Pemerintah Jepang Digugat Terkait Pembuangan Limbah Nuklir Fukushima ke Laut
Kelompok masyarakat melayangkan gugatan ke Pemerintah Jepang terkait pembuangan limbah nuklir Fukushima ke laut.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kelompok masyarakat sipil melayangkan gugatan ke Pemerintah Jepang melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait pembuangan limbah nuklir Fukushima ke laut. Gugatan tersebut dilayangkan karena pembuangan limbah nuklir Fukushima ke laut dinilai akan menyebabkan kontaminasi dan berdampak terhadap perikanan di Indonesia.
Gugatan tersebut diajukan oleh kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Tim Advokasi Masyarakat Perairan Anti Racun (Tim TAMPAR) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (22/2/2024). Gugatan ini diajukan setelah tiga kali somasi yang dilayangkan oleh Tim TAMPAR tidak mendapatkan tanggapan dari Pemerintah Jepang.
Dalam gugatannya, Tim TAMPAR meminta hakim untuk tegas menyatakan pembuangan limbah nuklir oleh Jepang merupakan perbuatan melanggar hukum baik internasional, domestik, maupun nasional. Tim juga meminta penghentian pembuangan limbah nuklir Fukushima di laut, menghentikan ekspor hasil laut dari perairan Jepang, dan mengumumkan daftar restoran yang mengimpor ikan laut dari perairan Jepang.
Atas kerugian dan dampak yang timbul dari tindakan pembuangan limbah ini bagi lingkungan serta kesehatan masyarakat Indonesia, hakim juga diminta menghukum Pemerintah Jepang dengan membayar kerugian sebesar Rp 1 triliun.
Koordinator Nasional Ekologi Maritim Indonesia (Ekomarin) Marthin Hadiwinata mengatakan, gugatan ini didasarkan pada tindakan Jepang yang membuang limbah nuklir ke laut akibat ledakan reaktor di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima.
”Terdapat beberapa alasan yang mendasari gugatan Tim TAMPAR ini. Pertama, tindakan pembuangan limbah nuklir oleh Pemerintah Jepang berdampak secara langsung pada ekosistem lingkungan hidup Indonesia karena teknologi sistem pemrosesan cairan diragukan kemampuannya untuk menghilangkan konsentrasi radioaktif tritirum/karbon-14,” ujarnya.
Menurut Marthin, kontaminasi limbah ini pada akhirnya akan berdampak pada produk perikanan laut termasuk sumber daya ikan yang bermigrasi jauh dan berdampak pada kesehatan manusia yang mengonsumsinya.
Pemerintah Jepang gagal memenuhi kewajibannya untuk mencegah bencana nuklir sejak dini. Jepang juga gagal memberikan informasi darurat tepat waktu mengenai tindakan yang membahayakan kehidupan dan kesehatan masyarakat.
Gugatan juga dilayangkan karena Tim TAMPAR menilai bahwa Pemerintah Jepang telah melakukan berbagai pelanggaran terhadap ketentuan hukum internasional, seperti UNCLOS 1982 dan Convention on Nuclear Safety 1994. Pelanggaran ini menunjukkan Jepang tidak melaksanakan kewajiban untuk tidak menyebabkan kerusakan pencemaran bagi negara lain.
Alasan lain dari gugatan ini ialah adanya potensi pelanggaran ketentuan hukum secara berlapis baik hukum domestik Jepang maupun hukum Indonesia oleh Pemerintah Jepang. Tindakan yang dilakukan dengan ketidakhati-hatian dan tanpa iktikad baik tersebut merupakan tindakan unprosedural yang melanggar Undang-Undang Jepang terkait Energi Atom.
Tim TAMPAR berpandangan bahwa Pemerintah Jepang gagal memenuhi kewajibannya untuk mencegah bencana nuklir sejak dini. Jepang juga gagal memberikan informasi darurat tepat waktu mengenai tindakan yang membahayakan kehidupan dan kesehatan masyarakat.
Selain itu, masyarakat menilai Indonesia menerima kerugian dari pembuangan limbah nuklir ini. Masyarakat akan mengonsumsi sekitar 173 jenis biota laut dari perairan Jepang yang diduga kuat telah terkontaminasi zat radioaktif hingga berdampak pada kesehatan.
Jepang tercatat telah tiga kali melakukan pembuangan limbah nuklir ke laut, yakni pada 23 Agustus 2023, 5 Oktober-27 Oktober 2023, dan Agustus-November 2023. Gelombang keempat pembuangan limbah nuklir ke laut yang dilakukan Jepang ini direncanakan dilakukan pada Maret 2024 dengan volume sebanyak 31.200 metrik ton.
Pembuangan limbah nuklir Fukushima juga masih akan terus berjalan. Sebab, terdapat 1,34 juta metrik ton air limbah nuklir radioaktif Fukushima yang tersimpan di sekitar 1.000 tangki.
Berbeda dengan pandangan masyarakat sipil, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) RI menilai pelepasan air olahan dari pembuangan limbah nuklir di Jepang tidak akan menimbulkan dampak negatif bagi manusia dan lingkungan. Namun, hal ini dengan catatan kandungan tritiumsebagai senyawa radioaktif tetap berada di bawah batas yang ditetapkan.
Berdasarkan penjelasan Bapeten yang merujuk laman resmi Badan Tenaga Atom International (IAEA), pelepasan air olahan tidak memiliki dampak radiologis bagi manusia dan lingkungan.Laporan tersebut merupakan hasil kerja selama hampir dua tahun oleh Satuan Tugas IAEA yang terdiri atas para pakar nuklir IAEA dari 11 negara.
Bapeten menekankan, pelepasantritium ke lingkungan merupakan suatu hal yang jamak terjadi dalam pengoperasian PLTN. Pihak Jepang juga telah menetapkan batas jumlah pelepasan tritium tahunan sebesar 22 triliun becquerel(Bq) per tahun. Angka ini lebih rendah dari rata-rata jumlah pelepasan tritium tahunan dalam pengoperasian PLTN di dunia.
Duta Besar Jepang untuk Republik Indonesia Kanasugi Kenji sebelumnya juga menyebut bahwa pelepasan air olahan tersebut tidak akan berdampak buruk, baik bagi manusia maupun hewan. Keputusan ini dilakukan setelah berkonsultasi dengan para ahli dan IAEA, termasuk juga Bapeten (Kompas.id, 30/8/2023).