Indonesia Terus Serukan Penghentian Kekerasan di Gaza
Jeda kemanusiaan tanpa gencatan senjata di Gaza hanya akan menunda petaka. Komunitas internasional harus bertindak segera.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Indonesia mendesak Majelis Umum PBB melakukan hal yang gagal dilakukan Dewan Keamanan PBB, yakni menghentikan kekerasan di Jalur Gaza dan memberi ruang lebih luas bagi kemanusiaan. Semakin lama langkah itu dilakukan, konflik dikhawatirkan semakin intens dan berpotensi melebar, serta semakin banyak korban sipil berjatuhan.
”Sudah tak terhitung berapa kali kita berdiri di aula ini untuk mengurangi penderitaan saudara-saudari kita di Palestina. Tak terhitung berapa kali kita mengadakan pertemuan darurat Sidang Umum PBB mengenai nasib rakyat Palestina. Namun, tak terhitung pula berapa kali harapan kita pupus karena kepentingan politik sempit,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam pertemuan darurat Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat, Kamis (26/10/2023) waktu setempat atau Jumat (27/10/2023) waktu Indonesia.
Retno mengulangi dan menegaskan kembali permintaan Indonesia yang telah disampaikan sebelumnya, yaitu menghentikan agresi, memastikan akses kemanusiaan dan pelindungan warga sipil, serta menolak pemindahan paksa warga sipil di Gaza.
”Untuk itu, SMU (Sidang Majelis Umum) PBB harus meminta pertanggungjawaban Israel, termasuk dengan membentuk komisi penyelidikan independen untuk menyelidiki serangan Israel terhadap rumah sakit dan tempat ibadah, serta pengusiran massal warga sipil di Gaza,” katanya.
Satu hal lain yang ditekankan Indonesia adalah perlunya mengatasi akar masalah konflik Palestina-Israel. Retno menegaskan, perdamaian tak akan tercipta sebelum akar konflik diatasi dan upaya mewujudkan solusi dua negara dimulai kembali.
”Upaya sistematis Israel untuk menjadikan negosiasi tidak relevan harus dihentikan. Jangan sampai rakyat Palestina tidak memiliki pilihan selain menerima ketidakadilan seumur hidup mereka. Kita punya tugas menghentikan ketidakadilan ini. Indonesia akan terus bersama rakyat Palestina,” ujarnya.
Di Brussels, Belgia, Uni Eropa akhirnya menyetujui pentingnya pembukaan jalur kemanusiaan dan jeda pertempuran demi menolong masyarakat sipil di Gaza. Meskipun demikian, secara garis besar blok yang terdiri dari 27 negara itu masih terbelah perihal segera diberlakukannya gencatan senjata antara Israel, Hamas, dan kelompok-kelompok bersenjata lain di Gaza.
”Mendukung Israel membela diri ketika kedaulatannya diserang tidak boleh disamakan dengan membiarkan warga Gaza dikorbankan,” kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Kamis (26/10/2023) malam waktu lokal atau Jumat (27/10/2023) pagi waktu Indonesia.
Rapat itu berlangsung cukup alot selama lima jam sebelum para anggota menyepakati sikap bersama untuk mengadakan jeda pertempuran demi pengangkutan bantuan kemanusiaan ke Gaza. UE juga berkomitmen mengucurkan bantuan berupa air bersih, obat-obatan, dan makanan.
Pandangan blok ini terbelah soal perang di Gaza. Irlandia dan Spanyol keras mendukung Palestina. Spanyol, dalam rapat itu, terus menyuarakan agar UE mendorong gencatan senjata, tetapi usulan itu ditolak.
Meskipun demikian, UE setuju dengan usulan Spanyol untuk mengadakan pertemuan internasional guna membicarakan solusi damai dua negara permanen. ”Pertemuan itu harus kita upayakan terjadi dalam enam bulan ke depan,” kata Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez.
Sebaliknya, Jerman dan Austria merupakan pendukung Israel. Kanselir Austria Karl Nehammer menjelaskan alasannya menolak usulan gencatan senjata Israel dengan Hamas. ”Sejarah membuktikan setiap kali gencatan senjata, Hamas justru menjadikannya kesempatan menghimpun kekuatan dan merencanakan serangan berikutnya,” ujarnya.
Perihal gencatan senjata ini juga tidak digaungkan Amerika Serikat ataupun Australia. Presiden AS Joe Biden menerima kunjungan PM Australia Anthony Albanese di Washington, Rabu (25/10/2023). Dalam nota jumpa pers bersama yang diterbitkan Gedung Putih, keduanya menjanjikan bantuan keuangan untuk warga sipil Gaza.
Biden meminta warga Israel di Tepi Barat berhenti menyerang warga Palestina. Sejauh ini, laporan Otoritas Palestina di Tepi Barat menyebutkan, telah jatuh 100 korban warga sipil akibat bentrok dengan warga Israel yang bersenjata.
”Mereka (warga Israel) menyerang warga Palestina di tanah Palestina sendiri. Ini harus dihentikan karena sama dengan menyiram minyak ke kobaran api,” tutur Biden.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas terus mendesak DK PBB untuk segera mengadakan gencatan senjata. Awal pekan ini, usulan gencatan senjata diveto AS. Bahkan, menurut Radio Militer Israel, Tel Aviv menolak memberi visa untuk sejumlah pejabat PBB, termasuk Wakil Sekretaris Jenderal PBB Martin Griffiths karena PBB dianggap tidak membela kepentingan Israel.
Tidak ada perkataan mengenai penghentian pertempuran dan segera digelarnya perundingan damai. Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin malah mengatakan, Israel menghadapi kesulitan lebih tinggi jika hendak menyerbu Gaza melalui jalur darat. Diperkirakan, kesulitannya melebihi serangan militer AS ke Mosul, Irak, untuk menumpas milisi Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS).
Austin memperkirakan, jaringan terowongan di Gaza akan dipenuhi dengan jebakan dan bom. Israel mengandalkan teknologi ”Tembok Besi” yang bisa mendeteksi terowongan ataupun risiko alat peledak di dalamnya.
Gaza adalah wilayah sepanjang 360 kilometer yang di bawahnya dilalui jaringan terowongan yang digali Hamas sejak tahun 1987. Tidak ada data persis mengenai panjang dan kedalaman terowongan tersebut.
Pada 2021, pemimpin Hamas, Yehya Al-Sinwar, mengatakan, terowongan Hamas itu panjangnya melebihi 500 kilometer. Tidak ada bukti yang bisa mendukung ataupun membantah perkataannya. Para ahli dari Israel dan AS menduga, kedalaman terowongan bisa mencapai 80 meter.
Saat ini wilayah Gaza utara, jika dilihat dari citra satelit Maxar, tampak seperti permukaan Bulan. Hanya berwarna abu-abu dan luluh lantak akibat serangan Israel. Akan tetapi, militer Israel mengatakan, ini belum apa-apa bagi Hamas.
Purnawirawan pejabat militer Israel, Brigadir Jenderal Amir Avivi yang pernah menjadi komandan divisi Gaza, mengatakan, gempuran Israel selama beberapa pekan ini pun tidak bisa menghancurkan terowongan Hamas.
”Para pemimpin mereka masih utuh dan Hamas masih bisa melancarkan serangan balasan, termasuk dari laut,” ujarnya. (AP/AFP/Reuters)