PBB: Jeda Kemanusiaan Perkara Hidup-Mati Jutaan Warga Palestina
Sistem bantuan ke Gaza terancam gagal. Segelintir bantuan tidak berarti dibandingkan besarnya kebutuhan 2 juta warga.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
KOTA GAZA, SELASA — Badan PBB untuk Pengungsi Palestina atau UNWRA memperingatkan, jeda kemanusiaan kini menjadi perkara hidup-mati jutaan warga Palestina di Jalur Gaza. Israel telah menyatakan menolak gencatan senjata sehingga penyaluran bantuan kemanusiaan menjadi kian sulit.
Kepala UNWRA Philippe Lazzarini dalam rapat darurat di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat, Senin (30/10/2023), memaparkan beratnya situasi di Gaza saat ini. Pembobolan di gudang-gudang PBB di Gaza tempat penyimpanan makanan dan perlengkapan sanitasi menjadi gambaran terburuk dalam situasi kemanusiaan di wilayah itu. ”Tindakan serupa akan membuat kelanjutan operasional kami semakin sulit,” katanya.
Lazzarini mengatakan, segelintir iring-iringan bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza melalui penyeberangan Rafah dari Mesir tidak ada apa-apanya dibandingkan kebutuhan lebih dari 2 juta warga yang terperangkap di Gaza. ”Sistem yang ada saat ini untuk memungkinkan bantuan masuk ke Gaza terancam gagal, kecuali ada kemauan politik untuk membuat aliran bantuan menjadi berarti, sesuai kebutuhan yang tidak pernah terjadi sebelumnya,” ujarnya.
Ia menambahkan, tidak ada tempat yang aman di Gaza sekarang. Kebutuhan dasar, obat-obatan, makanan, air, bahan bakar, semua habis. Jalan-jalan mulai dialiri limbah yang segera akan mengakibatkan bencana kesehatan.
Konvoi pertama 20 truk pengangkut bantuan kemanusiaan memasuki Gaza pada 21 Oktober. Sampai Senin, sudah 117 truk pengangkut bantuan kemanusiaan yang masuk melalui gerbang penyeberangan Rafah.
Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, Stephane Dujarric, mengatakan, sebelum perang, sekitar 500 truk pembawa bantuan dan barang-barang lainnya masuk ke Gaza setiap hari. PBB dan Mesir tengah berupaya menyusun mekanisme pengiriman bantuan yang berkelanjutan di Gaza. Mereka masih berselisih mengenai prosedur pemeriksaan bantuan di Rafah.
Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia PBB Cindy McCain pekan lalu mengatakan, Israel menerapkan memeriksa semua bantuan yang masuk ke Gaza. Setiap truk harus menurunkan muatannya di pos pemeriksaan. Israel memeriksa kemungkinan adanya senjata dan amunisi. Setelah diperiksa, muatan dinaikkan lagi ke truk.
Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan, jumlah truk yang memasuki Gaza harus segera ditambah. AS berusaha menyeimbangkan dukungan kepada Israel dengan kekhawatiran global atas krisis kemanusiaan. AS masih bernegosiasi dengan Israel terkait hal tersebut. Gedung Putih, Senin, menyatakan optismistis bisa menambah jumlah truk bantuan. Sedikitnya 100 truk bantuan akan bisa menyeberangi Gerbang Rafah.
”Tahap pertama pembahasan dengan Israel adalah untuk menambah jumlah truk bantuan hingga 100 truk per hari,” ujar juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby.
Petugas bantuan kemanusiaan PBB, Lisa Doughten, di hadapan Dewan Keamanan PBB mengatakan, dibutuhkan lebih dari satu pintu masuk ke Gaza supaya bantuan bisa lebih cepat disalurkan. Menurut dia, gerbang Kerem Shalom di perbatasan Israel-Gaza bisa menjadi pilihan. ”Kerem Shalom merupakan satu-satunya perbatasan yang dilengkapi peralatan untuk bisa memproses secara cepat truk-truk dalam jumlah besar,” jelasnya.
Kantor Perdana Menteri Israel, Senin, menyebutkan, makanan dan obat-obatan yang masuk ke Gaza diperiksa dan diinspeksi oleh personel keamanan Israel dan dikirimkan melalui Mesir. ”Konvoi itu dimaksudkan bagi masyarakat sipil. Jika ternyata disita Hamas, akan dihentikan,” sebut kantor PM Israel.
PM Israel Benjamin Netanyahu telah menegaskan penolakan atas gencatan senjata. Dalam pernyataan kepada pers asing, Netanyahu mengungkap, gencatan senjata berarti menyerah kepada Hamas. Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober dan menewaskan 1.400 orang serta menyandera setidaknya 230 orang.
”Meminta gencatan senjata artinya meminta Israel menyerah kepada Hamas, kepada terorisme. Tidak akan terjadi. Israel akan bertempur sampai menang,” katanya.
Amerika Serikat, sekutu Israel, juga menolak gencatan senjata, hanya jeda kemanusiaan perlu dipertimbangkan. ”Kami tidak yakin gencatan senjata adalah jawaban yang tepat saat ini,” kata Kirby. (AP/AFP/REUTERS)