Uni Eropa Buat Pengaturan Komprehensif AI
Uni Eropa menyepakati aturan pengembangan dan pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan. Di satu sisi, teknologi ini bermanfaat untuk mempermudah pekerjaan. Di sisi lain, ada sisi gelap yang mungkin harus diwaspadai.
BRUSSELS, SABTU — Uni Eropa menyepakati rancangan pengaturan penggunaan kecerdasan buatan. Peraturan itu mencakup antara lain soal penggunaan data biometrik.
Kesepakatan tercapai pada Jumat (8/12/2023) malam waktu Brussels, Belgia, atau Sabtu pagi WIB. Komisioner Perdagangan Dalam Negeri Eropa Thierry Breton mengumumkan kesepakatan itu.
Kesepakatan dicapai setelah perwakilan Parlemen Eropa, Dewan Uni Eropa (UE), dan Komisi Eropa berunding hampir dua hari penuh. Perundingan lanjutan untuk mematangkan aspek teknis rancangan undang-undang itu akan dilakukan pekan depan.
Baca Juga: 28 Negara Sepakat ”Atur” Kecerdasan Buatan
Parlemen Eropa dijadwalkan menggelar pemungutan suara untuk pengesahan RUU itu pada Januari 2024. Aturan itu diharapkan mulai berlaku pada 2026.
Diumumkan pertama kali pada 2021, naskah RUU itu dikenal sebagai AI Act. Para pihak menyebutnya sudah menyeimbangkan semua kepentingan.
Di satu sisi, RUU itu menjadi landasan perusahaan rintisan dan peneliti UE mengembangkan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Di sisi lain, RUU itu mendorong kepercayaan konsumen kepada para pengembang dan peneliti AI.
Perkembangan masif AI beberapa tahun terakhir memicu kekhawatiran. Bahkan, sejumlah tokoh mendesak ada pembatasan pengembangan AI sampai potensi bahaya diketahui.
Banyak kekhawatiran
Kekhawatiran antara lain dipicu kemampuan AI merekayasa tulisan, suara, dan citra digital. Berbagai mesin AI bisa menghasilkan tulisan, citra, dan suara rekaan berdasarkan pesanan penggunanya. Pada tahap lanjut, AI juga bisa menyusun kode dasar untuk pembuatan perangkat lunak komputer.
Kemajuan beberapa tahun terakhir membuat AI bisa digunakan banyak orang. Karena itu, ada kekhawatiran aneka produk hasil rekayasa AI itu dipakai untuk kejahatan. Sebagian pihak cemas, AI dipakai untuk melancarkan serangan siber.
Baca Juga: Kecerdasan Buatan, Jembatan Masa Depan bagi Kemanusiaan
Ada pula kecemasan atas kemampuan AI berjalan sendiri. Kemampuan itu dikhawatirkan membuat AI menjadi tidak dapat dikendalikan manusia.
Di sisi lain, AI diakui memudahkan produksi aneka materi komersial dan sosial. Pembuatan materi pembelajaran yang menarik lebih mudah dilakukan berkat AI.
Lewat AI Act, UE mencoba menyeimbangkan semua itu. Parlemen Eropa mendorong pengaturan hingga ke model dasar untuk pengembangan AI. Parlemen Eropa tidak mau AI Act hanya memitigasi potensi bahaya pada fungsi tertentu AI.
Sementara Perancis awalnya ingin ada klausul untuk membantu perusahaan UE bisa bersaing dengan perusahaan Amerika Serikat. Kini, mesin-mesin utama AI dikuasai AS. Mesin itu antara lain Google Bard, yang telah dikembangkan menjadi Gemini, dan ChatGPT.
UE juga mencoba mengatur penggunaan AI oleh perusahaan yang produk atau layanannya digunakan luas oleh khalayak. Penyedia energi, air minum, telekomunikasi, dan bursa termasuk kategori ini.
Peninjauan wajib
Rancangan AI Act mewajibkan setiap pengembang AI menyerahkan model dasarnya untuk ditinjau otoritas UE. Peninjauan dilakukan sebelum aplikasi AI dikeluarkan ke pasar. Pengembang juga diwajibkan melapor ke Komisi Eropa jika menemukan indikasi bahaya pada model atau aplikasi mereka.
Baca Juga: Menavigasi Arah Kebijakan Redaksi di Era Kecerdasan Buatan
Rancangan AI Act juga mengatur penggunaan data biometrik di ruang publik. Pengawasan yang memanfaatkan pengolahan data biometrik dengan AI hanya dapat dilakukan pada kondisi tertentu. Pencegahan dan pemberantasan terorisme, pencarian orang hilang, atau perburuan penjahat jenis tertentu adalah sebagian kondisi penggunaan data biometrik yang diolah AI.
Aturan itu melarang manipulasi perilaku dan pengolahan data biometrik berdasarkan ras, keyakinan, atau orientasi seksual. Aturan juga mewajibkan penghapusan gambar atau video orang dari data pengolahan AI jika yang bersangkutan tidak jadi sasaran pencarian.
Rancangan AI Act memberi warga hak mengeluh, mengadukan, dan mendapat penjelasan soal penggunaan AI. Ada denda hingga 7,5 juta euro terhadap para pelanggar ketentuan AI Act.
Kuat dan komprehensif
Pakar hukum digital UE pada Columbia Law School, Anu Bradford, menyebut AI Act sebagai aturan kuat dan komprehensif. Aturan itu bisa dicontoh banyak negara untuk mengatur pengembangan dan penggunaan AI. ”Negara-negara lain mungkin tidak meniru setiap ketentuan, tetapi kemungkinan besar akan meniru banyak aspek dari ketentuan tersebut,” katanya.
Ada juga kemungkinan AI Act dimanfaatkan perusahaan untuk menata bisnis mereka di luar UE. Sebab, AI Act praktis dapat disebut sebagai peraturan pertama di dunia yang secara komprehensif mengatur AI. ”Tidak efisien untuk melatih kembali model-model yang terpisah untuk pasar yang berbeda,” katanya.
Baca Juga: Manusia dan Era Kecerdasan Buatan
Kepala Computer and Communications Industry Biro Eropa Daniel Friedlaender menyebut masih ada pekerjaan harus dilakukan untuk menuntaskan AI Act. ”Kesepakatan politik hari ini menandai permulaan pekerjaan teknis penting tentang perincian AI Act,” katanya.
Kritik pengembang
Tentu, aturan itu tak lepas dari kritik. DigitalEurope, asosiasi perusahaan pengembang teknologi digital EU, menilai aturan itu menjadi beban perusahaan.
”Kita sudah sepakat, tetapi berapa biayanya? Kami sepenuhnya mendukung pendekatan berbasis risiko yang didasarkan pada penggunaan AI, bukan teknologi itu sendiri. Akan tetapi, keputusan akhir menggunakan model dasar, mengubahnya,” kata Direktur Jenderal DigitalEurope Cecilia Bonefeld-Dahl.
Bukan hanya dari pengembang, kritik juga datang dari pembela hak warga. European Digital Rights, kelompok pembela hak privasi warga, terutama mengkritik soal penggunaan teknologi pengenalan wajah. Meski ada pembatasan penggunaan, tetap saja pengenalan wajah yang memanfaatkan AI diizinkan lewat AI Act.
”Sulit bersemangat pada UU yang, untuk pertama kalinya di UE, mengesahkan pengenalan wajah secara langsung di seluruh kawasan,” kata Penasihat Senior Bidang Kebijakan European Digital Rights Ella Jakubowska.
Ia mengakui, Parlemen Eropa berusaha membatasi penggunaan pengenalan wajah dan biometrik berbasis AI. Walakin, faktanya AI Act menunjukkan pembatasan itu hanya basa-basi.
Kekhawatiran atas pengenalan wajah meningkat seiring perluasan penggunaan teknologi itu. Berbagai tempat umum dan perusahaan kini memakainya. (AP/REUTERS)