Dengan kekhasannya, diprediksi perkembangan AI dalam waktu tak lama lagi menghasilkan ”superintelligence”: entitas menyerupai manusia, tetapi berpikir jauh lebih cepat dan menguasai data sangat besar.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Karakteristik teknologi kecerdasan buatan tidak sama dengan jenis teknologi sebelumnya. Kecerdasan buatan dapat mengambil alih otoritas manusia atas dunia.
Mengingat arti penting kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), Kompas mengangkat tema kecerdasan buatan dan relasinya dengan manusia dalam laporan khusus, 28 Juni 2023. Tepat di tanggal itu, harian Kompas berusia 58 tahun.
Teknologi tak diragukan membuat manusia lebih sehat, makmur, dan sejahtera. Berkat teknologi, manusia meninggalkan cara hidup berburu-meramu serta mengalami Revolusi Pertanian pada 10.000 tahun silam. Revolusi ini terjadi karena ada teknologi pengairan, pengolahan hasil panen, dan pengembangbiakan hewan (Yuval Noah Harari, Sapiens, 2014).
Selanjutnya, teknologi pembuatan kapal dan pemanfaatan kompas penunjuk arah membantu orang mulai menjelajah samudra pada lebih dari 500 tahun silam. Penemuan antibiotik dan vaksin meningkatkan usia harapan hidup manusia dari hanya 30-40 tahun hingga sekarang mencapai lebih dari 70 tahun. Teknologi komputer, internet, dan telekomunikasi memudahkan manusia mengembangkan bisnis serta menggelar pertemuan tanpa harus hadir secara fisik.
Steven Pinker, ahli psikologi evolusioner dan Johnstone Family Professor of Psychology Harvard University, menyebut teknologi tak hanya menyempurnakan produk-produk lama (pedang menjadi lebih kuat dan ringan, atau tombak menjadi lebih lentur), tetapi juga menghasilkan produk yang sepenuhnya baru sama sekali. Hasil baru inilah yang membuat peradaban manusia dapat melompat, atau tak bisa dibandingkan begitu saja dengan masa sebelumnya (Enlightenment Now: The Case for Reason, Science, Humanism and Progress).
Pada konteks itulah, kehadiran kecerdasan buatan harus dipahami. Teknologi itu sama sekali baru, tak bisa disamakan dengan penemuan roda atau mesin uap. Dengan memanfaatkan kemajuan komputasi (semikonduktor) dan internet, AI mampu menganalisis data yang begitu besar. Data ini bisa berasal dari internet atau perangkat yang dipasang di mana pun, seperti pendeteksi suhu. Setelah mengolah data, AI mampu memberi saran kepada manusia, ”kebijakan” apa yang harus diambil manusia: lewat Jalan Sudirman atau tidak, segera melakukan operasi otak atau tidak. Jenis teknologi sebelumnya tak memiliki kemampuan seperti itu. Mesin uap, misalnya, tidak bisa memberi saran kepada manusia.
Dengan kekhasannya, diprediksi perkembangan AI dalam waktu tak lama lagi menghasilkan superintelligence atau kecerdasan super: entitas menyerupai manusia, tetapi berpikir jauh lebih cepat dan menguasai data sangat besar. Profesor Nick Bostrom, Direktur Future of Humanity Institute Oxford University, membuat prediksi ini secara detail, sekaligus cara mengembangkan sistem kontrol agar manusia tak ditaklukkan oleh AI (Superintelligence: Paths, Dangers, Strategies, 2014).
Hidup kita terbantu oleh kecerdasan buatan, tetapi seperti teknologi lainnya, ia dapat berbalik merugikan manusia.