Invasi ke Gaza dan Perburuan Israel pada Tiga Pucuk Pemimpin Hamas
Fokus utama serangan Israel ke Jalur Gaza saat ini tertuju pada perburuan tiga tokoh pucuk pemimpin Hamas.
”Lacak, buru, dan bunuh”. Segera setelah jeda kemanusiaan berakhir dan negosiasi gagal memperpanjangnya, Jumat (1/12/2023), militer Israel kembali menggempur Jalur Gaza. Fokus utamanya adalah melacak, memburu, dan membunuh para pemimpin Hamas atau tokoh-tokoh pentingnya yang berada di balik serangan kelompok itu ke Israel, 7 Oktober 2023.
Di Israel, serangan 7 Oktober 2023 disebut hari paling mematikan dalam sejarah negeri itu. Serangan tersebut, menurut Israel, menewaskan 1.200 orang dan menyebabkan sekitar 240 orang disandera dan dibawa ke Gaza. Setelah serangan tersebut, militer Israel melancarkan serangan besar-besaran dan invasi ke Jalur Gaza.
Setidaknya ada tiga pemimpin tinggi Hamas yang jadi target utama Israel saat ini, yakni Kepala Brigade Izz el-Deen Al-Qassam atau sayap militer Hamas, Mohammad Deif (58); Wakil Kepala Brigade Izz el-Deen Al-Qassam, Marwan Issa (58); dan pemimpin Hamas di Gaza, Yahya Sinwar (61). Asumsi Israel, jika Hamas kehilangan ketiga pemimpin itu, kekuatan dan kekuasaan Hamas di Gaza akan terlucuti.
Baca juga: ”The New York Times”: Israel Sudah Lama Tahu Bakal Ada Serangan Hamas
Spekulasi yang beredar selama ini dari sumber-sumber Israel dan Palestina menyebutkan, ketiga tokoh Hamas itu sedang bersembunyi di terowongan bawah tanah Gaza. Terlepas dari spekulasi tersebut, saat ini mereka bisa berada di mana saja di Gaza.
Kantor berita Reuters, yang berbicara dengan empat sumber di Gaza yang memahami pemikiran Israel, mengatakan bahwa serangan Israel di Gaza tidak mungkin berhenti sampai ketiga komandan utama Hamas itu tewas atau ditangkap.
Hingga Sabtu (2/12/2023) malam, menurut Kementerian Kesehatan di Gaza, lebih dari 15.200 warga Palestina di Gaza tewas akibat serangan Israel. Dalam dua hari saja, sejak pertempuran kembali meletus pasca-jeda kemanusiaan selama sepekan, sedikitnya 200 warga Palestina tewas.
Sekitar 70 persen dari korban adalah perempuan dan anak-anak. Kementerian Kesehatan di Gaza juga menyebutkan, lebih dari 40.000 orang luka-luka sejak awal perang.
Harian Financial Times, Sabtu (2/12/2023), juga mengutip sumber yang mengetahui persiapan serangan Israel, melaporkan bahwa operasi militer terhadap Hamas akan berlangsung sampai satu tahun atau lebih dengan serangan darat intensif hingga awal 2024.
Strategi keseluruhan Israel untuk Gaza bersifat fleksibel, tergantung dari kemajuan di lapangan, tekanan internasional, dan peluang untuk membebaskan sandera Israel.
Pasukan Israel akan menyerang masuk lebih dalam ke wilayah selatan Gaza untuk memburu Deif, Issa, dan Sinwar. Ketiga pucuk pemimpin Hamas ini membentuk dewan militer rahasia untuk serangan 7 Oktober dan diduga juga mengendalikan operasi militer Hamas. Ketiga tokoh itu pula yang memimpin negosiasi pertukaran tawanan dan sandera dari dalam terowongan bawah tanah selama jeda kemanusiaan.
Baca juga: Negosiasi Pertukaran Tawanan Buntu, Hamas-Israel Berperang Lagi
”Ini akan menjadi perang yang sangat lama karena saat ini setengah jalan saja belum. Mungkin baru 40 persen,” kata salah satu sumber Financial Times.
Ini akan menjadi perang yang sangat lama karena saat ini setengah jalan saja belum.
Menangkap atau membunuh ketiga orang tersebut kemungkinan tidak akan mudah, akan memakan waktu lama dan mahal, serta tidak ada jaminan akan berhasil. Namun, hal ini menunjukkan, Israel bisa jadi akan beralih dari operasi perang habis-habisan ke operasi pemberantasan pemberontakan yang tidak terlalu intens.
Pasukan Israel belum masuk jauh ke dalam kota Gaza, menyerbu terowongan, atau menyerbu wilayah selatan yang padat penduduk. Menghancurkan terowongan dari udara juga sulit karena kedalaman terowongan-terowongan itu diduga sampai 80 meter.
Para pejabat Israel, kata sumber di Reuters, juga telah mengakui pendekatan mereka harus diubah. Strateginya tidak bisa sama dengan operasi di wilayah Gaza utara. Seperti telah diketahui, di Gaza selatan ada 2 juta warga sipil.
Seperti diungkapkan para pejabat Israel, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, target Israel dalam perang Gaza ada tiga sasaran: menghancurkan kemampuan pemerintahan dan militer Hamas, membebaskan para sandera, dan memastikan area sekitar Gaza tidak akan pernah digunakan untuk mengancam atau menyerang Israel, seperti pada 7 Oktober 2023.
Guna mencapai target tersebut, bagi Israel, mengeliminasi para tokoh pucuk pimpinan Hamas menjadi hal utama. Para pemimpin Hamas sadar betul, mereka menjadi target utama dalam serangan Israel ke Gaza.
Baca juga: Mohammed Deif, Sosok Paling Diburu Israel dalam Badai Al-Aqsa
Upaya menangkap atau membunuh para pemimpin Hamas juga bukan kali ini saja dilakukan Israel. Deif, Issa, dan Sinwar kerap lolos dari berbagai operasi militer Israel. Deif, misalnya, pernah lolos dari tujuh kali upaya pembunuhan sebelum tahun 2021, tetapi dia kehilangan salah satu mata dan kakinya cedera serius.
Serangan udara Israel pada 2014 menewaskan istri Deif, putrinya yang berusia tiga tahun, dan putranya yang berusia tujuh bulan. Sejak itu, Deif hidup dalam bayang-bayang dan tidak ada yang tahu keberadaannya.
”Manusia bayangan”
Tidak seperti Deif dan Issa yang dulu sering muncul dalam aksi-aksi unjuk rasa atau rapat umum, Sinwar hanya sesekali tampil di depan publik. Terakhir kali dia muncul dalam rapat umum adalah 14 Desember 2022. Sinwar juga tidak mau menggunakan perangkat elektronik apa pun untuk menghindari pelacakan Israel melalui sinyalnya.
Menurut sumber di Hamas kepada kantor berita Reuters, Issa juga dikenal sebagai ”Manusia Bayangan”. Di antara tiga pemimpin Hamas, ia mungkin termasuk yang paling tidak dikenal. Meski demikian, Issa terlibat dalam banyak keputusan besar Hamas selama beberapa tahun terakhir.
Adapun Sinwar terpilih sebagai pemimpin Hamas di Gaza pada 2017. Ia bergabung dengan Hamas ketika Sheikh Ahmad Yassin mendirikan Hamas pada saat intifada Palestina pertama dimulai tahun 1987.
Lulusan Universitas Islam di Gaza, Sinwar belajar bahasa Ibrani selama 23 tahun di penjara Israel. Ia disebutkan sangat memahami budaya masyarakat Israel.
Lulusan Universitas Islam di Gaza, Sinwar belajar bahasa Ibrani selama 23 tahun di penjara Israel. Ia disebutkan sangat memahami budaya masyarakat Israel.
Sinwar menjalani hukuman penjara pada 1988 karena kasus penculikan dan pembunuhan dua tentara Israel dan pembunuhan empat kolaborator Palestina. Ia tahanan paling senior dari 1.027 tahanan Palestina yang dibebaskan Israel pada 2011 sebagai bagian dari pertukaran tahanan dengan seorang tentara Israel, Gilad Shalit. Shalit ditangkap Hamas pada 2006.
Setelah keluar penjara, Sinwar menjadi komandan senior Brigade Ezzedine Al-Qassam, sayap militer Hamas. Meski para pendahulunya mendorong Hamas agar menampilkan wajah yang moderat kepada dunia, Sinwar lebih memilih untuk memperjuangkan Palestina dengan cara yang keras.
Baik para pemimpin Hamas maupun pejabat Israel yang mengenal Sinwar membenarkan bahwa dia setia mengabdi luar biasa pada Hamas dan memiliki kemampuan bertahan luar biasa.
Michael Koubi, mantan pejabat di Kementerian Urusan Strategis Israel yang pernah menginterogasi Sinwar selama 180 jam di penjara, mengatakan, Sinwar menonjol karena kemampuannya mengintimidasi dan memerintah.
Baca juga: Hamas dan AS Ingin Perpanjangan Jeda Kemanusiaan, Israel Menolak
Abu Abdallah, anggota Hamas yang pernah bersama Sinwar bertahun-tahun di penjara Israel, kepada kantor berita AFP, menceritakan bahwa Sinwar menjadi operator keamanan yang andal karena sering sulit diketahui keberadaannya.
Sinwar mendukung gagasan pemerintahan tunggal Palestina, ingin menyatukan Jalur Gaza dan Tepi Barat yang dikendalikan Partai Fatah pimpinan Mahmoud Abbas, serta menguasai Jerusalem timur.
Ketika Sinwar terpilih memimpin Hamas di Gaza, Hamas untuk pertama kalinya menerima prinsip negara Palestina sesuai perbatasan sebelum tahun 1967. Namun, ia tetap tidak mengakui Israel dan bertekad mempertahankan cita-cita membebaskan seluruh wilayah bersejarah Palestina.
Sinwar, Deif, dan Issa lahir dan tumbuh dalam keluarga pengungsi yang terusir dari kampung halaman mereka pada 1948 saat negara Israel diproklamasikan. Mereka besar di kamp pengungsian Khan Younis. Ketiganya juga dipenjara selama bertahun-tahun di Israel.
Baca juga: Hamas, Faksi Palestina Penentang Israel
Seperti halnya Deif, wajah Issa tidak diketahui publik hingga tahun 2011 ketika dia ikut dalam foto bersama yang diambil pada saat pertukaran tahanan. Mediator Badan Intelijen Jerman pada tahun 2009-2011, Gerhard Conrad, termasuk di antara sedikit orang yang bertemu Issa saat berunding soal pertukaran tahanan Shalit.
”Dia analis yang sangat teliti dan hati-hati. Dia hafal semua arsip yang ada pada waktu itu,” kata Conrad kepada televisi Al Jazeera.
Pemimpin baru
Israel telah membunuh para pemimpin Hamas di masa lalu, termasuk pendiri Hamas, Sheikh Ahmed Yassin, dan mantan pemimpinnya, Abdel-Aziz al-Rantisi, yang dibunuh dalam serangan udara tahun 2004. Namun, Hamas tetap bertahan karena selalu ada pemimpin baru yang muncul untuk mengisi kekosongan kekuasaan.
Setelah serangan 7 Oktober 2023 pun militer Israel mengklaim sudah menghancurkan 400 terowongan di Gaza utara. Sedikitnya 10 dari 24 batalyon Hamas juga dilaporkan sudah porak-poranda. Sekitar 50 perwira menengah Hamas dan 5.000 anggotanya juga tewas.
Namun, pemimpin Hamas di Lebanon, Osama Hamdan, membantah pernyataan Israel itu dan menganggapnya sebagai propaganda untuk menutupi ketidakberhasilan operasi militernya.
Direktur Program Studi Militer dan Keamanan di Institut Kebijakan Timur Dekat di Washington, AS, Michael Eisenstadt, menilai bahwa jika Israel menyatakan berhasil membunuh Sinwar, Issa, dan Deif, hal itu akan menjadi pencapaian yang simbolis dan substantif. Meski demikian, belum tentu gerakan Hamas akan lumpuh atau mati.
”Namun, bagaimana jika Israel tidak bisa mendapatkan orang-orang itu? Apakah mereka akan terus berperang?” kata Eisenstadt.
Baca juga: Gaza dalam Bayang-bayang Pusara Genosida
Koubi mengatakan, ada dukungan kuat dari rakyat Israel agar perang dilanjutkan karena Hamas dianggap sebagai bagian dari poros yang didukung Iran. Menangkap Sinwar bisa jadi kemenangan penting bagi Israel tetapi belum tentu kemenangan akhir.
”Rakyat Israel memandang dirinya berada di bawah ancaman eksistensial dan pilihan yang mereka lihat hanya ada dua: tetap pasrah pada ancaman itu atau menghilangkan ancaman itu,” ujarnya.
Menurut sumber Reuters, Hamas sudah menimbun senjata, rudal, makanan, dan pasokan obat-obatan di dalam terowongan sehingga ribuan anggotanya bisa bertahan selama berbulan-bulan. Dengan stok tersebut, mereka masih tetap bisa menjalankan taktik gerilya perang kota yang membuat Israel frustrasi.
Perang panjang
Pakar Palestina dan Hamas di Universitas Qatar, Adeeb Ziadeh, yakin Hamas pasti memiliki rencana jangka panjang untuk menyerang Israel.
”Melihat serangan 7 Oktober yang dilakukan dengan tingkat kemahiran, keahlian, ketepatan, dan intensitas yang tinggi, mereka pasti sudah mempersiapkan diri untuk perang jangka panjang. Hamas tidak mungkin melakukan serangan seperti itu tanpa persiapan matang,” ujar Ziadeh.
Baca juga: Mengenal Kelompok-kelompok Yahudi Anti-Zionis Israel yang Pro-Palestina
Hamas sudah melancarkan serangkaian perang dengan Israel dalam beberapa dekade terakhir. Kepala Hubungan Eksternal Hamas yang berbasis di Beirut, Ali Baraka, menyebut kemampuan militer Hamas meningkat secara bertahap, khususnya rudal-rudalnya.
Pada perang Gaza tahun 2008, roket Hamas mampu menjangkau sejauh 40 kilometer. Pada tahun 2021, kemampuannya meningkat jauh menjadi 230 kilometer. ”Dalam setiap perang, kami mengejutkan Israel dengan sesuatu yang baru,” kata Baraka kepada Reuters. (AP/AFP/REUTERS)