Hamas Gunakan Senjata Israel untuk Melawan Israel
Konflik terbuka pada masa lalu meninggalkan ribuan amunisi yang belum meledak. "Sampah" itu kini dimanfaatkan Hamas.
Sejumlah roket ditembakkan ke arah Israel dari wilayah Jalur Gaza, Palestina, 8 Oktober 2023.
Serangan Kelompok Hamas pada tanggal 7 Oktober tahun lalu mengejutkan sekaligus membuat banyak orang bertanya-tanya, sekuat apa persenjataan kelompok perlawanan Palestina ini. Bagaimana mereka bisa mengambil keputusan untuk menghadapi negara yang dianggap memiliki militer terkuat dengan peralatan tercanggih di dunia? Bagaimana mereka bisa berperang dengan kekuatan senjata yang tidak seimbang dengan militer Israel (asimetris)?
Banyak analis menilai, ketangguhan Hamas tak terlepas dari sokongan musuh Israel dan sekutu-sekutu Baratnya. Dari sanalah muncul anggapan bahwa Hamas disokong oleh Iran, China, hingga Rusia.
Baca juga: Bagaimana Hamas Membobol Israel?
Apalagi, selama beberapa hari setelah serangan perdana dimulai, Hamas mampu menghujani Israel dengan ribuan roket dan membuat sistem pertahanan Iron Dome yang dibanggakan Israel kelabakan. Selain itu, sampai sekarang, kelompok ini masih bisa membalas setiap serangan yang dilakukan militer Israel dan menimbulkan kerugian, baik moril maupun materiil, bagi militer Israel.
Di latar belakang, sistem pertahanan rudal Iron Dome Israel (kiri) mencegat roket (kanan) yang ditembakkan oleh gerakan Hamas menuju Israel selatan dari Beit Lahia di Jalur Gaza utara. Di latar depan puluhan roket penyergap lainnya ditembakkan oleh Hamas saat Iron Dome sibuk dengan roket pertama, seperti yang terlihat di langit di atas Jalur Gaza pada 16 Mei 2021.
Laporan yang diturunkan media Inggris, Telegraph dikutip dari Business Insider, awal Januari, mengutip sebuah laporan dari Angkatan Bersenjata Israel (IDF0 menyebut bahwa Hamas menggunakan persenjataan produksi China, seperti senapan serbu, peluncur granat, hingga peralatan komunikasi yang canggih. Laporan itu juga menyebut, Hamas menggunakan senapan serbu QBZ dan peluncur granat otomatis QLZ87, yang diproduksi China.
“Ini adalah teknologi persenjataan dan komunikasi kelas atas, hal-hal yang tidak dimiliki Hamas sebelumnya, yang sangat canggih yang belum pernah ditemukan sebelumnya dan terutama dalam skala besar,” kata sumber intelijen Israel kepada The Telegraph.
Baca juga: Terowongan, Penentu Perang Hamas-Israel
Telegraph di dalam laporannya menulis, mengutip sumber intelijen Israel, bahwa jika persenjataan itu bisa sampai ke tangan Hamas, diduga peralatan itu dikirim melalui aktor negara. Iran, menurut laporan itu, adalah "sosok" yang dicurigai.
Akan tetapi, tak ada jawaban yang memuaskan. Apalagi, selama bertahun-tahun wilayah Gaza berada di bawah kepungan ketat Israel. Darat, laut dan udara. Hampir tak ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh Hamas untuk memasukkan persenjataan dalam jumlah besar ke Gaza. Jadi, dari mana semua ini berasal?
Temuan Israel
Hal yang mengejutkan ditemukan oleh tim forensik Israel tak lama setelah serangan Hamas terjadi. Empat tentara Israel menemukan granat di tubuh seorang laki-laki yang diduga adalah seorang anggota Hamas yang tewas. Pada granat itu tercetak huruf Ibrani, yang biasa digunakan oleh Israel. Tentara Israel mengenali bahwa granat itu adalah granat model terbaru yang dikeluarkan oleh Israel.
Temuan lainnya adalah ketika tim forensik mengumpulkan roket yang ditembakkan Hamas ke wilayah Israel. Saat diperiksa lebih teliti, mereka menyadari bahwa bahan peledak yang dipakai di berasal dari rudal Israel yang ditembakkan ke Gaza pada perang sebelumnya. Hal itu memperkuat dugaan bahwa Hamas berhasil memanfaatkan amunisi atau barang-barang militer Israel yang ditembakkan ke Gaza pada perang sebelumnya dan sekarang digunakan.
“Persenjataan yang tidak meledak adalah sumber utama bahan peledak bagi Hamas,” kata Michael Cardash, mantan wakil kepala Divisi Penjinak Bom Polisi Nasional Israel dan seorang konsultan polisi Israel. “Mereka memotong bom terbuka, bom artileri dari Israel, dan tentu saja banyak dari bagian dari bom itu digunakan kembali untuk bahan peledak dan roket mereka.”
Para ahli memperkirakan, 10 persen amunisi yang gagal meledak, berhasil dimanfaatkan, dimodifikasi dan akhirnya digunakan kembali oleh Hamas saat menyerang Israel. Bahkan, dalam kasus Israel, para ahli memperkirakan persentase amunisi yang gagal meledak dan kemudian dimodifikasi oleh Hamas lebih besar dari perkiraan. Seorang mantan perwira intelijen Israel, dikutip dari laman New York Times, memperkirakan angkanya bisa mencapai 15 persen.
Baca juga: Roket-roket Hamas dalam Operasi Badai Al-Aqsa
Konflik bertahun-tahun antara Hamas dan militer Israel telah mengotori wilayah tersebut dengan ribuan ton persenjataan yang belum meledak. Satu bom seberat 750 pon atau sekitar 340 kilogram yang gagal meledak, bisa dimanfaatkan oleh para ahli persenjataan dan bahan peledak Hamas. Mereka "mengakalinya" hingga bisa menjadi ratusan rudal atau roket.
Untuk membangun kekuatan persenjataan, Hamas pernah mengandalkan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk memproduksi pupuk atau gula sebagai sumber bahan peledak ataupun roket. Akan tetapi karena daya ledaknya tidak sekuat bahan yang biasa digunakan untuk militer, bahan-bahan tadi urung digunakan. Tapi, keterbatasan itu membuat mereka menjadi lebih kreatif.
“Mereka memiliki industri militer di Gaza. Ada yang berada di atas tanah, ada pula yang di bawah tanah. Mereka mampu memproduksi banyak barang yang mereka butuhkan,” kata Eyal Hulata, mantan penasihat keamanan nasional Israel dan kepala Dewan Keamanan Nasional. Dia memerkirakan Hamas kini mampu “memanen” hulu ledak bom seberat 2.000 pon dan menggunakannya kembali dalam bentuk roket atau persenjataan lainnya.
Baca juga: Areen al-Ossoud, Gerakan Perlawanan Baru Lintas Faksi di Palestina
Seorang pejabat militer Barat mengatakan bahwa sebagian besar bahan peledak yang digunakan Hamas dalam perang melawan Israel dibuat menggunakan amunisi Israel yang tidak meledak. Salah satu contohnya, kata pejabat itu, adalah jebakan peledak yang menewaskan 10 tentara Israel pada bulan Desember.
Sayap militer Hamas, Brigade Qassam, sempat memamerkan kemampuan manufakturnya yang telah terlatih selama bertahun-tahun. Setelah perang dengan Israel pada tahun 2014, mereka membentuk tim teknik untuk mengumpulkan amunisi yang belum meledak seperti peluru howitzer dan bom MK-84 buatan Amerika. Bersama dengan unit pembuangan persenjataan dan peledak, mereka membersihkan sisa-sisa roket, rudal ataupun amunisi lainnya yang tak meledak dari rumah-rumah atau bangunan milik warga sipil. Mereka mengepul temuan-temuan itu untuk bisa dimanfaatkan lagi pada saat konflik terbuka, seperti sekarang ini.
“Strategi kami bertujuan untuk memanfaatkan kembali benda-benda ini, mengubah krisis ini menjadi sebuah peluang,” kata seorang komandan Brigade Qassam kepada Al Jazeera pada tahun 2020.
Tahun 2019, mereka juga menemukan ribuan amunisi di bangkai kapal miiter Inggris era Perang Dunia I yang tenggelam di lepas pantai Gaza. Penemuan ini, menurut Hamas, memungkinkan mereka membuat ratusan roket baru. Salah satunya membuat roket Yassin 105 di bawah tanah.
Pada perang kali ini, diperkirakan Israel telah melakukan 22.000 kali serangan, menggunakan puluhan ribu amunisi. Ada yang meledak dan ada juga yang diyakini tak meledak,
Baca juga: Kerja Keras Mewujudkan Palestina Merdeka
“Artileri, granat tangan, amunisi lainnya – puluhan ribu persenjataan yang belum meledak akan tersisa setelah perang ini,” kata Charles Birch, kepala Dinas Pekerjaan Ranjau PBB di Gaza. Ini “seperti hadiah gratis untuk Hamas.”
Dalam bundelan laporan intelijen Israel, tertulis kalimat seperti ini: “Kita menyulut musuh kita dengan senjata kita sendiri”.