Kalkulasi Hezbollah soal Rencana Balas Israel atas Pembunuhan Tokoh Hamas
Pemimpin milisi Hezbollah di Lebanon, Sayyed Hassan Nasrallah, menegaskan, jika pihaknya tidak membalas Israel, Lebanon akan rentan terhadap serangan-serangan Israel.
BEIRUT, SABTU — Pemimpin milisi Hezbollah di Lebanon, Sayyed Hassan Nasrallah, menyerukan pembalasan terhadap Israel menyusul serangan yang menewaskan pejabat senior kelompok Hamas, Saleh al-Arouri, di Beirut, ibu kota Lebanon. Seruan ini menambah ketegangan kawasan Timur Tengah yang selama sepekan terakhir terus diguncang letupan konflik di berbagai titik.
Dalam seruan melalui siaran televisi pada Jumat (5/1/2024), Nasrallah mengatakan, serangan yang menewaskan Arouri adalah serangan pertama yang dilakukan Israel di ibu kota Lebanon sejak tahun 2006. Ia menyatakan bahwa jika tak ada pembalasan, seluruh warga Lebanon akan rentan terhadap serangan Israel.
Baca juga : Houthi dan Turki Bereaksi Keras atas Pembunuhan Pemimpin Hamas
Menurut Nasrallah, dampak dari sikap diam akan jauh lebih besar dibandingkan risiko dari melakukan pembalasan. ”Kita tidak bisa tinggal diam terhadap pelanggaran yang sangat serius ini, karena seluruh masyarakat kita akan terkena. Semua kota, desa, dan tokoh masyarakat kita akan terekspos,” katanya.
Ia tidak memberikan rincian tentang bagaimana atau kapan serangan balasan dari kelompok Hezbollah akan dilakukan. Nasrallah mengatakan, rincian tanggapan Hezbollah akan diputuskan di medan perang tanpa penjelasan lebih lanjut.
Seruan Nasrallah tersebut merupakan pidato keduanya dalam kurang dari sepekan. Arouri, Wakil Ketua Biro Politik Hamas, tewas dalam serangan yang diduga dilakukan Israel di kawasan pinggiran selatan Beirut, pusat kantong anggota Hezbollah, Selasa (2/1/2024).
Pernyataan Nasrallah disampaikan tak lama setelah Pemerintah Lebanon mengirim surat pengaduan kepada Dewan Keamanan PBB terkait pembunuhan Arouri di Beirut. Dalam dokumen surat pengaduan bertanggal 4 Januari 2024, yang dilihat wartawan kantor berita Reuters, disebutkan bahwa pembunuhan Arouri merupakan fase paling berbahaya dari serangan-serangan Israel ke Lebanon.
Menurut dokumen tersebut, Israel mengerahkan enam misil dalam serangan tersebut. Selain itu, Israel juga disebut memanfaatkan wilayah udara Lebanon untuk mengebom Suriah.
Israel tidak mengakui atau membantah tudingan yang diarahkan pada mereka terkait pembunuhan Arouri. Namun, mereka bertekad untuk menghabisi tokoh-tokoh Hamas.
Arouri (57), Wakil Ketua Bidang Politik Hamas dan pendiri sayap militer Hamas, sudah bertahun-tahun dalam radar target Israel. Bahkan, sebelum serangan Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023, yang memantik perang di Gaza hingga kini, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mengancam untuk membunuh Arouri.
Seorang pejabat pertahanan AS, kepada kantor berita AFP, Rabu (3/1/2024), mengungkapkan, Israel berada di balik serangan yang menewaskan Arouri.
Baca juga : Cemas Akan Meluasnya Perang Gaza
Juru bicara militer Israel, Laksamana Muda Daniel Hagari, ketika ditanya wartawan mengenai apa yang dipersiapkan Israel menghadapi kemungkinan balasan Hezbollah, seperti dikutip Reuters, Kamis (4/1/2024), mengatakan, ”Saya tak ingin menjawab apa yang baru saja Anda sebutkan. Kami fokus berperang melawan Hamas.”
Juru Bicara Gedung Putih John Kirby, saat ditanya tentang pidato Nasrallah yang disampaikan, Rabu (3/1/2024), menjawab, ”Kami belum pernah melihat Hezbollah turun tangan untuk membantu dan mendampingi Hamas.”
Serangan Israel ke Lebanon
Pada Jumat (5/1/2024), pesawat, tank, dan artileri Israel menyerang beberapa wilayah di Lebanon selatan. Menurut militer Israel, serangan ini dilakukan setelah roket dan rudal ditembakkan ke arah Israel dari arah Lebanon.
Baca juga: Israel Tewaskan Nenek dan Tiga Cucu di Lebanon, Hezbollah Ancam Balas Sepadan
Sejak dimulainya perang Gaza, Hezbollah-Israel saling berbalas tembakan. Tidak jelas siapa yang mendahului dan siapa yang membalas. Hezbollah berulang kali menembakkan roket dan rudal ke Israel utara. Tindakan ini dibalas dengan serangan bom oleh Israel.
Demikian pula sebaliknya, Hezbollah menyatakan menyerang Israel selatan karena diserang dulu oleh Israel. Pola saling serang ini terjadi hampir setiap hari dalam serangan lintas batas negara.
Menurut Nasrallah, serangan lintas batas negara itu bertujuan untuk menarik pasukan Israel keluar dari Gaza. Satu-satunya cara untuk menghentikan serangan mereka adalah dengan Israel menghentikan agresi di Gaza.
Sejauh ini, Hezbollah belum terlihat meningkatkan eskalasi serangan. Pada perang Hezbollah-Israel tahun 2006 lalu, serangan bom Israel menimbulkan kehancuran besar di Lebanon.
Serangan di Beirut bukan satu-satunya hal yang berpotensi memicu meluasnya konflik antara Israel dan Lebanon.
Serangan di Beirut bukan satu-satunya hal yang berpotensi memicu meluasnya konflik antara Israel dan Lebanon. Para pejabat Israel pun telah melontarkan ancaman akan meningkatkan tindakan militer terhadap Hezbollah apabila kelompok ini tidak menarik anggotanya dari wilayah yang berbatasan dengan Israel.
Baca juga : Houthi Mulai Gunakan ”Drone” Kapal dalam Serangan di Laut Merah
Penarikan kembali itu dimaksudkan untuk menghentikan serangan dan memungkinkan kembalinya puluhan ribu warga Israel yang dievakuasi dari rumahnya di kawasan perbatasan tersebut.
Nasrallah menyatakan, Israel memaksa warga Lebanon untuk melarikan diri dalam konflik di masa lalu. Sekarang Hezbollah melakukan hal yang sama terhadap warga Israel.
Pekan yang tegang
Ketegangan Timur Tengah meningkat di berbagai lokasi di Timur Tengah selama sepekan terakhir. Selain serangan Israel ke Gaza yang masih terus berlangsung, ketegangan juga meletup di Baghdad, Irak.
Kemarahan rakyat Irak meluap dalam unjuk rasa di jalan setelah serangan udara AS menewaskan seorang pemimpin milisi pro-Iran di Baghdad. Pada saat yang sama, serangan pemberontak Houthi dukungan Iran di Yaman terus menghantui kapal-kapal pengiriman barang komersial di Laut Merah.
Baca juga : NIIS Klaim Serangan Bom Bunuh Diri Kembar di Iran
Di Iran, seluruh negeri berduka dan marah setelah bom kembar meledak menewaskan 84 orang dan melukai 284 orang lainnya dalam peringatan empat tahun kematian Komandan Brigade Al-Quds Garda Revolusi Iran Qassem Soleimani, Rabu (3/1/2024) pekan ini.
Saat berita ini ditulis, korban tewas bertambah menjadi 89 orang. Kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) mengklaim melakukan serangan bom bunuh diri kembar tersebut.
Media Iran, Mehr dan IRNA, memberitakan bahwa aparat Iran telah menangkap 11 orang terkait serangan bom di Kerman pada Jumat malam. Kementerian Intelijen Iran menyatakan, salah satu dari dua teroris NIIS pelaku bom bunuh diri di Kerman itu berasal dari Tajikistan, sementara kewarganegaraan satu teroris pelaku lainnya belum diketahui.
”Dalam operasi selanjutnya, sembilan anggota jaringan pendukung tim teroris dan rekan mereka diidentifikasi dan ditangkap di enam provinsi di seluruh negeri,” kata pernyataan tersebut.
Pertemuan di Beirut
Setelah rangkaian letupan itu, para petinggi Garda Revolusi Iran IRGC), Hamas, dan Hezbollah dilaporkan bertemu di Beirut, Lebanon. Analis keamanan dan geopolitik Timur Tengah, Zoran Kusova, mengatakan, petinggi Hamas, Hezbollah, dan IRGC diduga telah bertemu di Beirut secara tertutup untuk mengoordinasikan tanggapan mereka atas serangkaian pengeboman di Lebanon, Suriah, dan Iran.
Baca juga : Berkumpul di Beirut, Poros Perlawanan Koordinasikan Pembalasan Serangan
Di tengah berbagai ketegangan itu, pada Jumat, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken tiba di Turki untuk memulai kunjungan diplomasinya untuk meredam ketegangan krisis Timur Tengah. Kunjungan Blinken ke kawasan Timur Tengah itu merupakan yang keempat sejak dimulainya perang Israel-Hamas, tiga bulan lalu.
Sementara di Gaza, pada Jumat, Israel terus menyerang wilayah selatan Gaza. Wilayah serangan ini merupakan lokasi pengungsian sebagian besar dari 2,3 juta warga Palestina di Gaza. Tempat pengungsian mereka dalam kondisi padat dan mengenaskan.
Baca juga : Gaza Luluh Lantak, Pertempuran Meluas ke Negara Lain
Adapun sebagian besar wilayah utara Gaza telah rata dengan tanah akibat serangan bom dan pertempuran. Sebagian besar penduduk telah mengungsi ke selatan, bergabung dengan mereka yang sebagian besar juga terpaksa meninggalkan rumah mereka. Kantor Kemanusiaan PBB, OCHA, mengatakan, warga Gaza menghadapi risiko kelaparan.
Israel mengatakan, pihaknya bertujuan untuk menghancurkan kemampuan militer Hamas dan menyingkirkan kelompok itu dari Gaza. Kementerian Kesehatan Gaza menyatakan, hingga Jumat (5/1/2024) serangan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 22.600 orang, lebih dari dua pertiganya adalah perempuan dan anak-anak.
Juru bicara militer Israel, Laksamana Muda Daniel Hagari, mengatakan, militer Israel merencanakan penyelidikan atas kegagalan mencegah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Namun, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menegaskan pemerintah harus fokus pada perang terlebih dahulu dan kemudian menjawab pertanyaan-pertanyaan lain. (AP/AFP/REUTERS)