih lanjut harus segera diantisipasi.
”Seiring waktu yang berjalan dan semakin banyak limbah nuklir yang dibuang ke laut, efek negatif akan terus meningkat. Jika situasinya demikian, bagaimana mungkin larangan impor dicabut,” ujar Chang.
Global Times menyebut, berdasarkan laporan media-media Jepang, operator PLTN Fukushima Daiichi, TEPCO, berencana membuang lagi air olahan limbah nuklir pada 2024. Setidaknya 54.600 ton limbah akan dibuang dalam tujuh tahap. Jumlah itu dua kali lebih besar dibanding tahun 2023.
Laporan media-media Jepang, sebut Global Times, juga mengungkap bahwa pembuangan limbah nuklir sudah mengontaminasi tanah di sekitar PLTN. Pada ahli di Jepang yang meneliti tanah di sekitar fasilitas itu mendapati tingkat radiasi yang lebih tinggi dibanding area lain. TEPCO juga telah mengungkap adanya 1,5 ton limbah yang mengandung zat radioaktif tinggi bocor karena katup mesin pengolahan terbuka pada awal Februari.
Chang menyerukan supaya Jepang mulai mencari solusi atas masalah mendasar di PLTN Fukushima Daiichi, yakni mengatasi kebakaran pada reaktor nuklir. Jika tidak, zat-zat radioaktif akan terus dilepaskan dan pembuangan limbah nuklir bisa berlangsung hingga lebih dari 100 tahun.
”Kita harus meningkatkan kewaspadaan terhadap hasil pertanian dan tanaman di tanah yang terkontaminasi. China harus meningkatkan pengujian radioaktif pada produk pertanian dan kosmetik Jepang,” kata Chang.
Pembuangan air olahan limbah nuklir ke laut oleh Jepang memicu protes di Indonesia. Pada Kamis (22/2/2024), kelompok masyarakat sipil melayangkan gugatan kepada Pemerintah Jepang melalui Pengadilan Negeri jakarta Pusat. Kelompok yang tergabung dalam dalam Tim Advokasi Masyarakat Perairan Anti Racun (Tim Tampar) menilai pembuangan itu akan menyebabkan kontaminasi dan berdampak terhadap perikanan di Indonesia. (AP)