Keluarga Sandera yang Dilepas Hamas: Kebaikan Menjadi Penyelamat
Memasuki pekan ketiga perang Hamas-Israel, Hamas membebaskan dua sandera lagi. Salah satunya adalah aktivis perdamaian yang dikenal suka menolong warga Gaza berobat ke rumah sakit-rumah sakit di Israel.
KOTA GAZA, SELASA — Setelah pekan lalu membebaskan dua sandera berkewarganegaraan Amerika Serikat, kelompok Hamas pada Senin (23/10/2023) membebaskan dua perempuan berkewarganegaraan Israel. Pada hari itu pula, iring-iringan ketiga truk pengangkut bantuan kemanusiaan kembali memasuki Jalur Gaza.
Militer Israel mengonfirmasi pembebasan dua sandera tersebut. Keduanya diketahui sebagai aktivis perdamaian, bernama Yocheved Lifshitz (85) dan Nurit Cooper (79).
Ini pembebasan kedua setelah pekan lalu Hamas melepas dua sandera berkewarganegaraan AS, Judith Tai Raanan (59) dan Natalie Shoshana Raanan (17).
Lifshitz dan Cooper ditangkap bersama-sama dengan suami masing-masing oleh Hamas di rumah mereka di Kibbutz Nir Oz, dekat perbatasan Gaza, saat Hamas menyerang wilayah selatan Israel, 7 Oktober 2023. Namun, dalam pembebasan kedua ini, Hamas tidak melepaskan suami Lifshitz dan Cooper.
”Saya begitu lega sehingga tak bisa berkata-kata karena ibu saya selamat. Berikutnya saya akan fokus pada penyelamatan ayah dan semua sandera yang tak bersalah, sekitar 200 orang, yang masih ditawan di Gaza,” ungkap Sharone Lifschitz, putri Lifshitz, melalui pernyataan tertulis.
Baca juga : Bahaya Eskalasi Perang Hamas-Israel
Lifschitz adalah seorang seniman dan akademisi di London. Ia menggunakan penulisan nama keluarga yang berbeda dari orangtuanya. Kepada wartawan pekan lalu, Lifschitz mengatakan, kedua orangtuanya adalah aktivis perdamaian.
Lifschitz menuturkan, saat diculik, ayahnya akan mengendarai mobil ke perbatasan Gaza untuk menjemput warga Palestina dan mengantarkan mereka ke Jerusalem Timur guna mendapatkan perawatan medis.
Kebaikan itu, kata Lifschitz pekan lalu, mungkin akan bisa menyelamatkan kedua orangtuanya. ”Anda tahu, saya tumbuh, dengan semua cerita Holocaust tentang bagaimana seluruh paman saya selamat berkat amal-amal kebaikan,” ujarnya.
”Apakah saya ingin hal itu kembali menjadi cerita di sini?” lanjut Lifschitz. ”Yeah.”
Di Tel Aviv, Daniel Lifshitz (cucu Lifshitz) menuturkan cerita yang sama sebelum pembebasan neneknya terkonfirmasi. ”Keduanya (kakek dan nenek) adalah para aktivis hak asasi manusia, aktivis perdamaian sepanjang hidup mereka,” katanya kepada kantor berita Reuters.
Membantu warga Gaza
”Sepanjang lebih dari satu dekade, mereka menjemput... orang-orang Palestina yang sakit dari Jalur Gaza, bukan dari Tepi Barat, dari Jalur Gaza setiap pekan, melalui perbatasan Erez ke rumah sakit-rumah sakit di Israel agar mendapatkan perawatan atas sakit mereka, termasuk kanker, sakit apa pun,” lanjut Daniel Lifshitz.
Baca juga : Harapan Merebak Selepas Hamas Bebaskan Sebagian Sandera
Dalam serangan Hamas ke wilayah selatan Israel pada 7 Oktober 2023, sedikitnya 1.400 orang—sebagian besar warga sipil Israel—tewas. Selain itu, lebih dari 220 orang, termasuk warga asing dan warga dengan status kewarganegaraan ganda—juga ditangkap Hamas dan dibawa ke Gaza sebagai sandera. Di antara mereka adalah Yocheved Lifshitz (85) dan suaminya, Oded (83).
Sepanjang lebih dari satu dekade, mereka menjemput... orang-orang Palestina yang sakit dari Jalur Gaza melalui perbatasan Erez untuk diantar ke rumah sakit-rumah sakit di Israel agar mendapatkan perawatan.
Sementara Lifshitz—bersama Nurit Cooper—telah dibebaskan, Oded masih berada dalam sandera Hamas. Dalam siaran televisi Mesir, Lifshitz dan Cooper dibebaskan melalui gerbang Rafah yang berbatasan dengan Mesir. Hamas menyerahkan keduanya kepada Komite Internasional Palang Merah (ICRC), lalu keduanya dibawa dengan ambulans.
Seperti dilansir laman berita Al Jazeera, Lifshitz dan Cooper dibebaskan setelah adanya mediasi dari Qatar dan Mesir. Juru Bicara Brigade Al-Qassam, Abu Obeida, melalui media Telegram, menyatakan, keduanya dibebaskan dengan alasan kemanusiaan dengan kondisi kesehatan mereka yang buruk.
Begitu dibebaskan, seperti dilaporkan Times of Israel, kedua perempuan itu dibawa ke Rumah Sakit Ichilov di Tel Aviv, Israel, dengan menggunakan helikopter. Seorang perawat rumah sakit itu melalui pernyataan video menjelaskan, Yocheved Lifshitz dan Nurit Cooper dalam kondisi baik setelah tiba di rumah sakit. Keduanya sudah berbicara dan bertemu dengan keluarga mereka.
Baca juga : Perang Israel-Hamas, dan Krisis Sandera di Gaza
Saat ini kedua wanita itu tengah beristirahat sebelum dokter melakukan pemeriksaan untuk memastikan kondisi kesehatan mereka.
Narasi tayangan video
Terkait pembebasan tersebut, pada Senin itu, Hamas merilis video penyerahan Lifshitz dan Cooper kepada Komite Internasional Palang Merah (ICRC) di lokasi yang tak disebutkan. Ditampilkan pula, tayangan anggota Hamas memberi minuman dan makanan ringan kepada keduanya.
Anggota Hamas juga ditayangkan di video menuntun tangan Lifshitz dan Cooper saat akan diserahkan kepada petugas ICRC. Sebelum tayangan video diakhiri, Lifshitz menjabat tangan anggota Hamas itu. ”Salam,” ujar Lifshitz kepadanya. Dalam bahasa Arab, salam berarti perdamaian.
Dalam waktu hampir bersamaan, aparat keamanan dalam negeri Israel, Shin Bet, merilis rekaman video yang menampilkan para tahanan yang ditangkap dalam serangan Hamas. Sebagian besar dari mereka memakai seragam tahanan yang bersih. Salah satu dari mereka masih memakai T-shirt yang berlumuran darah.
Ditayangkan di video, mereka terduduk dengan tangan terborgol. Para tahanan itu mengaku mendapat perintah untuk membunuh pria muda serta menculik perempuan, anak-anak, dan warga lansia dengan janji upah uang.
Kantor berita Associated Press dan Reuters menyatakan tidak bisa memverifikasi secara independen dua video tersebut. Yang pasti, kedua video itu jelas dimaksudkan sebagai bagian dari pembentukan narasi tentang perang: Hamas ingin menampilkan sisi-sisi kemanusiaan mereka, sedangkan Israel ingin menonjolkan kebrutalan Hamas.
Konvoi bantuan ketiga
Pada hari Senin pula, Bulan Sabit Merah Palestina menyatakan, iring-iringan 20 truk yang membawa bantuan kemanusiaan berupa makanan, air, obat-obatan, dan pasokan peralatan medis kembali memasuki Jalur Gaza melalui gerbang Rafah. Iring-iringan ini merupakan pengiriman bantuan yang ketiga yang selalu membawa muatan dalam jumlah hampir sama.
Thomas White, Direktur Badan Bantuan Sosial dan Pekerja PBB (UNRWA) yang menangani urusan pengungsi Palestina, mengatakan, sejauh ini bantuan yang masuk ibarat setetes air di tengah lautan. Muatan bantuan yang diangkat 20 truk itu setara dengan 4 persen saja dari rata-rata impor harian Gaza sebelum perang. Oleh karenanya, masih dibutuhkan ratusan truk pengangkut bantuan setiap hari ke Gaza.
White mengatakan, UNRWA bahkan hanya memiliki stok bahan bakar yang cukup untuk tiga hari bagi kendaraan-kendaraan operasionalnya. Begitu truk-truk pengangkut bantuan masuk dari gerbang Rafah, muatan akan diturunkan untuk dimuat kembali ke kendaraan milik UNRWA dan truk-truk milik Bulan Sabit Merah Palestina.
Selanjutnya, bantuan akan dibawa ke rumah sakit-rumah sakit dan sekolah-sekolah PBB di wilayah selatan Gaza. Di sana ratusan ribu orang berlindung dengan stok makanan yang tipis dan sebagian besar minum dari air yang terkontaminasi.
Pascaserangan Hamas dan Israel pada 7 Oktober 2023, seperti diberitakan, Israel menyerang balik Gaza, wilayah enklave yang dihuni 2,4 juta warga Palestina. Serangan Israel dalam dua minggu terakhir meluluhlantakkan Kota Gaza dan menyebabkan 1,4 juta warga Palestina di Gaza mengungsi dari rumah-rumah mereka.
Separuh lebih dari mereka berlindung di sekolah-sekolah dan tempat-tempat penampungan yang dikelola PBB. Lebih dari 5.000 orang Palestina tewas termasuk wanita dan anak-anak.
Meski demikian, Israel tetap bertekad menghancurkan Hamas. Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan, Israel tengah menyiapkan serangan darat ke Gaza. Serangan itu akan merupakan serangan gabungan dari udara, darat, dan laut.
Baca juga: Gempuran Israel ke Gaza Makin Intensif, Hamas Ancam Bunuh Sandera
Kelompok bersenjata yang didukung Iran di sekitar kawasan itu memperingatkan kemungkinan eskalasi, termasuk juga menargetkan pasukan AS yang ditempatkan di Timur Tengah jika serangan darat dilakukan.
Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby menyatakan, ada peningkatan serangan roket dan pesawat nirawak (drone) oleh milisi yang didukung Iran terhadap pasukan AS di Irak dan Suriah. AS ”sangat khawatir tentang kemungkinan terjadinya eskalasi yang signifikan” dalam beberapa hari mendatang.
Kirby menyebutkan, AS tengah melakukan pembicaraan dengan Israel mengenai konsekuensi dari eskalasi aksi militer. AS menyarankan Israel menunda serangan darat. Kesempatan ini akan memberi Washington lebih banyak waktu untuk bekerja sama dengan mediator di kawasan untuk membebaskan lebih banyak sandera. (AP/AFP/REUTERS/SAM)