Penjaga Pantai Filipina dan China Kejar-kejaran di Laut China Selatan
Dalam ketegangan selama empat jam, kapal Penjaga Pantai China menyemprotkan meriam air ke kapal Filipina yang mengantarkan logistik ke pos Marinir Filipina.
MANILA, MINGGU — Konfrontasi antara China dan Filipina di wilayah sengketa di Laut China Selatan tidak kunjung berhenti. Dalam insiden terbaru, belasan kapal Penjaga Pantai China mengejar dan mengepung kapal Filipina yang tengah dalam misi mengirimkan logistik ke bekas kapal perang yang dijadikan pos terluar di Karang Second Thomas.
Dalam puncak ketegangan pada Jumat (10/11/2023), kapal-kapal China, termasuk kapal penyerang cepat dan kapal rumah sakit, berhadap-hadapan selama empat jam dengan kapal Filipina. Kapal Penjaga Pantai China bahkan menyemprotkan meriam air ke arah kapal Filipina.
Baca juga : Adu Kuat Narasi di Laut China Selatan
Dua wartawan kantor berita Associated Press dan beberapa wartawan ikut dalam tiga kapal Penjaga Pantai Filipina mengawal dua kapal logistik. Mereka menyaksikan manuver kejar-kejaran yang berbahaya di perairan berombak ganas di LCS. Filipina menyebut, langkah itu sebagai bagian dari kampanye mempermalukan China yang dianggap bertindak agresif di perairan paling penting bagi perekonomian dunia tersebut.
China bersikukuh menegakkan klaim atas seluruh perairan Laut China Selatan (LCS). Berulang kali China berseteru dengan negara-negara tetangganya yang menyatakan klaim serupa. Khusus dengan Filipina, sengketa itu berisiko menyeret Amerika Serikat yang terikat perjanjian payung keamanan dengan Filipina.
AS dan sekutu-sekutunya telah mengerahkan kapal-kapal angkatan laut dan jet tempur dengan alasan mendukung kebebasan navigasi di LCS. Muncul kekhawatiran konfrontasi yang berulang di Karang Second Thomas bisa memicu konflik terbuka antara AS dan China.
Pejabat Filipina, Sabtu (11/11/2023), menyebutkan, mereka tidak akan mengambil langkah yang bisa memicu konflik yang lebih besar. Akan tetapi, mereka menyatakan tidak akan gentar dalam mempertahankan hak kedaulatan di LCS.
Meski berulang kali diblokade dan ditekan kapal-kapal China, rombongan kapal Filipina berhasil mengantarkan logistik untuk marinir Filipina yang bertugas di kapal BRP Sierra Madre. Mereka meninggalkan lokasi tanpa insiden apa pun. Kapal Sierra Madre masih terdaftar sebagai kapal perang Angkatan Laut Filipina. Serangan terhadap BRP Sierra Madre dianggap sebagai tindakan perang.
Anggota Penjaga Pantai Filipina Laksamana Tarriela mengatakan, pasukan Filipina akan terus mematuhi aturan dan tidak akan terprovokasi oleh taktik China. ”Betapa pun berbahaya manuver yang mereka (penjaga pantai China) lakukan kepada kami, dengan meriam air, ataupun sinar laser, kami tidak akan terpancing dan membiarkan terjadi eskalasi ketegangan,” katanya.
Salah satu kapal penjaga pantai Filipina, BRP Cabra, pernah dikepung lima kali oleh kapal-kapal China, tetapi bisa setiap kali lolos sampai akhirnya dicegat di dekat Beting Second Thomas. ”Kami semakin percaya diri setiap kali kami meloloskan diri dari blokade China. Kami measa semua pihak perlu mematuhi hukum internasional untuk menghindari tabrakan,” kata komandan BRP Cabra, Emmanuel Dangate.
Menurut Tarriela, upaya mengajak media untuk membangun transparansi atas situasi di lapangan berhasil mendatangkan dukungan internasional kepada Filipna. Dampaknya, masyarakat internasional mengecam China dan rakyat Filipina juga mawas diri atas apa yang sedang terjadi.
Baca juga : ”Cara Asia”, Jalan Terbaik Mengurai Sengketa Laut China Selatan
Terkait insiden terakhir, Penjaga Pantai China menyebut, mereka membuntuti kapal-kapal Filipina sesuai aturan internasional. Mereka juga mengambil langkah pengendalian yang dibutuhkan, serta membuat pengaturan khusus untuk sementara bagi Filipina agar tetap bisa mengirimkan makanan dan kebutuhan sehari-hari lainnya.
China mendesak Filipina untuk menghentikan tindakan yang melanggar hak China. China juga akan terus menegakkan kedaulatan nasional. ”China mendesak Filipina untuk segera berhenti membuat masalah dan provokasi di laut, dan menarik kapal ilegal,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China di Beijing.
Pemerintah Amerika Serikat menyikapi konfrontasi terakhir tersebut dengan menyatakan dukungan penuh pada Filipina. Filipina adalah sekutu tertua AS di kawasan sekaligus bekas negeri jajahan yang didapat seusai Perang Amerika–Spanyol tahun 1895.
Jauh sebelum terjadi ketegangan di Laut China Selatan, pada 1946 Kongres Amerika Serikat melalui China Aid Naval Act Nomor 512 tanggal 16 Juli 1946 dan Presiden Harry S Truman memberikan dukungan kepada Pemerintah Republik China (ROC) untuk menduduki pulau-pulau di Laut China Selatan seusai Perang Dunia II. Kala itu bahkan disetujui hibah 271 kapal Angkatan Laut AS untuk ROC.
Departemen Luar Negeri AS kembali memperingatkan bahwa Washington tunduk pada kewajiban untuk mempertahankan keamanan Filipina di bawah Perjanjian Pertahanan Bersama tahun 1951. Perjanjian itu menyebut, jika pasukan, kapal, atau pesawat Filipina, termasuk penjaga pantainya, menghadapi serangan bersenjata di mana pun di LCS, AS akan turun tangan.
”Tindakan Republik Rakyat China bertentangan dengan hukum internasional dan perilaku yang berbahaya dalam pelayaran di Laut China Selatan,” sebut pernyataan Deplu AS, sekaligus mengutip keputusan Mahkamah Arbitrase Internasional tahun 2016 yang membatalkan klaim China atas Karang Second Thomas.
Baca juga : Indonesia Tekankan Kode Panduan Laut China Selatan
China menolak terlibat arbitrase yang diajukan Filipina pada 2013. Ketika itu, China menguasai beberapa daerah sengketa, seperti Karang Scarborough. Beijing juga menolak keputusan Mahkamah Arbitrase Internasional tersebut.
Guna menghindari ketegangan yang semakin sering dan meruncing, China dan negara-negara anggota ASEAN, termasuk Filipina, mempercepat negosiasi melalui panduan tata perilaku (code of conduct/CoC) di Laut China Selatan. Namun, konfrontasi di sekitar Karang Second Thomas bakal terus terjadi karena kedua negara sama-sama bersikeras mempertahankan klaim masing-masing.
Di tengah ketegangan yang terjadi di LCS, Filipina turut berpartisipasi dalam latihan angkatan laut multinasional tahunan yang dipimpin Jepang. Untuk pertama kalinya Filipina menjadi pengamat dalam latihan tersebut. Latihan Annualex dimulai pada Sabtu di lepas pantai Jepang yang melibatkan AS, Australia, dan Kanada.
Mereka mendemonstrasikan kerja sama sesama angkatan laut dan menunjukkan kehadiran mereka sebagai komitmen untuk mempertahankan kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. (AP)