Pekerja, Tidurlah Lebih Banyak
Kebiasaan tidur orang Asia lebih buruk dibandingkan orang Barat. Kualitas tidur orang Eropa dan Australia lebih baik.
Beda negara, beda juga pola tidurnya. Salah satu penelitian mengungkap orang Asia mempunyai pola tidur yang buruk. Mereka diketahui tidur lebih larut malam, lebih pendek, dan tak senyenyak orang Barat.
Tidur memang penting. Sebab, manusia menghabiskan rata-rata sepertiga umurnya untuk tidur. Berbagai riset sudah dilakukan, tetap saja tidur menjadi misteri. Pemahaman soal variasi tidur di berbagai negara masih amat terbatas.
Selain itu, ada anggapan umum orang di Asia Timur cenderung tidur lebih sedikit daripada orang di Amerika atau Eropa. Akan tetapi, tak jelas apakah kualitas tidur Asia Timur lebih baik atau lebih buruk dari di Eropa dan Amerika.
Baca juga: Tidur Kurang dari Lima Jam Tingkatkan Risiko Penyakit Kronis
Salah satu riset soal tidur dikutip dalam laporan The Economist, Rabu (1/11/2023). Riset itu memeriksa data kebiasaan tidur lebih dari 220.000 orang di 35 negara.
Peneliti Universitas Nasional Singapura dan perusahaan rintisan teknologi tidur dari Finlandia, Oura Health, menggarap riset itu. Mereka mengambil data tidur yang diambil dari aplikasi dan gawai antara Januari 2021 dan Januari 2022.
Riset itu berbeda dari sebelumnya. Sebelum ini, peneliti bergantung pada data survei. Metode survei hanya bisa mengukur data tidur dari orang dengan jumlah sangat lebih sedikit dari metode dengan data dari gawai.
Sementara itu, dengan memanfaatkan aplikasi pemantau tidur bisa didapat data obyektif. Kualitas tidur dilacak dari gerakan, detak jantung, suhu tubuh dari banyak pengguna gawai dan aplikasi dalam rentang waktu panjang.
Dari riset disimpulkan, pola tidur di tiap negara sangat bervariasi. Orang-orang yang kualitas tidur paling buruk terutama berada di negara-negara Asia. Rata-rata hanya tidur paling lama 6,5 jam. Waktu tidur orang Asia lebih pendek 30 menit dari rata-rata dunia.
Sementara orang-orang Eropa, khususnya di Estonia, Finlandia, Irlandia, dan Belanda, tercatat paling baik kualitas tidurnya. Orang Australia dan Selandia Baru di peringkat selanjutnya soal kualitas tidur. Di sana, waktu tidur rata-rata 7 jam.
Periset juga menemukan kaitan kuantitas dan kualitas tidur. Mereka yang punya kesempatan tidur lebih sedikit cenderung mengoptimumkannya. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk tidur dibandingkan menghabiskan waktu untuk aneka hal menjelang tidur.
Baca juga : Tidur Bermutu Bisa Meningkatkan Ketahanan terhadap Stres
Masalah orang Asia, menurut riset itu, bukan hanya kurang tidur. Alih-alih langsung terlelap, orang Asia lebih kerap menghabiskan waktu untuk rebahan sembari melakukan atau memikirkan aneka hal.
Tidur juga tidak berpola karena waktunya berbeda-beda terus. Di akhir pekan pun, orang Asia tetap kurang tidur. Berbeda dengan negara lain yang cenderung tidur lebih lama di akhir pekan.
Faktor penyebab
Ada banyak hal yang memengaruhi pola tidur. Faktor sosial, perawatan anak, pekerjaan, hingga budaya bisa berpengaruh pada pola tidur.
Ibadah pagi hari mengurangi waktu tidur malam di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim. Sementara di negara pesisir Laut Tengah, kebiasaan tidur siang berpengaruh pada lambatnya orang Italia, Spanyol, dan Yunani memulai tidur malam hari.
Pekerjaan tentu saja berdampak pada kualitas dan pola tidur. Semakin panjang jam kerja, semakin pendek waktu tidur. Soal ini, orang Asia Timur memang kerja lebih panjang dibandingkan Eropa.
Orang Korea Selatan rata-rata bekerja 36,5 jam per pekan. Sementara orang Belanda hanya bekerja 27 jam per minggu. Dampaknya, waktu tidur orang Korsel lebih pendek 40 menit dibandingkan Belanda.
Baca juga Kebanyakan Tidur, Percepat Kematian
Sementara di Jepang kembali diungkap hubungan kelelahan dan kurangnya waktu tidur. Karena itu, Pemerintah Jepang meminta perusahaan untuk memberikan waktu istirahat memadai bagi karyawan. Anjuran itu, antara lain, didasarkan laporan soal karoshi atau meninggal karena terlalu berlebihan bekerja.
Laporan terbaru menggunakan jajak pendapat pada 9.800 responden. Dikutip NHK, 53 persen responden yang yang bekerja 20-40 jam sepekan merasa amat penat. Kelelahan hari ini lebih buruk dibandingkan kemarin. Sebab, mereka tidak cukup istirahat dan tidur.
Sementara di antara orang yang bekerja 40-60 jam per pekan, 60 persen merasa amat penat. Jumlah yang mengaku lelah lebih banyak lagi jika jam kerjanya semakin panjang.
Dampak kelelahan karena kurang istirahat bisa buruk. Dari 82 persen yang mengaku kurang istirahat itu juga merasakan kecemasan dan depresi. Padahal, orang Jepang juga mau tidur lama. Hal itu ditunjukkan dengan mayoritas responden yang berharap bisa tidur paling tidak tujuh jam di malam hari.
Pekerja istirahat
Berbagai riset menunjukkan, risiko kesehatan membesar seiring berkurangnya waktu tidur. Karyawan yang kurang tidur bisa terganggu konsentrasi dan kesadarannya kala bekerja di siang hari. Dampaknya, pekerjaan dan produktivitas bisa terganggu.
Karena itu, Kementerian Kesehatan Jepang mendorong pengusaha dan perusahaan untuk memastikan karyawan cukup tidur. Pengusaha dan perusahaan didorong untuk menetapkan jumlah minimum jam istirahat dan pemulihan antara giliran kerja.
Baca juga Gen Z Sungkan Ambil Cuti
Pada 2014, Jepang mengesahkan Undang-Undang Promosi Tindakan Pencegahan Kematian dan Cedera akibat Kerja Berlebihan. UU itu bagian dari penanganan karoshi. UU itu juga mewajibkan laporan tahun soal karoshi.
Jepang mau pengusaha dan pemberi kerja memberikan kesempatan tidur lebih banyak. Jangan lupa tidur siang....