Perdebatan Etika Vs Bisnis Melatari Pemecatan Altman dari OpenAI
Pemecatan Altman dikhawatirkan memicu eksodus karyawan. Kehilangan tenaga secara besar-besaran bisa menurunkan kinerja lembaga. Aneka tujuan nyaris mustahil dicapai jika tidak tersedia cukup orang untuk mengerjakannya.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
SAN FRANCISCO, RABU — Drama pemecatan Sam Altman sebagai pemimpin operasional OpenAI belum kunjung usai. Ia masih berusaha kembali ke perusahaan pengembang ChatGPT itu. Sementara tawaran baginya untuk mengembangkan unit kecerdasan buatan di Microsoft belum jelas akhirnya.
Ketidakjelasan tawaran Microsoft diungkap CEO Microsoft Satya Nadella, Selasa (21/11/2023) siang waktu New York atau Rabu (22/11/2023) pagi WIB. ”Semua tergantung dari dewan direksi, manajemen, dan karyawan OpenAI,” ujar Nadella kepada Bloomberg dan CNBC.
Ia menjawab itu saat ditanya apakah Altman dan sejumlah karyawan OpenAI akan bergabung di Microsoft. Kabar tawaran Microsoft ke Altman terkuak hampir sehari setelah Altman dipecat sebagai CEO OpenAI pada Jumat. Para pemegang saham OpenAI tidak tahu rencana pemecatan itu sampai beberapa menit sebelum diumumkan.
Struktur OpenAI, sebagaimana dilaporkan The New York Times dan Financial Times, memang unik untuk bisnis teknologi. Yayasan tidak berorientasi keuntungan menjadi pengendalinya.
Investor, bahkan Microsoft yang memegang setara 43 persen saham OpenAI, tidak punya suara mengikat dalam proses pengambilan keputusan. Dewan pengelola, yang terdiri dari enam orang dan dipimpin Greg Brockman sampai 19 November 2023, punya kuasa penuh menentukan arah lembaga dan anak usahanya.
Selain Altman dan Brockman, badan pengelola OpenAI terdiri dari Ilya Sutskever, Adam D’Angelo, Helen Toner, dan Tasha McCauley. Brockman dan Sutskever mendirikan OpenAI. Setelah itu Altman, Elon Musk, dan sejumlah orang lain bergabung. Musk keluar pada 2018.
D’Angelo merupakan pemimpin forum tanya jawab Quora. Sementara McCauley adalah ilmuwan komputer dan pernah memimpin perusahaan penyedia jasa pembuatan model tiga dimensi untuk perencanaan tata kota. Adapun Toner mengelola lembaga kajian teknologi di Georgetown University.
Etika dan bisnis
Awalnya, OpenAI didirikan dengan tujuan mengembangkan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang aman dan bermanfaat bagi kemanusiaan. Mereka mencari investor untuk mendukung ide itu. Sampai 2018, badan pengelola OpenAI menemukan fakta upaya penggalangan dana tidak mudah.
Setelah Musk keluar, badan pengelola memutuskan membentuk anak usaha yang fokus mencari keuntungan. Anak usaha itu antara lain mendapatkan hingga 13 miliar dollar AS dari Microsoft. Setelah itu, OpenAI menggemparkan dunia lewat peluncuran ChatGPT.
Pemecatan Altman kembali mengguncang. Nilai pasar OpenAI ditaksir mencapai 86 miliar dollar AS dan pemecatan itu memicu keraguan masa depan OpenAI. Salah satu penyebabnya, banyak karyawan OpenAI menyatakan akan bergabung dengan lembaga baru yang dituju Altman dan Brockman.
Kehilangan tenaga secara besar-besaran bisa menurunkan kinerja lembaga. Aneka tujuan nyaris mustahil dicapai jika tidak tersedia cukup orang untuk mengerjakannya.
Masalahnya, di OpenAI dan jagat kecerdasan buatan sejak lama ada dua kelompok besar. Kelompok pertama menginginkan pengembangan AI dilakukan secara terkendali agar tidak membahayakan manusia.
Kelompok lain hanya fokus pada keuntungan dan memacu perkembangan secepat-cepatnya. Altman termasuk di kelompok kedua. Sementara Sutskever, Musk, dan banyak orang lain di kelompok pertama.
Maret lalu, Musk bersama banyak tokoh meneken surat terbuka. Lewat surat itu, mereka mendesak pengembangan AI dikendalikan. Sementara Altman tidak ikut menandatangani surat itu. Meski demikian, ia setuju ada pengawasan untuk pengembangan AI.
Sutskever disebut memengaruhi badan pengelola OpenAI untuk memberhentikan Altman pekan lalu. Dalam pernyataan kepada karyawan OpenAI, ia menyebut Altman gagal berkomunikasi dengan badan pengelola
Belakangan, setelah berbicara dengan istri Brockman, ia mengubah posisi dan berharap Altman-Brockman mau kembali ke OpenAI.
Sejauh ini, Altman masih membuka peluang kembali. Syaratnya, sebagaimana dilaporkan Bloomberg, badan pengelola yang memecatnya harus dirombak. Microsoft dan sejumlah investor dilaporkan mendukung perombakan itu.
Gugatan
Di tengah drama internal itu, OpenAI menghadapi masalah lain. Sejumlah penulis menggugat OpenAI di pengadilan Manhattan, New York. Sebab, OpenAI tanpa izin memakai puluhan ribu karya para penulis. Naskah itu dipakai untuk meningkatkan kemampuan ChatGPT menjawab pertanyaan.
Penggugat termasuk George RR Martin, penulis novel yang difilmkan menjadi serial Game of Thrones. Penulis aneka novel laris, John Grishman, juga bergabung dalam gugatan yang diajukan Martin ke Pengadilan Manhattan.
ChatGPT dan pelantar sejenis memang butuh latihan agar mampu menjawab aneka pertanyaan penggunanya. Selain mengumpulkan data dari internet, pelantar-pelantar itu juga diasup aneka naskah dan gambar untuk diolah lalu dijadikan jawaban.
Penggunaan citra dan naskah tanpa izin untuk diolah oleh AI menjadi persoalan di sejumlah tempat. Sampai beberapa hari lalu, para aktor dan penulis naskah Hollywood mogok karena itu terkait.
Para aktor menolak rekaman wajah mereka dipakai tanpa izin untuk diolah menjadi citra dalam penyelesaian film atau pertunjukan yang tidak melibatkan mereka. Sementara para penulis keberatan karya mereka diubah tanpa izin dengan AI lalu dijadikan sandaran pembuatan film dan pertunjukan.
Penggunaan citra dan naskah tanpa izin salah satu perdebatan etik dalam pengembangan AI. Dalam tanggapan awal terhadap gugatan Martin dan Grishman, para praktisi AI meyakini penulis akan diuntungkan oleh pemanfaatan AI dalam proses pembuatan tulisan.
Gugatan lain pada ChatGPT dan pelantar sejenis adalah soal sensor. ChatGPT tidak bisa menjelaskan kemelut pemecatan Altman. Selain itu, ada pula bias negatif terhadap negara dan etnis tertentu. (AFP/REUTERS)