Pertimbangkan Sandera, Militer Israel Bergerak Perlahan di Gaza
Militer Israel bergerak perlahan dalam serangan darat ke Kota Gaza. Tidak ingin kehilangan anggota dan sandera jadi pertimbangan.
Pasukan Israel bergerak perlahan memasuki tepian Kota Gaza. Menggunakan peralatan tempur lengkap, mereka begerak dengan dukungan artileri tempur di belakang mereka, termasuk tank yang berbaris di perbatasan Gaza utara dan Israel.
Pergerakan pasukan Israel di darat ini pelan, berbeda 180 derajat dengan serangan udara yang bertubi-tubi dihujamkan ke Kota Gaza. Gaza utara kini bak kota hantu setelah ditinggalkan warganya yang mengungsi ke Gaza selatan.
Gerakan perlahan pasukan Israel ini, menurut sumber keamanan di kalangan pejabat keamanan dan militer, untuk melemahkan kelompok Hamas. Selain itu, menurut mereka, juga membuka ruang untuk negosiasi bagi pembebasan para sandera yang kini ditahan oleh kelompok tersebut. Saat ini tercatat sekitar 239 warga Israel masih ditahan Hamas menurut catatan militer.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut pembebasan sandera adalah bagian integral dari operasi militer mereka ke Gaza utara. Para sandera diyakini ditahan di terowongan-terowongan bawah tanah yang dibangun Hamas. Militer Israel menyatakan, seorang tentara yang disandera Hamas bisa diselamatkan di Gaza, penyelamatan pertama sejak perang pecah. Tidak banyak detail diungkapkan, militer Israel hanya menyebut Prajurit Ori Megidish (19) dalam keadaan baik dan telah bertemu keluarganya.
Baca juga : Pelapor PBB: Israel Bukan Bela Diri di Gaza
Dengan bergerak perlahan, militer Israel berharap bisa tetap menjaga keamanan anggota pasukannya sekaligus memberi umpan bagi anggota Hamas untuk keluar dari terowongan dan bertempur di ruang terbuka. Peralatan yang lebih lengkap membuat militer Israel berada di atas angin, kata seorang mantan komandan senior.
Seorang juru bicara militer Israel menolak mengomentari rincian serangan dengan alasan sensitivitas terhadap masalah tersebut. Mantan Kepala Intelijen Pertahanan Israel Amos Yadlin lebih terbuka soal ini. ”Hal ini dilakukan sedikit demi sedikit, meter demi meter, berusaha menghindari jatuhnya korban dan berusaha membunuh sebanyak mungkin teroris Hamas,” kata Yadlin.
Serangan darat
Setelah memanggil ratusan ribu anggotanya, termasuk tentara cadangan, Israel melancarkan serangan darat pertama pada Jumat pekan lalu. Dua tujuan serangan itu, menurut Juru Bicara Militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari, adalah menghancurkan Hamas dan memulangkan para sandera.
Serangan darat perlahan itu dimonitor oleh helikopter dan pesawat nirawak yang mengintai dari udara. Tank dan kendaraan lapis baja pengangkut personel bergerak memasuki wilayah Kota Gaza, pusat kota utama yang diyakini menjadi markas kelompok Hamas.
Baca juga : Bom Fosfor, Senjata Terlarang Israel dalam Perang Gaza
Tak hanya dari utara, militer Israel juga mengepung Kota Gaza dari selatan dengan memblokade Jalan Salah Al Deen, arteri utama yang menghubungkan wilayah utara dan selatan Kota Gaza sepanjang 40 kilometer. Militer Israel berupaya untuk menutup celah lolosnya anggota Hamas dari utara ke selatan.
Abu Ahmad, juru bicara senior Jihad Islam, sebuah kelompok di Palestina sekutu Hamas, menyebut pasukan Israel gagal membuat terobosan dan hanya bisa melakukan serangan ke wilayah terbuka.
Pusat perhatian utama militer Israel saat ini adalah jaringan terowongan di bawah Kota Gaza yang dibangun Hamas dan diyakini menjadi pusat operasi kelompok ini, termasuk tempat menahan ratusan sandera warga Israel serta puluhan lainnya dari 25 negara yang berbeda. Di dalam terowongan ini diyakini sebagai pusat peluncuran roket dan pusat komando perlawanan Hamas terhadap Israel.
Omri Attar, salah satu komandan di brigade pasukan khusus, menyebut, pasukan darat Israel telah dilatih untuk menemukan ventilasi udara dan pintu keluar terowongan. Mereka akan meletakkan bahan peledak untuk menutup akses masuk dan keluar terowongan itu agar tidak bisa digunakan lagi oleh Hamas dan membuat mereka semakin terjepit. Attar juga menyebut bahwa Korps Teknik Tempur di masa lalu pernah menggunakan jasa robot dan anjing untuk menangani setiap pertempuran di dalam terowongan.
Baca juga : Presiden Jokowi: Situasi di Gaza Memburuk, Indonesia Sangat Marah
”Ini adalah situasi yang sangat rumit. Saya tidak berbicara tentang jumlah korban tewas atau jumlah penculikan karena infrastruktur di kota bawah tanah, terowongan, adalah hal yang rumit,” katanya.
Taktik ini sempat membawa hasil. Pada Minggu (29/10/2023), sejumlah anggota Hamas terpancing keluar di dekat penyeberangan Erez. ”Setelah identifikasi, tentara menghadapi teroris, membunuh dan melukai mereka,” kata militer Israel dalam pernyataannya.
Taktik tempur yang dilakukan saat ini jauh berbeda dengan yang diterapkan dalam operasi militer sebelumnya di Gaza. Tahun 2008, pasukan militer Israel memasuki wilayah itu dengan kekuatan besar sehingga mendorong Hamas untuk mundur dan terlibat secara berkala, menggunakan taktik gerilya. Tindakan itu akhirnya membuat militer Israel mengubah taktik karena sadar potensi kehilangan anggota pasukan dalam jumlah yang cukup banyak jika dilakukan secara terbuka.
Ini terbukti pada tahun 2008 ketika Israel kehilangan sembilan tentara. Enam tahun kemudian, pasukan Israel yang tewas meningkat menjadi 66 orang.
Ben Milch, komandan Korps Teknik Tempur pada 2014 dan bertugas menghancurkan terowongan, mengatakan, misi mereka pada saat itu adalah tidak memasuki jaringan lebih dari 2 kilometer. ”Tantangan saat ini adalah ratusan terowongan dan jarak belasan atau puluhan kilometer. Di bawah tanah Gaza adalah benteng bawah yang nyata bagi Hamas,” katanya kepada Reuters.
Baca juga : Kemanusiaan Sedang Berlibur Dari Sekitar Gaza
Membersihkan terowongan juga bisa semakin sulit karena ada ratusan orang sandera. Keputusan sulit harus diambil, termasuk keputusan untuk menutup lubang ventilasi yang menyalurkan udara dari luar ke dalam terowongan.
Milch menilai, serangan yang lambat adalah bagian dari pendekatan militer Israel untuk memastikan bahwa anggota Hamas tidak bisa berbuat banyak ketika terowongan bawah tanah itu dihancurkan. Pada saat yang sama, militer Israel tidak ingin kehilangan anggotanya.
”Kami tidak ingin kehilangan tentara. Jadi, kami akan melakukannya perlahan-lahan, dan kami akan memastikan bahwa kami meminimalkan korban jiwa sebaik mungkin,” kata Milch. (Reuters)