Nikki Haley, Penantang di Tengah Minimnya Dukungan untuk Perempuan
Ia kandidat perempuan, tetapi tak banyak didukung pemilih perempuan. Seperti apakah postur pendukung Partai Republik?
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·5 menit baca
Apa persamaan Indonesia dengan Inggris, Bangladesh, Tanzania, Brasil, dan Jerman? Negara-negara tersebut pernah ataupun sedang dipimpin oleh perempuan. Kemajuan zaman dan tingkat pendidikan perempuan membuat perempuan semakin aktif berkecimpung di dunia politik. Akan tetapi, di Amerika Serikat, mimpi ada perempuan sebagai kepala negara masih susah tercapai.
Pemilihan umum presiden AS, menurut rencana, digelar pada November 2024. Partai Republik dan Partai Demokrat sedang mengadakan serangkaian pemilu internal di setiap negara bagian untuk menentukan calon presiden masing-masing. Di Partai Republik, Presiden AS 2017-2021 Donald Trump menjadi unggulan teratas. Ia telah memenangi pemilihan internal di Iowa dan New Hampshire.
Para pesaing Trump, yakni Gubernur Florida Ron DeSantis dan pengusaha Vivek Ramaswamy, mengundurkan diri dari bursa bakal capres setelah kalah di Iowa. Tinggal satu penantang Trump, yaitu Nikki Haley. Ia kalah jauh dari Trump di Iowa dan New Hampshire, tetapi Haley bersumpah bahwa pertarungan belum selesai dan ia akan terus mengikuti pemilu internal Partai Republik.
Dari permukaan, masuknya Haley ke dalam bursa bakal capres seolah menunjukkan perubahan di Partai Republik menjadi lebih progresif. Ia perempuan yang lahir dari pasangan suami-istri migran. Orangtuanya asli dari India dan bekerja sebagai akademisi hingga pensiun. Dari pengalaman karier, Haley adalah Gubernur Carolina Selatan 2011-2017 dan Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa 2017-2018.
Namun, ternyata dukungan dari Partai Republik, termasuk kaum perempuannya, kepada Haley minim. Pola ini sebetulnya sudah terlihat sejak tahun 2016 ketika Carly Fiorina juga mengikuti bursa capres dan bersaing dengan Trump. Ia habis-habisan dirundung oleh Trump karena seorang perempuan. Haley sebagai perempuan kulit berwarna mengalami perundungan lebih parah daripada Fiorina karena banyak disinformasi yang menyasar persoalan rasnya.
Dari segi statistik, semakin sedikit perempuan yang menghubungkan diri dengan Partai Republik. Hal ini tampak dari kajian pusat riset Pew yang mendata jumlah pendukung Partai Republik sejak Trump menjadi presiden. Pada 1994, di AS ada 42 persen perempuan yang menyatakan mendukung Partai Republik. Jumlah ini turun menjadi 37 persen pada 2017.
Artinya, jumlah perempuan yang tetap mendukung Partai Republik sedikit, tetapi luar biasa konservatif.
Sebaliknya, di Partai Demokrat ada peningkatan jumlah perempuan yang mendukung mereka, yaitu dari 48 persen pada 1994 menjadi 56 persen pada 2017. Penyebab penurunan jumlah perempuan pendukung Partai Republik, antara lain, karena tidak menyukai pola kampanye Trump yang kasar dan misoginis.
”Artinya, jumlah perempuan yang tetap mendukung Partai Republik sedikit, tetapi luar biasa konservatif,” kata Lauren Leader, Direktur Eksekutif All In Together, lembaga nirlaba yang bergerak di pendidikan politik bagi perempuan, kepada majalah Politico edisi 12 Februari 2023.
Ia menjelaskan, sejak Trump menjadi presiden, pendukung Partai Republik semakin cenderung ke ekstrem kanan. Ini terlihat salah satunya dari organisasi supremasi kulit putih Proud Boys yang menyatakan setia kepada Trump.
Secara terbuka, organisasi supremasi kulit putih ini menyatakan diri sebagai antiperempuan untuk pemimpin dan antimigran. Kecuali perempuan itu memiliki dukungan ekonomi dan sosial yang kuat, Partai Republik menjadi semakin tidak nyaman bagi perempuan.
Khusus untuk Haley, jajak pendapat Kolese Emerson, salah satu perguruan tinggi di AS, pada Desember 2023 mengungkapkan, basis pendukung Haley ternyata 70 persen laki-laki dan 27 persen perempuan. Jajak pendapat yang dilakukan surat kabar USA Today dan Universitas Suffolk malah lebih miris hasilnya karena hanya 6 persen perempuan Partai Republik dan 10 persen laki-laki yang mendukung Haley.
Baik jajak pendapat Kolese Emerson maupun USA Today-Suffolk menyebutkan, lebih dari 60 persen perempuan Partai Republik condong kepada Trump untuk pilpres 2024. Padahal, Haley selama kampanye sangat menekankan identitas jendernya. ”Jika kau menginginkan sesuatu dikatakan, minta kepada laki-laki. Jika kau menginginkan sesuatu dikerjakan, minta kepada perempuan,” itu merupakan jargon Haley.
Jill Poulus (50) dari Biloxi, Mississipi, mengatakan, Trump harga mati. ”Saya tidak peduli dia bicara apa dan di mana. Pokoknya Trump presiden dan dia akan mengatasai masalah ekonomi serta masalah arus imigran,” ujarnya kepada USA Today, 20 Desember 2023.
Tingkat pendidikan juga menentukan dukungan terhadap Trump ataupun Partai Republik. Pew pada 2023 mengeluarkan data bahwa 85 persen pendukung Partai Republik berkulit putih. Di kalangan kulit putih partai tersebut, 54 persen berpendidikan maksimal tamat SMA. Sementara di Partai Demokrat, jumlah pendukung yang berkulit putih ada 64 persen dan hanya 27 persen yang berpendidikan maksimal SMA.
Ini membuat secara umum, pendukung Haley di Partai Republik sangat sedikit. Ketua Koalisi Perempuan untuk Nikki di AS bagian tenggara, Morgan Vina, mengatakan, perempuan Partai Republik yang mendukung Haley adalah mereka yang peduli terhadap isu-isu global dan isu kesetaraan jender. Persoalan otonomi perempuan dalam hak kesehatan reproduksi menjadi perjuangan yang mereka usung.
Charles Hurt, redaktur politik surat kabar konservatif Washington Times edisi 15 Januari 2024, menjelaskan, kesalahan Haley ialah sangat menekankan keperempuanannya sampai mengesampingkan laki-laki yang potensial mendukungnya. Selama kampanyenya, Haley terus mengkritik kepemimpinan laki-laki.
”Memang, kritik Haley ada benarnya, tetapi untuk menjalankan semua agenda kesetaraan jender dan perlindungan hak kesehatan reproduksi, perempuan butuh partisipasi seluruh masyarakat AS. Kaum laki-laki harus dididik dan dilibatkan untuk menciptakan tatanan sosial yang mendukung perempuan. Haley lupa akan hal ini karena ia malah mengisolasi mereka,” papar Hurt.
Kolom Intelligencer di majalah New York Magazine pada 7 Desember 2023 justru mengkritik Haley sebagai bukan feminis. Alasannya, selama menjabat sebagai gubernur, kebijakan-kebijakan Haley sama sekali tidak berpihak, apalagi menyejahterakan perempuan.
Tiba-tiba, ketika kampanye bakal capres, ia menggunakan identitas jendernya sebagai alat untuk menekan saingan politik. Ini kontraproduktif dengan segala pejuangan untuk kesetaraan dan keadilan jender yang digembar-gemborkan Haley.
Intinya, dilihat dari kacamata perjuangan kesetaraan jender, Haley hanya menjadikannya sebagai batu loncatan politik. Dilihat dari kacamata politik umum, Haley dianggap terlalu fokus pada isu internasional, yaitu terus mendanai Ukraina melawan Rusia. Ia kurang memperhatikan krisis imigran di perbatasan AS-Meksiko yang menjadi momok pendukung Partai Republik.
”Saya tidak akan menyerah. Kita (Partai Republik) selalu kalah suara di DPR sejak 2018 gara-gara Trump. Partai Demokrat tahu Trump calon dari Republik yang pasti bisa dikalahkan oleh (Presiden AS Joe) Biden. Saya akan mengubah permainan,” kata Haley setelah kalah di New Hampshire, Selasa (23/1/2024), dikutip oleh CBS.