Afsel Seret Israel ke Pengadilan Dunia Terkait Tuduhan Genosida di Gaza
Gugatan Pemerintah Afrika Selatan terhadap Israel merupakan langkah terbaru mereka setelah parlemen Afsel bulan lalu mendesak penutupan Kedutaan Israel di Pretoria dan penangguhan hubungan diplomatik dengan Israel.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
DEN HAAG, SABTU — Afrika Selatan menyeret Israel ke Mahkamah Internasional atau International Court of Justice, Jumat (29/12/2023), dengan gugatan berupa tuduhan Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina di Jalur Gaza. Afsel meminta Mahkamah Internasional mengeluarkan putusan perintah agar Israel menghentikan serangan ke Gaza.
Gugatan Afsel tersebut merupakan langkah hukum pertama di mahkamah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang juga kerap disebut Pengadilan Dunia, sejak perang Hamas-Israel meletus 7 Oktober lalu.
Dalam gugatan setebal 84 halaman, Afsel menyatakan Israel sejak 7 Oktober gagal mencegah genosida di Jalur Gaza. ”Israel telah terlibat, sedang terlibat, dan berisiko terus melakukan tindakan-tindakan genosida terhadap warga Palestina di Gaza,” ujar Afsel dalam gugatannya.
Gugatan ini didasarkan pada Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida—atau sering disebut ”Konvensi Genosida”—yang disusun tahun 1948 setelah Holocaust. Dengan tindakan-tindakan selama invasi ke Gaza, Israel dituding telah melanggar konvensi tersebut.
Perang Gaza berkobar mulai 7 Oktober saat Hamas melancarkan serangan ke Israel yang menewaskan 1.200 orang dan menyandera 240 orang di Israel. Militer Israel melancarkan gempuran balasan ke Gaza. Hingga Sabtu (30/12/2023), menurut Kementerian Kesehatan di Gaza, lebih dari 21.000 orang tewas.
Melalui pernyataan, Departemen Hubungan dan Kerja Sama Internasional (DIRCO) Pemerintah Afsel mengatakan, Israel gagal mencegah genosida. Presiden Afsel Cyril Ramaphosa menyamakan tindakan Israel terhadap warga Palestina seperti rezim apartheid yang pernah dialami Afsel hampir setengah abad.
Seperti dikutip laman The New York Times, Ramaphosa juga menyebut dunia tak berdaya menyaksikan kehancuran Jalur Gaza dan Tepi Barat yang dilakukan Israel dari darat, laut, dan udara.
Kantor Kepresidenan Afsel menyatakan kewajiban mereka dan dunia untuk mencegah terjadinya genosida. ”Afrika Selatan sangat prihatin dengan penderitaan warga sipil yang terperangkap di Jalur Gaza saat ini karena penggunaan kekuatan yang tidak pandang bulu dan pemindahan paksa penduduk,” katanya.
Gugatan yang dilayangkan Afsel ke Mahkamah Internasional sejalan dengan pernyataan Pelapor Khusus PBB untuk Palestina Francesca Albanese, akhir Oktober 2023. Ia menyebut tindakan Israel saat ini bukan tindakan pembelaan diri, melainkan melenyapkan bangsa Palestina.
Pelapor Khusus PBB untuk Palestina Francesca Albanese menyebut tindakan Israel saat ini bukan tindakan pembelaan diri, melainkan melenyapkan bangsa Palestina.
”Pernyataan para politisi dan pemimpin Israel menyebut bahwa seluruh warga Palestina di Gaza bertanggung jawab atas tindakan Hamas sehingga mereka harus disingkirkan. Bahasa yang digunakan sangat berbahaya. Bahasa genosida telah digunakan dan peringatan telah disuarakan oleh ratusan cendekiawan,” kata Albanese saat itu.
Palestina menyambut baik tindakan Afsel. ”Pengadilan harus segera mengambil tindakan untuk melindungi rakyat Palestina dan menyerukan Israel, kekuatan pendudukan, untuk menghentikan serangan gencarnya,” kata Kementerian Luar Negeri Palestina melalui pernyataan tertulis.
Dalam tanggapannya, Kementerian Luar Negeri Israel menyalahkan Hamas atas penderitaan warga Palestina di Jalur Gaza. Israel menyebut Hamas menggunakan mereka sebagai tameng manusia dan mencuri bantuan kemanusiaan dari mereka. Hamas membantah tuduhan itu.
Gugatan Pemerintah Afsel terhadap Israel merupakan langkah terbaru mereka setelah parlemen Afsel bulan lalu mendesak penutupan Kedutaan Israel di Pretoria dan menangguhkan hubungan diplomatik dengan Israel.
Afsel memiliki kedekatan dengan Palestina sejak negara itu berjuang untuk lepas dari politik apartheid. Nelson Mandela adalah tokoh yang mendekatkan hubungan Afrika Selatan dan Palestina.
Upaya Mesir-Jordania
Secara terpisah, Mesir dan Jordania juga terus mengupayakan gencatan senjata permanen untuk mengakhiri perang di Gaza. Seorang pejabat Hamas mengungkapkan, pihaknya dan Jihad Islam tengah mempelajari proposal yang diajukan Mesir.
”Hamas mencari jaminan penarikan militer Israel sepenuhnya dari wilayah Gaza,” kata pejabat Hamas yang enggan disebutkan namanya itu.
Proposal Mesir yang disampaikan beberapa waktu lalu juga mengusulkan pembentukan pemerintahan baru yang terdiri atas berbagai faksi di Gaza pascaperang nanti. Pemerintahan baru itu akan diisi oleh para teknokrat yang bertugas untuk mengatur dan membangun kembali Gaza yang hancur akibat perang.
Pemerintah Israel belum menanggapi proposal itu. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sempat menyampaikan keinginan Israel untuk mengontrol keamanan Gaza jika mereka berhasil menghancurkan Hamas meski tidak berniat untuk mengendalikan sistem pemerintahan di sana.
Sikap Israel yang terus mendorong perang disayangkan oleh Raja Jordania Abdullah II. Saat berbicara lewat telepon dengan PM Kanada Justin Trudeau, Abdullah kembali menyerukan agar dunia internasional terus mencari inisiatif baru untuk menghentikan perang.
Kantor berita Jordania, Petra, melaporkan, Abdullah menekankan pentingnya melindungi warga sipil dan meningkatkan bantuan kemanusiaan untuk Gaza. Selain itu, penting pula untuk menjamin pengiriman bantuan yang berkelanjutan serta memperhatikan upaya Jordania dalam hal ini.
”Pendekatan keamanan dan militer tidak akan pernah bisa membawa perdamaian,” kata Raja Abdullah II.
Pendekatan keamanan dan militer tidak akan pernah bisa membawa perdamaian. (Raja Abdullah II)
Di Tel Aviv, ratusan orang berunjuk rasa pada Kamis (28/12/2023) untuk menyerukan gencatan senjata. ”Orang Israel, Palestina, Muslim, Yahudi, Kristen—ini adalah rumah semua orang,” teriak salah satu pengunjuk rasa.
Menguatnya dukungan agar perang segera dihentikan tak digubris oleh Israel. Serangan darat dan udara Israel sepanjang Jumat (29/12/2023) malam dilaporkan telah mengakibatkan lebih dari 187 warga Palestina tewas dalam rentang waktu 24 jam terakhir.
Jumlah korban keseluruhan di Gaza kini tercatat 21.507 orang tewas. Ribuan jenazah lainnya dikhawatirkan terkubur di reruntuhan bangunan dan belum bisa dikebumikan secara layak.
Sementara dari Washington dilaporkan, Departemen Luar Negeri AS, Jumat (29/12/2023), menyatakan bahwa Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken memberi kabar kepada Kongres bahwa dia telah menyetujui penjualan peralatan senilai 147,5 juta dollar AS. Ini adalah tindakan kedua kabinet Joe Biden mengabaikan prosedur persetujuan Kongres dalam penjualan senjata ke Israel.
Deplu AS menyebut tindakan itu dibenarkan karena mendesaknya kebutuhan pertahanan Israel. Tindakan tersebut dibenarkan karena, menurut pandangan Deplu AS, hal itu penting bagi kepentingan nasional AS untuk memastikan Israel mampu mempertahankan diri terhadap ancaman yang dihadapinya. (AP/AFP/REUTERS)