Mengintip Latihan Perang Tentara Ukraina
Interflex sudah melatih 32.000 prajurit Ukraina. Salah satu materi dasar adalah latihan mengenal senjata dan peledak.
Setelah hampir dua tahun, tidak ada tanda-tanda perang Ukraina akan berakhir. Para mitra dan sekutu berusaha membantu Ukraina menghadapi perang yang mungkin masih panjang itu. Paling tidak, Ukraina punya prajurit yang siap perang menghadapi pasukan pendudukan Rusia.
Jumat (1/12/2023) pagi, saat lapisan es menutupi sebagian wilayah Inggris, puluhan tentara Ukraina berada di lapangan terbuka. Mereka menanti giliran latihan menembak. Sebagian lagi memulai latihan.
Mereka bagian dari peserta Interflex, operasi militer Inggris yang disokong 10 negara lain. Fokusnya, membantu Ukraina menyiapkan prajurit infanteri ringan. ”Ini seperti nasi goreng, setiap orang punya keinginan berbeda. Kami mencoba menghasilkan perpaduan terbaik,” kata salah satu pelatih asal Australia, Mayor John Moulton.
Baca juga : Rusia-Ukraina Tingkatkan Serangan Pesawat Nirawak
Keberadaan Moulton menunjukkan, Interflex bukan program Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Sebab, Australia bukan anggota NATO. Sejumlah anggota NATO menggelar latihan sejenis Interflex di sejumlah lokasi lain.
Perbedaan Interflex dengan latihan tempur yang digelar Inggris adalah lokasinya. Operasi lain, seperti Orbital pada 2015-2022, digelar di Ukraina. Sementara Interflex digelar di Inggris.
Perang Dunia II belum selesai saat terakhir kali Inggris menggelar operasi sebesar Interflex. ”Dulu, kami mengirim pelatih. Sekarang, kami melatih di sini,” ucap Kolonel James Thurstan.
Saat ditugasi memegang (senapan mesin), saya diberi tahu akan jadi sasaran utama di lapangan. Saya tahu risiko itu dan tetap saya ambil.
Perwira Angkatan Darat Inggris itu memimpin Orbital ataupun Interflex. Bahkan, beberapa hari sebelum Rusia menyerbu Ukraina pada Februari 2022, Thurstan masih di Kyiv.
Latihan cepat
Inggris salah satu negara yang terus membantu Ukraina melatih calon prajuritnya. Dalam situasi normal, latihan infanteri dasar setidaknya 15 pekan. Di Interflex, latihannya rata-rata hanya lima pekan.
Moulton menyebut, latar belakang peserta latihan amat beragam. Sebagian sama sekali belum pernah memegang senjata. Sebagian lagi berpengalaman di sejumlah palagan perang Ukraina. Dengan kondisi itu, Moulton dan sejumlah rekannya berusaha mempersiapkan pasukan infanteri untuk Ukraina.
Kondisi di tempat latihan memang tidak sama persis dengan keadaan di Ukraina. Meski demikian, ia optimistis ada manfaat dari Interflex. ”Ini program penting, kerja sama negara demokrasi,” kata Moulton.
Paling tidak, dalam lima pekan latihan, pasukan Ukraina memahami cara menembak, bergerak dalam regu, hingga medis tempur. Di lokasi yang tidak bisa diungkapkan secara pasti di Inggris selatan, orang-orang Ukraina itu berlatih taktik tempur beragam kondisi. Mereka latihan baku tembak di parit, serbuan beregu, hingga gerilya kota.
Baca juga : Setelah Dirahasiakan, Ukraina Pakai Perdana ATACMS
Selain itu, mereka juga ikut sesi dalam kelas. Selain teori dasar infanteri, mereka juga diajari soal hukum humaniter dan hukum perang. Pemahaman itu penting untuk menunjukkan keseriusan Ukraina dan sekutunya tetap tertib dalam perang sekalipun.
Thurstan mengatakan, dimaklumi jika peserta latihan tidak punya keterampilan dasar militer. Mereka terpaksa menjadi tentara karena negaranya sedang diserbu. ”Saya kagum pada keteguhan mereka, upaya menjaga semangat dalam kondisi penuh tantangan,” ujarnya.
Pengenalan senjata
Sejak dimulai pada Juni 2022, Interflex sudah melatih 32.000 prajurit Ukraina. Sebelum tiba di lokasi latihan, ada yang statusnya guru sampai perawat. Karena itu, salah satu materi dasar latihan adalah soal mengenal senjata dan peledak di lapangan.
Mereka tidak diharapkan bisa menjinakkan ranjau atau peledak lain. Sebab, butuh latihan bertahun-tahun untuk bisa menjadi penjinak bahan peledak. Berbeda dengan penggunaan dan perawatan senjata, hal itu bisa dilakukan dalam hitungan hari.
Para peserta menggunakan senapan AK-74 dan beberapa versinya. Senapan itu dipilih karena lebih mudah didapat dan ada kedekatan dengan Ukraina. Seperti halnya semua bekas anggota Pakta Warsawa, Ukraina juga punya banyak senapan turunan AK-47 itu. AK-74 menjadi senapan serbu utama Ukraina.
Pelurunya kaliber 5,45, bukan 7,62. Sebab, fokusnya membawa sebanyak mungkin amunisi dalam pertempuran jarak dekat. Peluru kaliber 7,62 memang lebih kuat. Walakin, karena ukurannya lebih besar, maka jumlah yang bisa dibawa lebih sedikit dibandingkan kaliber 5,46.
Baca juga : Menanti Berakhirnya Perang Rusia-Ukraina
Ukuran besar juga berarti butuh bahan baku lebih banyak. Dengan keterbatasan seperti sekarang, Ukraina dan mitranya harus menggunakan setiap sumber daya, termasuk bahan baku peluru, seoptimum mungkin.
Apalagi, sebagai prajurit infanteri ringan, tugas utama mereka berpatroli dalam regu kecil. ”Tugas kami bukan hanya menjadi penyerbu pertama. Kami juga mengintai posisi musuh, patroli di daerah yang kami kendalikan,” kata Igor, tentara Ukraina dari Ternopil.
Hingga hari ketika Rusia menyerbu, Igor masih bekerja di salah satu perusahaan teknologi. Tugasnya mengurusi bagian pengadaan. ”Saya masih tidur waktu serangan pertama, rudal-rudal Rusia, datang. Waktu itu sekitar pukul tiga pagi,” ujarnya.
Ia salah satu prajurit Ukraina yang punya keterampilan militer dasar. Selama sembilan bulan sampai Desember 2013, ia mengikuti wajib militer. Masa dinasnya singkat karena saat itu sedang sekolah.
Sementara Artam, pria asal Zaporizhia, malah tidak punya pengalaman tempur sampai November 2022. Karena alasan kesehatan, operator salah satu pabrik mesin di Zaporizhia itu tidak mendapat panggilan wajib militer. Bahkan, saat perang meletus hampir dua tahun lalu pun, ia berulang kali tidak diizinkan bergabung.
”Saya tidak mau menyerah, tidak mau diam saja, saat negara saya diserang. Saya terus mencoba mendaftar sampai akhirnya diizinkan ke palagan timur,” ujarnya.
Di sana, sebagian tulang wajahnya hancur karena peluru senapan penembak runduk Rusia. Ia jadi sasaran karena memegang senapan mesin. ”Saat ditugasi memegang (senapan mesin), saya diberi tahu akan jadi sasaran utama di lapangan. Saya tahu risiko itu dan tetap saya ambil,” ujarnya.
Baca juga : AS-Jepang Janji Terus Dukung Ukraina
Artam dan Igor sebagian dari tentara Ukraina yang bergabung ke Interflex sebagai pelatih. Thurstan mengatakan, pelatih Ukraina memang perlu hadir untuk memberi masukan. Mereka menyampaikan kondisi lapangan dan apa yang dibutuhkan. Interflex dan beragam program sejenis berusaha memenuhi kebutuhan itu.
Tantangan
Karena pesertanya beragam dan programnya dilakukan sejumlah negara, salah satu tantangannya adalah menjaga konsistensi dan standar keterampilan. Ukraina menyampaikan apa kebutuhannya, sementara para pelatih, seperti Inggris, berusaha memenuhi kebutuhan itu.
Bahasa menjadi tantangan latihan yang lain. Karena itu, hingga 20 persen staf Interflex merupakan penerjemah. Tidak cukup hanya bisa berbahasa Inggris dan Ukraina, penerjemah juga harus paham istilah militer dalam kedua bahasa itu. ”Ada beberapa istilah atau kata yang maknanya berbeda antara penggunaan di AD Inggris dan dalam bahasa sehari-hari,” kata Thurstan.
Tantangan lain adalah mencari formula terbaik transisi dari warga sipil menjadi prajurit infanteri dalam waktu singkat. ”Saya lupa bagaimana rasanya. Secara harfiah, kehidupan sipil saya terjadi di abad lalu,” ujarnya.
Karena itu, sebagian pelatih Interflex berstatus pasukan cadangan. Jika tidak bertugas, orang-orang itu menjadi pemandu wisata, pedagang, hingga pekerja medis. Dengan latar mereka, orang-orang itu bisa membantu menemukan cara terbaik mempercepat transisi kehidupan sipil ke kehidupan prajurit. ”Kami harus berusaha sampai negara kami merdeka lagi,” kata Artam.