Risiko Besar Pendukung Palestina di Amerika dan Eropa
Kebebasan berpendapat di Barat tidak berlaku sepenuhnya jika terkait dukungan kepada Palestina dan protes terhadap Israel. Ada gugatan, pemecatan, hingga penghentian sumbangan kepada pendukung Palestina.
Dukungan kepada Palestina bisa mengakibatkan orang-orang di Amerika Serikat dan Eropa digugat, kehilangan jabatan, dan dihentikan pendanaan kegiatannya. Aneka tekanan itu terjadi di negara-negara yang senantiasa mempromosikan kebebasan berpendapat.
Protes atas perang di Gaza dilakukan berbagai dengan beragam cara. Sejumlah orang menginterupsi keterangan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken di Kongres pada Selasa (31/10/2023). Mereka mengangkat tangan yang dilumuri cat merah dan poster mendesak AS mendorong gencatan senjata di Gaza.
AS sampai sekarang terus menolak gencatan senjata di Gaza. Padahal, berbagai pihak menyebut sedang ada genosida di Gaza. Penilaian itu antara lain disampaikan Direktur Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) di New York Craig Mokhiber.
Baca juga: Tentara Israel Serbu Terowongan Hamas
Ia menyebut, komunitas internasional, termasuk PBB, praktis tidak berbuat banyak untuk tragedi di Gaza. Karena itu, ia memilih mengundurkan diri. Surat pengunduran dirinya beredar pada Selasa.
Tekanan ke kampus
Sementara sejumlah mahasiswa Harvard University dan Columbia University kehilangan kesempatan kerja di firma hukum Davis Polk & Wardwell. Sebab, mereka terbukti mendukung Palestina.
Dilaporkan BBC pada 18 Oktober 2023, firma hukum itu menyebut tiga calon karyawan dari dua universitas tersebut melakukan tindakan yang tidak sesuai nilai lembaga. Karena itu, mereka tidak bisa bergabung dengan firma hukum tersebut.
Bukan hanya ke mahasiswa, tekanan juga diarahkan ke manajemen perguruan tinggi. Sebagian sumbangan ke Harvard University, Columbia University, dan University of Pennsylvania (UPenn) dihentikan. Para penyumbang menilai manajemen kampus gagal mencegah sivitas akademika menyebarluaskan dan menyatakan dukungan kepada Palestina.
Penghentian sumbangan antara lain dilakukan Wexner Foundation. Yayasan itu menghentikan pendanaan 2 juta dollar AS untuk Harvard Kennedy School. Yayasan itu dimiliki keluarga yang mengendalikan Body and Baths, penjual produk perawatan tubuh. Dalam pernyataan keluarga Wexner disebut, HKS gagal mencegah penyebaran ekstremisme.
Sementara tekanan kepada UPenn berasal dari sejumlah donatur besar. CEO Apollo Global Management, Marc Rowan, menuntut Elizabeth Magill mengundurkan diri dari jabatan Rektor UPenn. Ia menilai Magill gagal mencegah penyebaran antisemit. Donatur penting UPenn itu merujuk pada festival sastra Palestina di perguruan tinggi itu.
UPenn juga kehilangan sumbangan dari Jon Huntsman, Cliff Asness, dan Dick Wolf. Huntsman merupakan mantan duta besar dengan jaringan luas dan dikenal sebagai salah satu simpul lobi Yahudi AS. Sementara Asness merupakan manajer investasi. Adapun Wolf merupakan pencipta sejumlah serial televisi laris di AS. Seperti Rowan, kemarahan mereka kepada UPenn dipicu penyelenggaraan festival sastra Palestina.
Donatur lain, investor senior David Magerman, tidak hanya menghentikan sumbangan ke UPenn. Ia menyurati donatur lain agar ikut menghentikan sumbangan ke UPenn. Sejumlah perusahaan dan pengusaha besar memang sudah menyatakan penghentian sumbangan ke UPenn.
Penghentian sumbangan juga dialami Columbia University. Salah seorang alumni yang menjadi donatur, Leon Cooperman, mengaku berhenti menyumbang ke universitas itu. Sebab, sejumlah pendukung Palestina berunjuk rasa dalam kompleks perguruan tinggi itu.
Gugatan
Adapun Time mengungkap, Starbucks dan sebagian serikat pekerja saling menggugat. Di Pengadilan Iowa, Amerika Serikat, perusahaan waralaba kedai kopi itu menggugat serikat pekerja. Sebab, akun media sosial milik serikat pekerja mengunggah dukungan kepada Palestina.
Baca juga: Pertimbangkan Sandera, Militer Israel Bergerak Perlahan di Gaza
Bagi Starbucks, unggahan itu merugikan. Sebab, sebagian pelanggan menolak belanja di kedai kopi itu setelah ada unggahan tersebut. Perusahaan itu meminta serikat pekerja tidak memakai logo Starbucks di akun media sosial.
Sementara itu di Washington DC dan New York, sejumlah warga Yahudi ditangkap polisi. Sebab, mereka berunjuk rasa di Stasiun Besar New York dan dalam The Capitol, kantor parlemen AS. Dalam unjuk rasa itu, mereka memprotes serangan Israel ke Gaza.
Di Inggris, unjuk rasa untuk mendukung Palestina bisa ditangkap. Bahkan, Menteri Dalam Negeri Inggris Suvella Braverman meminta polisi menangkap pengibar bendera Palestina. Politisi keturunan India itu menilai, pengibaran bendera Palestina adalah bukti dukungan kepada Hamas. (AFP/REUTERS)