Pembuangan limbah nuklir Fukushima sedang dikaji dampaknya terhadap komoditas perikanan Indonesia-Jepang.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan sedang mengkaji dampak limbah nuklir Fukushima terhadap komoditas perikanan. Hal ini menyusul dampak pembuangan air radioaktif olahan dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi ke Samudra Pasifik.
Sekretaris Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Machmud menuturkan, pihaknya sedang mengkaji dampak pembuangan limbah nuklir Fukushima terhadap produk perikanan yang diperdagangkan kedua negara.
”Dalam proses. Kami sedang siapkan laporan (kajian),” katanya, dalam pesan singkat, Minggu (27/8/2023).
Jepang mulai melepaskan air radioaktif olahan dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi ke Samudra Pasifik pada 24 Agustus 2023. Pembuangan tahap pertama akan sebanyak 7.800 meter kubik. Seluruh proses pelepasan air olahan itu diperkirakan memakan waktu hingga sekitar 30 tahun. Di lokasi PLTN Fukushima sendiri masih ada sekitar 1,3 juta ton air yang akan dilepaskan (Kompas.id, 24/8/2023).
Negara-negara tetangga Jepang, seperti Korea Selatan, Korea Utara, dan China, mendesak Jepang menghentikan pelepasan limbah olahan ini. China juga sudah melarang impor semua makanan laut asal Jepang.
Marthin Hadiwinata, Koordinator Nasional Ekomarin, secara terpisah, mengemukakan, perairan Indonesia terletak pada lintasan perbatasan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Pelepasan air olahan yang terkena radiasi nuklir dapat berdampak pencemaran perairan dan produk perikanan asal Indonesia.
Beberapa spesies ikan asal Indonesia yang bernilai ekonomis tinggi berpotensi terdampak karena pola migrasi juah ikan sampai ke Samudra Pasifik. Beberapa ikan bernilai ekonomi tinggi itu ialah ikan madidihang atau tuna sirip kuning (Thunnus albacre).
”Dampak lanjutan dapat terjadi, baik jangka pendek dalam rantai pangan perikanan maupun jangka panjang yang terakumulasi dalam jaringan manusia. Ini adalah kejahatan yang dapat dikategorikan pencemaran transnasional,” ujar Marthin dalam keterangan pers, Sabtu.
Marthin menambahkan, Pemerintah Indonesia perlu segera mengambil sikap terkait hubungan dagang, khususnya terkait produk perikanan dari Jepang ke Indonesia. Selain itu, membawa persoalan ini ke forum internasional termasuk nota protes dan diplomatik. ”Perlu juga mengangkat ini ke dalam forum sengketa internasional,” ujarnya.