Beijing setuju menerima permintaan Washington agar komunikasi para panglima dibuka lagi. Menurut China, AS sudah berbulan-bulan meminta itu.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
BEIJING, JUMAT — Para panglima perang China-Amerika Serikat akhirnya kembali berkomunikasi. Dalam telekonferensi video itu, Beijing meminta Washington membenahi pemahamannya soal China. Pembenahan itu diperlukan jika Washington mau berbaikan dengan Beijing.
Panglima Angkatan Bersenjata AS Jenderal Charles Brown dan Kepala Departemen Gabungan Komisi Militer Pusat China Jenderal Liu Zhenli berbicara melalui telekonferensi video. Komunikasi pada Kamis (21/12/2023) itu terjadi setelah 16 bulan Beijing memutus komunikasi militer dengan Washington. Pemutusan itu salah satu reaksi Beijing atas lawatan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan pada Agustus 2022.
Dilaporkan media China, GlobalTimes, pada Jumat (22/12/2023), Beijing setuju menerima permintaan Washington agar komunikasi para panglima dibuka lagi. Menurut China, AS sudah berbulan-bulan meminta itu.
Saat akhirnya komunikasi dibuka lagi, Liu menyampaikan beberapa hal kepada Brown. Pertama, untuk hubungan sehat, stabil, dan berkelanjutan, maka AS perlu membenahi pemahamannya soal China. AS perlu menghormati kepentingan pokok China. AS-China perlu terus mendorong kerja sama pragmatis dan saling pemahaman.
Kedua, Liu menegaskan bahwa Taiwan sepenuhnya urusan dalam negeri China. Beijing tidak akan menoleransi apa pun bentuk campur tangan asing pada masalah itu.
Selanjutnya kepada Brown, Liu juga menegaskan klaim China di Laut China Selatan. AS-China perlu berhati-hati dan bersama menjaga kedamaian kawasan.
Pengamat militer China, Song Zhongping, menyebut, telekonferensi itu menunjukkan pemimpin kedua negara ingin meredakan ketegangan dan menghindari insiden. Meski demikian, terlalu dini untuk menilai tidak akan ada lagi ketegangan AS-China.
Telekonferensi itu menunjukkan, Presiden AS Joe Biden dan Ketua CMC China Xi Jinping serius kala bertemu di San Francisco, AS. Dalam pertemuan pada November 2023 itu, Xi yang juga Presiden China itu setuju komunikasi antarpanglima kedua negara dibuka lagi.
Peneliti AS-China di Dewan Hubungan Internasional (CFR) AS, Zoe Liu kepada harian South China Morning Post menerangkan, pembicaraan Brown dan Li bukan terobosan baru. Akan tetapi, ini positif karena menjajaki kembali hubungan yang teratur, stabil, dan mudah-mudahan bisa terbuka serta mendalam.
”Persoalannya, jika mau lebih substantif, siapa yang akan menjadi pemimpin di setiap pihak? China, kan, tidak punya Menteri Pertahanan sekarang. Siapa yang bisa mengatur strategi komunikasinya?” tutur Liu.
Sejak Li Shangfu dicopot pada akhir Oktober 2023, kursi Menhan China kosong. Li diberhentikan setelah beberapa waktu tidak kelihatan di muka umum. Sampai sekarang, tidak ada penjelasan resmi Beijing soal pencopotan Li.
Sama-sama bijak
Juru bicara Kantor Panglima Angkatan Bersenjata AS Kapten Jereal Dorsey mengatakan, AS mau Washington-Beijing sama-sama bijak dalam mengelola persaingan. Kuncinya ialah terus menjaga jalur komunikasi selalu terbuka, bekerja sama di isu-isu universal, dan membangun kepercayaan. ”Kita harus bisa berkoordinasi guna menghindari salah perhitungan di lapangan,” tutur Dorsey yang dikutip oleh surat kabar New York Post.
AS juga meminta Beijing-Washington kembali ke Perjanjian Konsultatif Kelautan Militer 1998. Dokumen itu mengamanatkan segala permasalahan antarmiliter di laut diselesaikan melalui pertemuan rutin.
Hal itu mengacu pada tindakan China yang dianggap kian intrusif di Laut China Selatan. Pentagon mencatat, periode 2021-2023, sudah 180 kali pesawat militer China melakukan manuver berbahaya terhadap pesawat AS di atas perairan tersebut.
Komunikasi AS dan China sempat membaik setelah kunjungan berbagai pejabat teras Washington ke Beijing, yang antara lain adalah Menteri Luar Negeri Antony Blinken dan Menteri Keuangan Janet Yellen. Akan tetapi, pada Februari 2023, hubungan kembali memburuk setelah ada balon China memasuki wilayah udara AS.
Waktu itu, Departemen Pertahanan AS mengontak Kementerian Pertahanan China guna menanyakan jenis balon itu. Akan tetapi, Beijing tidak menjawab.
Akhirnya, AS memutuskan menembak balon tersebut dengan menggunakan pesawat tempur. China marah dan menuduh AS bereaksi berlebihan. Beberapa bulan kemudian, Pentagon mengumumkan bahwa balon itu tidak mengumpulkan data intelijen dan kemungkinan adalah balon pemantau cuaca yang terembus angin sehingga keluar jalur.
Keberatan China
Secara terpisah, juru bicara Kemenhan China, Kolonel Zhang Xiaogong, mengatakan, Beijing tidak menghalangi kebebasan berlayar dan bernavigasi di Laut China Selatan. ”Kami keberatan dengan aksi-aksi yang merendahkan kedaulatan China dengan berkedok kebebasan bernavigasi,” katanya.
Adapun juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, mengatakan, AS harus membuktikan komitmen mereka terhadap hal-hal yang telah dibincangkan. ”Buktikan dengan berhenti mendukung kemerdekaan Taiwan dan menjual senjata ke Taiwan. AS semestinya mendukung penyatuan kembali Taiwan dengan China secara damai,” ujarnya.
Pekan lalu, Pemerintah AS memutuskan menjual paket persenjataan ke Taiwan senilai 300 juta dollar AS. Otoritas Taiwan di bawah Presiden Tsai Ing Wen dari Partai Demokratik Progresif memang lebih gencar menggaungkan Taiwan sebagai negara merdeka. Taiwan juga mengundang berbagai pejabat teras negara lain yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan mereka untuk berkunjung ke Taipei.
China memandang semua itu wujud separatisme. Beijing terus memperingatkan negara-negara yang berhubungan diplomatik dengan China agar berhenti mengutus pejabat ke Taiwan.
Sementara dari sisi masyarakat Taiwan, mayoritas tidak berminat terhadap kemerdekaan. Jajak pendapat tahunan Universitas Nasional Cheng Chi di Taiwan mengungkap, mayoritas masyarakat Taiwan menginginkan status quo di Selat Taiwan.
Artinya, status satu negara dengan dua pemerintahan. Di dalam prinsip Satu China, Taiwan adalah bagian dari China dengan otonomi sehingga memiliki pemerintahan tersendiri. (AFP/REUTERS)