Filipina Bangun Pos Penjaga Pantai Baru di Pulau Sengketa
Pengembangan pos penjaga pantai di Pulau Thitu diharapkan menambah kekuatan Angkatan Bersenjata Filipina seiring ketegangan dengan China di Laut China Selatan.
Manila, Jumat – Filipina mengembangkan pos Penjaga Pantai di Pulau Thitu di Laut China Selatan untuk menambah kekuatan. Langkah itu dilakukan seiring ketegangan dengan China di wilayah yang disengketakan di perairan Laut China Selatan.
Pos Penjaga Pantai baru di Pulau Thitu itu diresmikan pada Jumat (1/12/2023). Pulau Thitu diduduki militer Filipina pada 1970-an semasa pemerintahan Presiden Ferdinand Marcos ketika wilayah itu dikosongkan Marinir Taiwan untuk menghindari badai. Taiwan dan China menyebut Pulau Thitu sebagai Pulau Zhong Ye.
Pengembangan pos Penjaga Pantai di Pulau Thitu diharapkan menambah kekuatan Angkatan Bersenjata Filipina. Konfrontasi antara Penjaga Pantai Filipina dan Penjaga Pantai China berulang kali terjadi sepanjang tahun ini, terutama di Karang Second Thomas tempat kapal Angkatan Laut Filipina, BRP Sierra Madre yang dikandaskan dan dijadikan pos militer. Konfrontasi itu dikhawatirkan meningkat dan bisa melibatkan Amerika Serikat, sekutu Filipina.
Baca Juga: Redakan Ketegangan demi Perundingan di Laut China Selatan
Penasihat Keamanan Nasional Filipina, Eduardo Ano, dan beberapa pejabat Filipina terbang ke Pulau Thitu, Jumat. Mereka meresmikan bangunan dua lantai yang dilengkapi radar, pelacak pergerakan kapal, dan berbagai perangkat pemantauan yang sudah dan akan ditambahkan tahun depan. Perlengkapan tersebut untuk memonitor operasional kapal-kapal China di perairan yang dipersengketakan dan masalah lain, termasuk kecelakaan di laut.
”Wilayah ini bukan zona abu–abu. Tindakan yang terjadi terhadap Filipina adalah perundungan,” kata Ano.
Melalui perangkat teleskop yang dipasang di Pulau Thitu, Ano mengatakan, mereka memantau sekurangnya 18 kapal milisi Maritim China di sekitar Pulau Thitu. Terlihat pula kapal Angkatan Laut China.
Para pihak yang memiliki klaim di Laut China Selatan, seperti Filipina, China, Vietnam, Malaysia, dan Taiwan aktif mengirimkan kapal di perairan yang dipersengketakan. Seusai prinsip hukum internasional dalam sengketa maritim, kehadiran aktif di wilayah sengketa, termasuk kehadiran kapal dan aktivitas ekonomi, menjadi salah satu dasar utama klaim dari negara yang mengajukan kepemilikan.
Warga Filipina di Pulau Thitu mengaku sudah terbiasa melihat kapal–kapal China di perairan sekitar Pulau Thitu. Mereka merasa khawatir suatu hari China akan menggunakan kekerasan menduduki Pulau Thitu. ”Mungkin suatu hari mereka akan tiba–tiba menyerbu wilayah kami,” kata Daisy Cojamco (51), salah satu warga.
Berbentuk kecebong yang dikelilingi pasir putih bersih, Pulau Thitu yang dalam bahasa Tagalog disebut Pag–Asa (harapan), dihuni oleh 250 nelayan Filipina. Pag Asa terdiri dari gugusan sembilan pulau dan atol yang diduduki militer Filipina medio 1970-an dari penguasaan Taiwan pada saat Perang Vietnam berkecamuk.
Wilayah itu adalah bagian dari Kepulauan Spratly atau Nansha dalam peta China yang diajukan tahun 1934 oleh Pemerintah Republik China (ROC). Pengajuan itu tidak diprotes negara lain dan wilayah itu masih merupakan jajahan Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis.
Filipina mengklaim wilayah sekitar Thitu sebagai bagian paling barat dari kota praja di Provinsi Palawan. Pulau Palawan berada di utara Pulau Kalimantan, berbatasan laut dengan Negara Bagian Sabah, Malaysia. Sebagian wilayah Sabah juga masih diklaim Filipina hingga kini.
Pemerintah Filipina mendorong nelayan Filipina untuk pindah ke Pulau Thitu dengan dukungan beras gratis guna menjalankan prinsip kehadiran aktif di wilayah tersebut. Kawasan tersebut juga diklaim oleh China dan Vietnam.
Baca Juga: Filipina Tingkatkan Kehadirannya di Laut China Selatan
Pulau Thitu dengan luas 37 hektar memiliki jaringan internet dan pasokan listrik serta air bersih yang memadai. Terdapat landasan udara baru, pelabuhan, sekolah berbagai tingkatan, sasana, dan tempat perlindungan topan. Walau demikian, fasilitas di Thitu jauh tertinggal dari infrastuktur yang dibangun China di Pulau Subi yang berjarak 22 kilometer.
Pulau Subi semula adalah gugusan karang yang direklamasi dan dibangun oleh China sejak 10 tahun silam menjadi fasilitas perlindungan antirudal. Di pulau itu terdapat tiga landasan udara untuk pesawat militer, membuat khawatir negara pemilik klaim lainnya di Laut China Selatan.
China turut menegaskan klaimnya di laut, Jumat. Saat pesawat Angkatan Udara Filipina yang membawa para pejabat Filipina mendekati Pulau Thitu, Ano mengatakan, pasukan China memberikan peringatan radio agar mereka menyingkir.
Sementara di Beijing, Presiden China Xi Jinping mengatakan, Penjaga Pantai China harus menegakkan hukum maritim dan menindak ”aktivitas kriminal” untuk mempertahankan kedaulatan teritorial China. Kantor berita China, Xinhua, melaporkan, arahan tersebut disampaikan Xi saat menginspeksi kantor komando Penjaga Pantai China untuk Laut China Timur.
”Kita perlu membangun dan memperbaiki koordinasi dan mekanisme kerja sama penegakan hukum maritim, menindak tegas aktivitas ilegal di laut,” kata Xi.
Ia juga mengatakan, China perlu secara pragmatis bekerja sama dengan negara-negara lain dalam penegakan hukum maritim serta terlibat aktif dalam tata kelola maritim regional dan internasional.
Kalah ukuran jumlah kapal, perlengkapan, dan fasilitas dari China, Filipina mengizinkan keterlibatan militer AS di beberapa pangkalan militer. Filipina–AS juga menyetujui patroli bersama laut dan udara sebagai strategi penangkalan yang langsung berhadapan dengan China.
China menyatakan, patroli bersama tersebut jangan sampai mengganggu kedaulatan wilayah dan hak maritim serta kepentingan China. Sejak Presiden Marcos Jr memegang jabatan, Filipina meningkatkan kerja sama keamanan denganAS dan sekutunya seperti Jepang dan Australia. Langkah tersebut berbanding terbalik dengan mantan Presiden Rodrigo Duterte yang menjaga hubungan baik dengan Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Selama enam tahun pemerintahan, Duterte mampu meredam sengeketa dengan China. Adapun awal tahun ini, Presiden Marcos Jr meluncurkan strategi mengekspos tindakan agresif China di Laut China Selatan. Salah satunya tentang Penjaga Pantai China yang menggunakan cahaya laser dengan spesifikasi militer serta meriam air untuk menghadang kapal patroli Filipina dan kapal logistik yang dikirim ke Karang Second Thomas.
Baca Juga: Filipina Disesaki Pangkalan Militer AS
Marcos Jr di Honolulu, Hawaii, dua pekan lalu mengatakan, situasi di Laut China Selatan menjadi semakin memprihatinkan. Ia menyebut China semakin mendekat ke wilayah pantai Filipina. ”Kami tidak akan menyerahkan satu inci pun wilayah kami ke kekuatan asing,” katanya.
Demi mempertahankan wilayah Filipina, saat ini ia membuka setidaknya sembilan pangkalan militer untuk kekuatan asing termasuk AS dan Australia.
Kementerian Luar Negeri China dalam keterangan resmi yang diberitakan The Star soal sengketa kepemilikan Pulau Thitu pada 16 Oktober 2023 mengatakan, Filipina secara ilegal menduduki Pulau Thitu dan melanggar kedaulatan China. (AP/Reuters)