Menakar Dampak Ancaman Mesir Memutus Perdamaian dengan Israel
Israel, Mesir, dan Timur Tengah rugi jika Perjanjian Camp David ditinggalkan.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·3 menit baca
Perjanjian Camp David menjadi penopang penting stabilitas Timur Tengah dalam empat dekade terakhir. Perjanjian itu terancam oleh keputusan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyerbu Rafah.
Menyikapi itu, Mesir mengancam menangguhkan kewajiban Kairo pada perjanjian tersebut. ”Langkah apa pun yang dapat menyeret Mesir ke dalam konflik akan menjadi bencana besar bagi seluruh wilayah itu,” kata Kepala Eksekutif Carter Center Paige Alexander, Senin (12/2/2024).
Ancaman Mesir akan menambah masalah pada Israel. Kini, militer Israel masih menyerbu Gaza sembari terus menggempur Suriah dan Lebanon. Jika Kairo mewujudkan ancamannya, Israel akan harus menghadapi Mesir di sekitar Sinai.
Mesir dilaporkan telah mengerahkan puluhan tank dan kendaraan tempur infanteri ke sekitar Sinai. Batalyon-batalyon infanteri Mesir mengikuti pergerakan mesin tempur itu.
Di sisi lain, Kairo akan kehilangan bantuan miliaran dollar AS dari Washington apabila keluar dari perjanjian itu. Mesir salah satu penerima terbesar bantuan AS di Timur Tengah. Bantuan itu mengalir sejak Mesir meneken perjanjian itu pada 1978.
Perekonomian Mesir juga semakin terpukul jika sampai berperang dengan Israel. Sekarang, perekonomian Mesir kepayahan karena dampak perang Gaza dan Ukraina.
Isi kesepakatan
Perjanjian Camp David diteken setelah berulang kali Mesir, bersama sejumlah negara lain di Timur Tengah, berperang dengan Israel. Serangkaian perang itu, antara lain, membuat Mesir kehilangan Semenanjung Sinai.
Saat menjadi perdana menteri Israel, Menachem Begin mencoba mencari terobosan. AS menengahi dan Perjanjian Camp David disepakati kala Mesir dipimpin Anwar Sadat.
Berdasarkan perjanjian damai itu, Israel setuju mundur dari Sinai. Sementara Mesir sepakat untuk demiliterisasi Sinai. Mesir juga mengizinkan kapal-kapal Israel melintasi Terusan Suez dan mengakui kedaulatan Israel. Mesir menjadi negara Arab pertama yang berdamai dan mengakui Israel.
”Perjanjian Camp David dipimpin oleh tiga orang pemberani yang mengambil sikap berani karena mereka mengetahui dampak jangka panjang bagi perdamaian dan keamanan, baik saat ini maupun di masa depan. Saat ini, kita memerlukan kepemimpinan yang sama seperti itu, ini yang saat ini masih kurang,” kata Alexander.
Demiliterisasi berarti pasukan di perbatasan Israel-Mesir dibatasi. Perdamaian dan keamanan perbatasan Israel-Mesir lebih stabil selama puluhan tahun. Dengan demikian, Israel bisa mengalokasikan kekuatan militernya ke wilayah lain.
Perubahan keadaan
Mesir-Israel mempertahankan perjanjian itu meski berulang kali Israel menyerbu Gaza. Akan tetapi, perang Gaza 2023 bisa mengancam perjanjian tersebut. Sebab, Netanyahu berkeras menyerbu Rafah yang berbatasan dengan Mesir.
Di Rafah kini berkumpul hampir 1,4 juta penduduk Gaza. Mereka bertumpuk di Rafah sejak Israel menyerbu Gaza pada Oktober 2023. Israel memaksa mereka terus ke selatan sampai akhirnya kini di Rafah.
Israel pernah menjanjikan Rafah sebagai kawasan aman. Meski demikian, tetap saja Israel menggempur Rafah dengan bom, rudal, dan roket. Bahkan, pada awal Februari 2024, Israel bersiap melancarkan serangan darat ke Gaza.
Mesir salah satu negara yang menolak serbuan ke Rafah. Kairo mengingatkan, ada konsekuensi mengerikan jika serbuan dilancarkan. Penangguhan perdamaian salah satu konsekuensi serbuan itu. ”Mesir menyerukan perlunya menyatukan semua upaya internasional dan regional untuk mencegah penargetan kota Rafah di Palestina,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Mesir.
Kairo memandang, serbuan ke Rafah akan memaksa pengungsi di Rafah membanjiri Sinai. Sejak awal, Mesir dan sejumlah negara menegaskan warga Gaza tidak boleh terusir dengan cara dan kondisi apa pun. Apalagi, sejumlah pejabat Israel secara terbuka menyarankan pendudukan ulang Gaza.
Netanyahu berkilah, Rafah menjadi benteng terakhir kelompok perlawanan Gaza. Karena itu, Rafah harus diserbu. Sebelum serbuan dimulai, warga sipil diminta meninggalkan Rafah.
Netanyahu menyebut, warga bisa kembali ke Gaza utara. Masalahnya, semua sudah dihancurkan Israel dalam beberapa terakhir. Tak ada apa-apa lagi di sana. (AFP/REUTERS)