Puluhan Ribu Tenaga Kerja India Segera Banjiri Israel
Perang membuat Israel kekurangan tenaga kerja sektor konstruksi. Ribuan pekerja India melamar untuk pergi ke Israel.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
LUCKNOW, KAMIS— Ribuan tenaga kerja asal India berbondong-bondong mencari pekerjaan ke Israel. Perang antara Israel dan Hamas yang meletus sejak 7 Oktober 2023 membuat Israel kekurangan tenaga kerja khususnya di bidang konstruksi.
Kantor berita Associated Press (AP), Kamis (25/1/2024), memberitakan, ribuan tenaga kerja asal India memadati pusat perekrutan tenaga kerja untuk dikirim ke Israel. Sebagian besar adalah tenaga kerja laki-laki yang memiliki keahlian di bidang konstruksi. Sebagian lagi adalah buruh bangunan.
Mereka ingin pergi ke Israel meskipun negara itu tengah berperang. Para pencari kerja itu beralasan, mencari pekerjaan di India sangat sulit sehingga mereka ingin mencari peluang di Israel.
Anoop Singh, seorang pekerja konstruksi, menceritakan, ia mendapat informasi bahwa ia bakal mendapat pemasukan 1.600 dollar AS per bulan jika terpilih berangkat ke Israel. Angka itu, seperti yang dilaporkan BBC, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan yang diterima di India untuk pekerjaan yang sama. Di India, seorang pekerja konstruksi mendapat gaji berkisar 360 dollar AS hingga 420 dollar AS per bulan.
”Dengan alasan itu, saya melamar untuk berangkat ke Israel,” kata Singh di pusat perekrutan tenaga kerja di Lucknow, Kamis (25/1/2024). Lucknow merupakan ibu kota Negara Bagian Uttar Pradesh. Negara bagian yang dikenal sebagai wilayah paling padat penduduk di India.
Perang antara Israel dan Hamas yang meletus sejak 7 Oktober 2023 memicu kekurangan tenaga kerja sektor konstruksi di Israel. Perang membuat Israel melarang puluhan ribu pekerja asal Palestina masuk ke Israel.
India, negara dengan produk domestik bruto 2.400 dollar AS per tahun, berkeinginan mengisi kekurangan tenaga kerja itu. Negara Bagian Haryana dan Uttar Pradesh menjadi wilayah India yang bakal memasok kebutuhan tenaga kerja. Dua negara bagian itu masing-masing mengiklankan 10.000 lowongan kerja bidang konstruksi di Israel.
Menteri Tenaga Kerja Negara Bagian Uttar Pradesh Anil Rajbhar mengatakan, Lucknow menanggapi permintaan Israel itu. Saat ini 16.000 orang telah memasuki seleksi tahap akhir untuk dikirim ke Israel bulan depan.
Proses rekrutmen di Lucknow itu berlangsung sepekan, dimulai sejak Selasa (23/1/2024). Sedikitnya 15 perekrut tenaga kerja dari Israel mengawasi proses seleksi. Israel berharap memperoleh 5.000 tenaga kerja untuk mengisi kebutuhan tukang batu, tukang kayu, dan posisi di bidang konstruksi lainnya.
Warga India yang memadati pusat perekrutan di Lucknow, seperti dilaporkan AP, mengalami rasa cemas, tetapi penuh harapan sekaligus. Banyak yang memandang rekrutmen tersebut sebagai peluang sekali seumur hidup untuk mengubah nasib menjadi lebih baik meski harus bekerja di wilayah perang.
”Saya tahu ada ancaman di sana. Namun, di sini juga ada banyak masalah. Saya akan mengambil risiko supaya bisa menafkahi anak-anak saya,” kata Singh.
Melansir dari BBC yang mengutip keterangan resmi, Israel berencana mendatangkan 70.000 pekerja asal China dan India, juga dari negara-negara lain untuk mengisi kekurangan tenaga kerja sektor konstruksi.
Di India, banyak warga susah mendapat pekerjaan meski memiliki gelar sarjana. Oleh karena itu, banyak dari mereka yang akhirnya bekerja di sektor informal, seperti sektor konstruksi, tanpa ada kontrak resmi dan sejumlah keuntungan lainnya.
Sanjay Verma, warga India yang turut dalam antrean, mengatakan, sangat sedikit pekerjaan yang tersedia. Kalaupun ada, jumlah yang membutuhkan 20 kali lebih banyak dari jumlah lowongan yang tersedia.
Situasi ketenagakerjaan di India memang memberikan gambaran yang beragam. Data dari Survei Angkatan Kerja Periodik Pemerintah menunjukkan tren penurunan pengangguran. Yaitu dari 6 persen pada 2017-2018 menjadi 4 persen pada 2021-2022.
Santosh Mehrotra, ahli ekonomi pembangunan dan profesor tamu pada Universitas Bath, mengatakan, tampak ada tren penurunan pengangguran. Akan tetapi, penurunan itu disebabkan oleh langkah pemerintah memasukkan pekerjaan yang tidak dibayar sebagai pekerjaan dalam data.
”Bukan berarti tidak ada pekerjaan. Hanya saja, lapangan kerja yang terorganisasi tidak berkembang dan di saat yang sama jumlah generasi muda yang mencari pekerjaan meningkat,” kata Mehrotra.
Alhasil, seperti yang terungkap dalam laporan tenaga kerja India terbaru, State of Working India, yang diterbitkan Universitas Azim Premji, jumlah pengangguran memang menurun, tetapi tetap tinggi. Menurut laporan itu, setelah mengalami stagnasi sejak 1980-an, jumlah pekerja dengan upah reguler atau pekerjaan bergaji mulai meningkat pada 2004-2018.
Peningkatan 25 persen terjadi untuk jumlah pekerjaan laki-laki dan 10-25 persen untuk pekerja perempuan. Namun, sejak 2019, pekerjaan berupah reguler menurun akibat perlambatan pertumbuhan dan pandemi. Laporan itu juga mendapati lebih dari 15 persen lulusan, dengan 42 persen di antaranya berusia di bawah 25 tahun, tidak memiliki pekerjaan di India setelah pandemi.
Rosa Abraham, ahli ekonomi tenaga kerja pada Universitas Azim Premji, menjelaskan, kelompok tersebut memiliki aspirasi untuk mendapatkan pendapatan yang tinggi. ”Mereka tidak mau melakukan pekerjaan yang tidak aman. Kelompok ini menukar risiko ekstrem itu dengan pergi ke Israel demi penghasilan yang lebih tinggi dengan tingkat kerentanan lebih rendah,” ujarnya. (AP/AFP)