Donald Trump sering mengolok-olok usia Presiden AS Joe Biden yang sudah mendekati 80 tahun. Beberapa kealpaan menjadi bahan gorengan. Tetapi, Trump juga pernah mengalaminya.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·6 menit baca
Dua kandidat calon presiden Amerika Serikat yang akan bertarung pada pemilihan tahun depan sudah tak muda lagi. Partai Demokrat, sepertinya akan mencalonkan kembali Joe Biden yang kini telah berusia 80 tahun. Sedangkan kandidat kuat dari Partai Republik, Donald Trump, berusia 77 tahun.
Biden dan tim kampanyenya cenderung tidak pernah menggunakan isu usia ini sebagai bahan kampanye. Kalaupun Biden dan tim kampanyenya menyentuh masalah umur, dilakukan dengan cara berbeda dan humoris. Dalam berbagai kegiatan kampanye, secara pribadi Biden mendorong gagasan bahwa Trump semakin tua dan mentalnya melemah. Namun tim kampanye mengatakan mereka tidak berencana menggunakan isu usia untuk melancarkan serangan politik dalam jangka panjang.
Akan tetapi, berbeda dengan Trump dan tim kampanyenya. Trump dan pendukungnya sering menyoroti masalah usia dan kemungkinan ketidakcakapan Biden jika maju kembali sebagai kandidat calon presiden dari Demokrat pada pemilihan tahun depan. Saat Biden keseleo lidah, salah memilih jalan keluar setelah memberikan pidato hingga terpeleset saat menaiki tangga pesawat kepresidenan seringkali menjadi bahan olok-olok Trump.
Skylar Swan, calon pemilih yang baru berusia 23 tahun, menilai, dia cukup ragu dengan kondisi fisik Biden bila harus memimpin AS empat tahun lagi. “Melihat video Biden dan benar-benar memperhatikannya, saya nilai, secara mental dia tidak bisa menghadapi pemilu sama sekali,” katanya.
Sementara, dalam pandangannya, Trump seringkali bersikap keras dan bahkan cenderung suka melakukan hal yang spontan, ekpresif. “Sepertinya dia adalah tipe pria yang tidak ingin saya hadapi,” kata Swan yang baru saja menghadiri rapat umum terbuka Trump dan tim kampanyenya di California Selatan.
Trump memang seringkali menampilkan kesan bahwa dirinya masih memiliki fisik yang prima dan ingatan yang kuat, mencoba memberikan kesan muda pada calon pemilih. Selama musim panas di Iowa, dia membagikan es krim pada pelanggan toko es krim Dairy Queen dan nongkrong di sebuah rumah persahabatan (fraternity house) sambil mencoba melempar bola ke arah kerumunan.
Melody Crowder-Meyer, seorang profesor ilmu politik di Davidson College di North Carolina yang mempelajari karakteristik pemimpin terpilih, termasuk usia mereka, mengatakan persepsi mengenai usia dan penampilannya terkait dengan harapan orang terhadap seorang calon pemimpin.
Dalam pandangannya, terhadap Biden para pemilih berharap situasi pemerintahan berjalan normal. Kalaupun ada kekhawatiran, lebih pada apakah di masa pemerintahan ke depan bisa mencapai hal-hal yang mereka targetkan saat kampanye.
Sementara, dalam penilaiannya, para pendukung Trump bersedia mengabaikan kelemahan yang jauh lebih banyak dan signifikan dibanding sekadar usia mantan taipan real estate berusia 77 tahun itu. Trump kini menghadapi puluhan dakwaan, termasuk dakwaan soal kecerobohannya memiliki dan menyimpan berkas rahasia milik pemerintah federal. Perkara itu muncul pascakekalahannya di pemilihan presiden tahun 2020.
Terlalu tua
Sebuah jajak pendapat yang dilakukan pada bulan Agustus lalu oleh kantor berita The Associated Press dengan NORC Center for Public Affairs Research, menemukan bahwa 77 persen orang dewasa AS, termasuk 69 persen anggota Partai Demokrat, memandang Biden terlalu tua untuk bisa menjabat selama empat tahun lagi. Jajak pendapat yang sama menemukan bahwa 51 persen orang dewasa, 28 persen diantaranya anggota Partai Republik mengatakan Trump terlalu tua.
Jajak pendapat di atas mengonfirmasi beberapa hasil jajak pendapat sebelumya bahwa orang Amerika memandang usia presiden dari Partai Demokrat itu sebagai sebuah beban.
Cecelia S. Curtis, seorang Demokrat yang tinggal di Summerville, berencana untuk memilih Biden pada tahun 2024. Akan tetapi, dia mengkhawatirkan kesehatan Biden berdasarkan pengalamannya sendiri. “Aku sendiri berumur 75 tahun, dan aku hampir terjatuh, tahu?” ujarnya Curtis.
Tetapi, tak selamanya Trump tampil prima, seperti keyakinannya. Lidahnya terpeleset.
Saat tampil di Sioux City di Iowa, akhir pekan lalu, Trump menyebut kota itu dengan sebutan Sioux Falls, yang sebenarnya berada 80 kilometer utara Dakota Selatan. Keadaan menjadi canggung di atas panggung sebelum tim kampanyenya membisiki Trump bahwa dia salah menyebut nama kota. Setelah diberi tahu bahwa dia menyebutkan nama kota yang salah, barulah dia mengoreksinya.
Adegan tersebut sangat mirip dengan salah satu cerita lama Trump tentang Biden, di mana ia menganggap presiden tersebut terlalu bingung untuk mengetahui di kota mana ia akan berbicara.
Yang bereaksi cepat terhadap kekeliruan Trump di Sioux City adalah pesaingnya sesama kandidat dari Partai Republik, Ron DeSantis. DeSantis, gubernur Florida, langsung merilis semacam meme untuk menggoyahkan posisi Trump di puncak dukungan para pemilih Republik. Tim kampanye DeSantis memiliki semacam platform yang disebut sebagai “Pelacak Kesalahan Trump”. Platform itu akan merilis setiap kesalahan baru yang dilakukan Trump dalam kanal atau media sosial.
Mantan Gubernur New Jersey Chris Christie, yang telah mengenal Trump selama lebih dari 20 tahun dan sekarang juga mencalonkan diri sebagai presiden dari Partai Republik, mengatakan dia tidak menyalahkan usia Trump atas kesalahan tersebut.
“Menurutku dia tidak pikun. Tapi, tekanan yang dia alami, mengingat usianya, mulai menimpanya. kita yang sudah lama mengenalnya pasti mengetahuinya. Dan saya pikir itulah yang mempengaruhinya lebih dari apa pun,” kata Christie dalam sebuah wawancara.
Meski melakukan kesalahan, hal itu tidak menghentikan Trump mengolok-olok Biden. Dalam rapat umum, Trump sering melakukan rutinitas panjang yang mengundang teriakan penonton saat ia berpura-pura tersandung, menyipitkan mata, dan melambai ke arah yang tidak ada orangnya.
Seorang juru bicara Trump mengatakan, Trump tidak mengkritik Biden secara langsung mengenai usia, dan Trump telah lama berargumen bahwa masalah Biden sebenarnya bukan pada usianya, melainkan pada kondisi mentalnya.
Walaupun bergerak lebih lambat dibanding tim kampanye DeSantis, Markas Besar Biden-Harris cukup agresif menyoroti kesalahan Trump.
Ahli strategi Partai Demokrat Josh Schwerin mengatakan komentar Trump tentang usia Biden bisa menjadi bumerang yang melukainya sendiri. Apalagi, ketika Biden menyampaikan pidatonya yang berisi pembelaan AS terhadap Israel, Biden dipandang memiliki aura kenegarawanan yang lebih dibandingkan ketika Trump masih berkuasa di Gedung Putih.
“Kenyataannya adalah ketika para pemilih melihat – seperti yang mereka lihat dalam pidato di Ruang Oval baru-baru ini – Presiden Biden adalah seorang pemimpin yang kuat dan menarik, yang secara sah dapat merangkai kalimat. Bukan karikatur Fox News yang Donald Trump ingin orang-orang percayai. Hal ini membuat mereka sadar bahwa mereka telah dibohongi dan membuat mereka membuka mata,” kata Schwerin.
Namun pada rapat umum Trump di Derry, New Hampshire pekan lalu, Heidi Morin (63), mengatakan, dia gembira dengan peluang Trump kembali ke Gedung Putih. Walau demikian, dia mengaku ingin calon yang lebih muda dan bisa bertahan lebih lama.
Kristin Brand (52), yang berdiri tepat disamping Morin ikut dalam percakapan ini dan menyatakan bahwa Trump masih cukup muda baginya.
Namun ketika seorang reporter menyebutkan usia Trump yang sebenarnya, tidak ada perempuan yang menganggapnya sebagai masalah. “Yah, dia terlihat berusia 70 tahun,” kata Brand. (AP/MHD)