Setelah China, Jepang, dan Singapura, giliran Jerman gunakan teknologi pemindaian wajah di bandara. Efisiensi layanan jadi alasan.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
Dunia penerbangan terus melakukan efisiensi untuk membuat pengalaman para penumpang lebih nyaman dan kinerja bandara serta maskapai cepat sekaligus tepat. Teknologi pengenalan wajah menjadi salah satu metode yang dipilih untuk meningkatkan mutu pelayanan.
Bandara di banyak negara telah menerapkan teknologi itu. Setelah China, Jepang, dan Singapura, giliran Jerman menggunakan teknologi itu. Setelah diujicobakan ke satu maskapai, teknologi pindai biometrik wajah ini akhirnya diterapkan secara menyeluruh di Bandara Frankfurt, Jerman.
”Teknologi pindai biometrik wajah ini pertama kali dipakai oleh maskapai penerbangan Lufthansa pada tahun 2020. Terbukti efisien, akhirnya Bandara Frankfurt memutuskan untuk memakainya di semua maskapai,” kata Direktur Eksekutif Fraport Pierre Dominique Prumm, dikutip oleh majalah Aviation Pros edisi 26 Oktober 2023.
Fraport adalah salah satu perusahaan teknologi penerbangan yang mengembangkan sistem pemindaian biometrik wajah. Di Bandara Frankfurt, Fraport bekerja sama dengan perusahaan teknologi asal Swiss, SITA; dan perusahaan dari Jepang, NEC. Melalui pemindaian biometrik wajah, para penumpang yang hendak naik pesawat tidak perlu lagi menjalani pemeriksaan paspor ataupun surat-surat perjalanan lain.
Cara pakai
Cara pemakaiannya ada dua. Pertama, penumpang bisa mengunduh aplikasi Star Alliance di telepon genggam masing-masing lalu memasukkan nomor paspor, data pribadi, dan potret wajah. Setiba di Bandara Frankfurt, mereka bisa langsung menuju mesin pindai dan masuk ke ruang tunggu keberangkatan. Cara kedua ialah mendaftarkan semua data pribadi di atas melalui kios-kios elektronik di bandara.
Bagi para pengunduh aplikasi Star Alliance, data biometrik mereka tersimpan di pangkalan data asosiasi tersebut. Star Alliance adalah asosiasi yang terdiri dari 26 maskapai penerbangan global.
Maskapai itu antara lain All Nippon Airways (ANA), EVA Air, Air China, Air Canada, Scandinavian, Singapore Airlines, Egypt Air, Thai Airways, Turkish Airlines, dan Air New Zealand. Para penumpang maskapai Star Alliance bisa menggunakan pindai biometrik wajah hampir di semua bandara di Jerman.
Sementara itu, bagi penumpang yang mengunggah data biometrik mereka dari kios di Bandara Frankfurt, data itu hanya bisa dipakai selama mereka berada di sana. Begitu penumpang meninggalkan Bandara Frankfurt, data otomatis dihapus.
Dalam keterangan pers, Bandara Frankfurt berencana dalam enam bulan mendatang setengah dari proses pendaftaran keberangkatan penumpang (check in) memakai metode pemindaian biometrik wajah. Targetnya, 12.000 penumpang bisa dilayani dengan cara ini.
Menurut Prumm, metode ini diterapkan oleh Lufthansa selama pandemi Covid-19. Ketika itu, tujuannya ialah mengurangi kontak fisik antara petugas bandara dan maskapai penerbangan dengan penumpang. Setelah dievaluasi, metode ini ternyata efektif mengurangi lama waktu penumpang mengantre.
Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) pada 25 Oktober 2023 meluncurkan laporan terkini mereka. IATA terdiri atas 300 maskapai penerbangan atau setara dengan 80 persen penumpang pesawat sedunia. Menurut laporan itu, para penumpang menginginkan pelayanan yang serba cepat sehingga diperlukan teknologi yang bisa mengurangi waktu tunggu sekaligus memastikan ketepatan kinerja bandara.
Metode berbeda
Pada Juli 2021, maskapai Japan Airways (JAL) juga turut menggunakan pengenalan wajah penumpang. Akan tetapi, caranya berbeda dengan pemindaian biometrik wajah.
Penumpang JAL hanya memotret wajah mereka di kios digital dan sistem kemudian mencocokkan foto itu dengan foto di paspor. Setelah penumpang JAL itu berangkat, data mereka dihapus dari sistem.
Cara ini masih bisa keliru karena ada risiko wajah penumpang sekarang berbeda dari foto mereka di paspor. Menurut majalah Newsweek, pengalaman ini terjadi kepada Joanne Prophet (28), seorang penumpang dari Inggris.
Ia gemar mengubah penampilan dengan cara mengganti warna dan potongan rambut. Akibatnya, ia sering bermasalah di bandara karena petugas kesulitan mencocokkan wajahnya sekarang dengan foto di paspor.
”Saya sudah beberapa kali ditarik petugas ke suatu ruangan untuk diinterogasi karena mereka menganggap wajah saya dengan di foto benar-benar berbeda,” kata Prophet. Di dalam foto paspornya, Prophet berambut pirang terang pendek dan beralis tipis. Sekarang rambutnya coklat sebahu dan alisnya sudah tebal.
Menurut media teknologi CNET edisi 21 Maret 2019, pemindaian biometrik wajah tidak berlandaskan kemiripan antara foto terkini dan foto paspor. Teknologi pindai ini antara lain mengukur jarak antara kedua mata, jarak mata dengan hidung, jarak mata dengan kening, dan ukuran bibir. Seekstrem apa pun seseorang berdandan ataupun mimik wajahnya tidak tenang, algoritma tetap bisa memindai ukuran wajahnya.
Di Singapura, Bandara Changi per 2024 juga mulai memakai teknologi pemindaian biometrik wajah. Menteri Komunikasi Josephine Teo yang dikutip Euronews menjelaskan, penggunaannya baru untuk pergerakan para penumpang di dalam kawasan Changi. Ke depannya akan dipakai untuk memudahkan kinerja imigrasi.